Shape Of Tears

2.8K 352 13
                                    

1200++ words

Di kala terjangan badai menerpa, bangunan tinggi siap menahan kuat fondasi yang telah terbangun. Fondasi yang ikut andil memperkuat bangunan antara lain; tiang besi, semen, serta campuran bahan lainnya.

Perumpamaan lagi.

Seakan segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar tak lepas tuk di jadikan sebuah perumpamaan dalam kehidupan kita sendiri.

Sehun, mampu mengumpamakan bahwa dirinya bagaikan iblis terjahat yang dalam satu tarikan nafas, sedikitnya ia menyakiti kulit serapuh Haneul. Tidak peduli berapa siksaan yang terhempas, kemudian menyisakan sisa luka yang membekas, gadis itu masih mampu membuka peluang dan meyakinkan diri jikalau masih tersisa satu tempat kosong pada hatinya.

Entah itu untuk si iblis Sehun, ataukah si pangeran berkuda putih Chanyeol.

Kedua nya menyelami manik satu sama lain. Seolah tiada celah untuk bergerak se-inchi pun. Di atas ranjang berselimut coklat tua penghangat tubuh Sehun maupun Haneul, baik sang pria maupun sang gadis sibuk mengiringi lengan di sekitar lingkar tubuh.

"Kau merasa dingin?" Sehun menganjurkan tanya yang di balas senyum ringan.

Bibir gadis itu bergetar di ikuti tubuh nya yang ikut gemetar serta tawa geli yang menggiring adanya rengkuhan hangat dalam postur tubuh yang tinggi nan tegap. Pria itu menyanggupi keadaan bahwa gadis mungil ini tak lebih dari sekedar kedinginan akibat suhu ruangan yang terlalu rendah.

"Apa suhu nya terlalu rendah? Aku akan menaikkan suhu nya agar kau tidak merasa dingin."

Diksi yang terlambung tadi mengurung niat gadis itu untuk membalas dengan diksi ––kata–– yang lain. Justru pertanyaan Sehun tadi hanya mampu ia tuangkan dalam rengkuhan yang ia eratkan. Sembari menyembunyikan wajah pada dada bidang di balut sweater tebal tersebut, Haneul membalas tak kalah lembut.

"Tidak perlu––" ujarnya seraya menggeleng beberapa kali. Aroma feromon yang tersibak menembus jahitan rajut itu mampu membuat si gadis enggan untuk sekedar melepas keratan lengannya pada lingkar pinggang Sehun. "––cukup seperti ini, aku sudah merasa hangat."

Berusaha membangun suasana yang tidak ingin tersendat dalam keheningan, sang pria membuka obrolan singkat. Dalam kurun waktu yang panjang sebelum menuju alam bawah sadar yang indah, pria itu berujar lebih dulu.

"Apa yang membuat mu merindukan ku?"

Haneul tersenyum pelan, sebelum akhirnya menggedikan bahu dan mendongak, menatap rupa Sehun yang tengah bernafas teratur. "Tidak tahu. Begitu saja aku merindukan mu."

"Lalu apa yang kau lakukan dengan Chanyeol?"

Gadis itu menjawab dengan sebuah gelengan kepala. Tidak ada yang menarik mungkin? "Kami tidak melakukan apapun. Hanya berbincang sebentar, dokter datang, aku muntah, dan kau datang."

"Apa suntikannya sangat menyakitkan?"

"Tidak begitu. Hanya saja aku mulai merasa kebas dan tiba-tiba mual,"

Pria itu semakin membawa sang gadis masuk ke dalam pelukannya, mengusap lembut surai Haneul yang terjatuh kemudian melayangkan kecupan ringan di atas kepala gadis itu. Hidup dan tinggal di rumah sakit bagai rumah kedua bagi keduanya.

Hanya saja salah satu tokoh lebih dominan membenci rumah sakit ––Sehun. Bukan gedungnya, lebih dari itu. Interior rumah sakit, peralatan medis, hingga dokter serta perawat penangan pasien pun ia jadikan musuh.

Untuk kali ini, peralihan musuh tersebut harus ia ubah menjadi sahabat. Seluruh interior yang Sehun tak ingin sentuh, kali ini ia jadikan alas tidur. Peralatan medis yang Sehun tak ingin lihat, harus ia paksakan untuk menyembuhkan gadisnya meski harus menembus kulit. Dan dokter serta perawat lain, kini berubah menjadi malaikat yang kapan saja siap membantu, walaupun entah takdir apa yang akan di tentukan, hingga malaikat yang awal nya membawa pesan dan kabar baik, merubah sayap indah nya menjadi sayap buruk pembawa pesan maut.

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang