Dua benda tersumbat persis di lubang telinga seorang gadis. Tangan nya menggenggam pegangan tas koper besar nya juga tas selempang yang melintas disalah satu bahunya. Bersama dengan para orang yang berbondong-bondong ingin memasuki ruangan besar nan panjang bagai ular tangga itu yang memiliki banyak tempat duduk itu.
Pita suara nya terus bergetar, mengikuti alunan lagu pada headset yang tersambung langsung ke ponsel miliknya.
Tak terasa tapak kaki nya membawa gadis itu menuju kereta yang panjang nya tak terhingga itu. Menggaet masuk koper merah nya yang juga ikut dalam perjalanan tur kecil-kecilan nya selama di America.
Bukan, seorang Ahn Haneul bukanlah artis yang meledak di dunia selebritis maupun dunia maya. Bukan artis yang terkenal mendadak berkat dunia maya. Tidak, dia hanya bekerja di kafe. Bukan pelayan juga. Pekerjaan nya cukup baik. Dengan menyumbangkan suara emas nya di setiap kafe yang menjadi tempat tujuan nya.
Menggali harta dari pekerjaan yang tidak terlalu istimewa tapi dapat di nikmati oleh semua orang.
Gadis itu menaikkan kacamata hitam nya yang tadi membingkai kedua mata nya. Kemudian menghembuskan nafas lelah. "Ku harap ibu tidak terlalu lama menunggu ku." Ucap nya seraya menggembungkan pipi nya sambil meniup-niup rambut yang seperti tirai indah itu.
Dirinya terus berdiam di atas kursi duduk. Menatap hamparan wajah lelah banyak orang yang berada dalam satu gerbong dengan nya. Ada yang tertidur, ada yang sekedar memejamkan matanya.
Tapi tatapan nya beralih pada pria berkulit seputih susu yang sekarang berada disebelah kirinya. Bibirnya tidak henti berbicara keras, sepertinya dirinya tengah disibukkan oleh beberapa pekerjaan penting. Dilihat dari pakaian nya pun dia bukan orang biasa. Sangat berwibawa, tegas, dan juga.. dingin. Sejuta kertas yang ada dalam genggaman nya sungguh merepotkan pandangan.
Semua orang bahkan menujukan tatapan bingung nya pada pria yang berada disebelah Haneul.
"Katakan pada nya, aku akan segera kembali!" Sial! Ucapan nya begitu kasar. Tidak bisakah ia mengecilkan nada oktaf nya satu pun?
"Merepotkan saja," decih sebal nya pun mulai tumpah rua keluar.
"Maaf tuan." Haneul mungkin terlewat panas. Jadi, biarkan saja gadis itu mengeluarkan seluruh kekesalan nya. "Tapi suara anda mengganggu banyak orang yang lelah disini. Apa anda tidak lelah? Saya lihat, anda baru saja pulang bekerja."
Pria itu menatap tajam. Menusuk tepat dipupil hitam gadis itu. Selanjutnya, suara bass nya terdengar tajam pula bersamaan dengan tatapan nya. "Bukan urusan mu."
Gadis itu hanya menggeleng. Lalu kembali menatap layar ponsel yang menampakkan gambar foto dirinya.
Salahkan saja pada gadis ini. Yang tidak bisa menjaga mulutnya. Apa saja yang ingin dia katakan pasti akan di katakan. Para orangtua yang sekedar bersin tidak menutup mulutnya pasti akan gadis itu ingatkan dengan berbagai macam kata pedas yang sudah meledak dalam mulutnya.
Pemberhentian terakhir. Sampailah Haneul pada tujuan terakhirnya ditempat yang indah pula. Kota Seoul yang indah, nuansa apik yang memancarkan ketenangan. Turis pun tidak mampu mengelak itu semua.
Sekarang gadis itu mulai berdiri, bersiap-siap keluar gerbong kereta, juga koper beserta tas selempang yang tersampir disalah satu bahu nya. Dirinya juga mulai membetulkan letak kacamata nya agar benda itu membingkai kembali kedua mata nya.
Semua orang sudah mempersiapkan dirinya menyambut hangat nya malam kota Seoul. Menikmati indah nya lampu kerlap-kerlip yang menghias di tiap rumah, ataupun disetiap gedung-gedung pencakar langit.Tak lama, pintu otomatis terbuka. Memampangkan lautan manusia yang juga ingin pergi ke tempat lain.
"Baiklah, baiklah. Saya segera kesana."
Tenang, suara itu bukan pria yang tadi Haneul omeli secara pedas. Tapi suara itu berasal dari salah satu pria yang dengan tergesa-gesa berjalan cepat, menyela setiap barisan manusia yang siap untuk keluar,
Sebelum akhirnya menabrak pria berkulit putih susu dan yang terkena imbas nya Haneul juga.
"Maaf-maaf," ucap pria tadi dengan menggenggam telfon nya sambil membungkuk berkali-kali, lalu pergi melengang begitu saja.
Dan sekali lagi, pria berkulit putih susu yang ikut terjatuh bersama Haneul tadi malah menggeram. Dirinya bangkit, tetapi tidak berniat memberikan uluran tangan menolong pada Haneul yang sekarang tersungkur jatuh. Orang-orang bahkan sudah terlihat turun dan bergiliran pada orang-orang yang ingin memasuki gerbong kereta mereka.
Kertas-kertas yang berada dalam genggaman nya pun berserakan sampai memenuhi kaki jenjang Haneul. Sebenarnya pria ini bodoh atau buta sih!? Bisa sajakan Haneul merobek nya dan membuang nya begitu saja?
Apa harus Haneul yang membantu nya? Cih! Bahkan pria itu bersikap acuh dan tidak peduli dengan Haneul.
Yah, pada akhirnya Haneul pun menolong pria berjas ini -dengan rasa terpaksa. Memungut berbagai kertas berisi banyak baris kata yang Haneul sendiri tidak memperdulikan apa isinya.
"Ini tuan kertas anda." Ucap nya sambil bangkit lalu menyerahkan kertas dengan wajah angkuh yang dibuat-buat. Sementara pria berkulit putih susu itu malah menukik sebelah alis nya ke atas. Ingat! Sebelah alis nya saja! "Lain kali, jika kertas ini penting, bereskan sendiri sebelum aku merobek nya dan membakarnya ke tempat sampah," pria itu mengalihkan pandangan nya. Merasakan hawa jengkel pada gadis yang ehm.. cantik ini.
Setelah nya, gadis itu berbalik, menerbangkan rambut ikal sepunggung nya yang menabrak keras ke dada hingga leher pria itu sebelum akhirnya hilang ditelan tembok besar.
Tak lama pria itu menggeleng, ikut keluar gerbong sebelum kereta kembali membawa nya ke tempat awal dan memperlambat jadwal kerja berikut nya.Dan pada akhirnya, obsidian nya malah terfokus pada jalanan yang dilewati gadis yang baru bertemu dengan nya tadi, hingga akhirnya dengusan serta decihan sebal berhembus keluar dari bibirnya.
"Dasar gadis gila."
TBC
Taraaaaa!~~~~
Gimana new side dari Sehun-Haneul?:3 gapapa ya, yang satu dingin, yang satu cuek bebek ama jutek wkwkwkwk.
Semoga kalian suka dengan FF ini~~~~~
Salam kechupp dari RamenHair!~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?