The Truth

4.1K 436 23
                                    

2800++ words

Haneul terkena serangan 'insomnia' di siang hari. Matahari masih tampak menyembul di balik jendela pesawat jet pribadi milik Sehun yang bernilai jutaan won, namun kantuk belum menyerang nya sama sekali. Biasanya, gadis itu akan menghabiskan waktu nya dengan tidur --menghilangkan phobia terhadap ketinggian.

Tapi kali ini gadis itu sama sekali tidak melakukan apapun.

Cukup menopang dagu dengan telapak tangan, mengamati awan dengan tatapan kosong dengan air mata menerobos pelan lewat pelupuk mata.

Beberapa pramugari khusus yang berlalu lalang sudah menawari istri pemilik jet pribadi ini dengan makanan lezat yang tersuguhkan. Bahkan tak di pungkiri, aroma nya pun menyeruak hingga ke lubang hidung nya.

Pagi tadi, sekitar jam 6 pagi,

Haneul kembali memasuki hotel dengan langkah gontai. Dan gadis itu agak terkejut akan kehadiran Sehun yang menunggu nya di meja resepsionis, bersama raut wajah panic yang begitu kentara dengan hadirnya kerutan di kening sambil menoleh ke samping kiri dan kanan.

Gadis itu menetralkan detak jantung nya sesaat yang sempat menggila, dan memutuskan untuk meluruhkan jarak sepersekian senti menuju pria itu. Sampai akhirnya gadis itu mulai menggumamkan nama Sehun, pria itu menoleh, seketika mengeratkan dekapan sembari berbisik dengan nada khawatir.

"Syukurlah kau kembali. Aku mencari mu kemana-mana, aku takut ada yang menculik mu. Kau--kau tidak apa-apa kan?"

Haneul jelas ingat bagaimana erat nya dekapan pria itu hingga Haneul di buat sulit bernafas. Belum lagi cairan keringat yang membasahi kaus nya dapat terasa jika bersentuhan dengan kulit. Ah, jangan lupakan detak jantung pria itu di sertai nafas memburu karena kelelahan.

"Kau tidak perlu mencari ku, aku--"

"Bagaimana bisa? Kau tanggung jawab ku! Tidak mungkin aku membiarkan mu menghilang begitu saja."

Sekiranya, hanya beberapa poin peringatan yang Haneul dapatkan pagi tadi. Dan selebihnya, secara sepihak, Sehun menugaskan bawahannya untuk membawa langsung jet pribadi yang telah terparkir di daerah sekitar ibu kota Inggris. Jadi, kapanpun ia ingin pulang lebih cepat dan praktis, jet pribadi siap melayani.

Berakhirlah Haneul duduk diam, mengalihkan kepala nya tanpa menoleh ke arah Sehun yang sedang duduk, menumpukan salah satu kaki di atas kaki lain sembari membaca majalah dan sesekali menyesap wine.

Ada yang berbeda dari tampilan pria itu sebelumnya. Seperti tatanan rambut yang pria itu bentuk ke atas, kemeja santai berlengan sebatas siku dengan balutan celana panjang serta sepatu pantofel membalut kaki lebar Sehun.

Menyadari keberadaan Haneul sebatas pajangan semata, Sehun mengawali obrolan dengan sebuah dehaman, menimbulkan gerak-gerik gadis itu yang kalang kabut sebelum akhirnya menolehkan kepala ke samping --menghadap Sehun. Kedua nya tiba-tiba terdiam, sibuk menelisik objek berbentuk bundar bersama pelangi yang timbul pada netra kedua nya.

Buru-buru Sehun meneguk saliva nya, mengalihkan pandangan ke arah pramugari lalu memanggilnya menggunakan bahasa isyarat tangan. Pramugari menghampiri, sedikit menunduk sambil bertutur kata halus diikuti Sehun yang membisikkan tiap ringkas kata.

Dilihatnya pramugari itu mengangguk, mengirimkan senyum tipis ke arah Sehun kemudian berdalih mengirim senyuman pula ke arah Haneul.

"Aku tahu kau belum makan. Jangan paksakan tubuh mu karena diri mu sendiri."

Haneul menunduk, tersenyum perih seraya memainkan ujung syal nya asal. Dengan maksud menahan gugup meski Sehun berhasil membuka sebuah obrolan penuh kecanggungan. "Aku sudah cukup kenyang melihat kejadian semalam. Tidak perlu repot, terima kasih."

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang