Extra Chapter; 2[Haneul's POV]

2.4K 307 17
                                    

1300++ words

don't forget to read author note at the end of this part, thankyou:**

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku cukup terkejut, bahkan nyaris kehilangan akal jika kudapan wajah kurang sedap Chanyeol tak menyadarkan ku dari lamunan. Klisenya, Kai yang disebut-sebut sebagai musuh pria itu ––aku enggan menyebutkan namanya–– datang membawa seorang balita yang kini bergerak riang disuapi sesendok tart coklat. Meskipun aku tahu, Kai bukan selamanya musuh untuk pria berkulit pucat itu.

Lebih gilanya, perasaan ku bercampur antara senang dan bingung di waktu yang bersamaan. Senang karena pria yang telah menghilang dua tahun ini kembali lagi, dengan kulit yang semakin eksotis, belum lagi kemeja kerja yang ia kenakan sambil membawa balita. Namun bingung yang ku artikan, untuk apa ia dinegara seluas Belanda ini?

Tetapi Chanyeol, sedari tadi ia tidak lebih untuk sekedar menghela nafas, pandangannya mengundang kekhawatiran. Genggamannya pun kian erat seiring waktu berjalan.

"Kebetulan sekali kita bertemu disini," Kai menyudahi suapan terakhir pada balita mungil itu. Meletakkan kembali sang balita pada kursi khususnya lalu pria berkulit gelap tersebut menggulung kemeja putihnya sebatas siku. "Aku kira kau benar-benar menghilang, Haneul."

Aku tersenyum, entah ingin membalas apa. "Ku rasa, seharusnya aku yang berkata begitu."

Pria itu balas tersenyum menenangkan. Kali ini, fokusnya tertuju pada Chanyeol, mendengus berat sebelum akhirnya menyapa pria tinggi ini. "Apa kabar, Chanyeol? Apa kau melanjutkan studi mu disini?"

"Ya, hyung." Chanyeol memberat pada nadanya. Nafas pria itu benar-benar menyiratkan ketidaksukaan atas kehadiran Kai yang mendadak.

Ku rasa, Chanyeol berprasangka dimana ada Kai, disitulah bencana tiba.

"Kau masih sama,"

Mendadak, ketegangan melanda. Aku sungguh tak habis pikir jika kedua pria ini dikurung dalam kandang atau sangkar yang sama. Apa perang dunia ketiga akan terjadi nantinya?

Dapat ku lihat, meski beberapa kali Chanyeol memandang Kai ganas, nyatanya, yang ditatap balas tersenyum. Aku yakin sekali, semua ini pasti ada hubungannya dimasa terdahulu mereka.

"Oh ya, ku dengar kalian akan menikah. Benarkah begitu?" Kai bertanya, sambil membantu sang balita ––atau bisa ku sebut putranya–– meminum air pada botol yang ia bawa.

Aku tersenyum malu. Mengamit lengan Chanyeol erat sebelum membalas pertanyaan Kai. Karena aku tahu, sebaik apapun Kai bertanya, Chanyeol tidak ingin menyenggol sedikit pita suaranya untuk berbicara.

"Doakan saja, Kai. Bulan Februari, jangan lupa datang."

"Pasti aku akan datang. Kau cukup memberitahu lokasinya, dan ayah tampan ini akan segera datang."

Aku terkekeh kecil, guna mencairkan suasana yang canggung. Seakan, suasana ini melingkupi kami, membentuk lingkaran hitam yang mulai memperkeruh tatapan Chanyeol yang bersiborok dengan Kai. Tuhan, ku harap tidak ada perkelahian setelah ini.

"Kai, apa itu anak mu?"

Kai menoleh pada putranya yang bermata bulat yang ia wariskan, dengan kulit putih yang diwariskan sang ibu. Bisa dikatakan, ibu nya lah yang mendominasi. Dan gambaran putra Kai, mengingatkan ku pada seorang gadis di Asia Timur sana.

"Ya, dia anakku. Kim Jiheon." Pria itu menoleh pada ku dan Chanyeol. "Hasil perbuatan ku dengan istri ku, Bae Joohyun."

Lalu, dunia berhenti berputar seketika.

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang