Kuda besi tunggangan terealisasikan membelah jalanan sepi. Bersama tancapan lampu menjulang menjadi pertemanan mereka. Melibatkan kecepatan 80 km/jam, empat roda pembantu jalannya mobil bergulir searah, mengikuti intruksi kecepatan si pengendara.
Gadis itu terdiam. Pun pria pengendali mobil terdiam. Tidak beradu mulut dalam keheningan yang mencekik tenggorokan.
Pandangan mata jatuh pada bangunan tinggi pencakar langit yang nyaris menyentuh awan. Gadis itu -Haneul- memandangi tiap petak bangunan yang belum meredupkan lampu-lampu dari dalam ruangan yang memancar ke luar.
Gumulan oksigen beradu tatkala sang pelaku hembusan nafas menghembuskannya. Menyatu padukan dinginnya AC yang terpasang dalam mobil.
Kilas balik terlihat dalam pandangan kala pikiran ini berada di puncak lamunan. Kecupan di bibir pualam gadis itu masih terasa bahkan mampu menumbuhkan sel-sel merah menembus pori-pori pipi. Haneul merona tatkala kecupan sekilas malam tadi teringat kembali.
Mungkin ketika gadis itu melejitkan manik pada ekor matanya, ia dapat melihat seringai tipis yang timbul di pria itu.
"Ah, sepertinya sudah sampai."
Gadis itu berjengit singkat sebelum akhirnya melepas seat belt penahan tubuh kemudian mengeluarkan tubuh dari dalam mobil.
Jaket tebal setia tersampir menghangatkan tubuh disisi mobil. Kepulan asap dingin meluas di pagi buta yang dingin menusuk. Menunggu pria bersetelan kemeja abu-abu dipadu jeans bahan menjinjing dua buah koper hitam.
Perlahan tubuh muncul, meletakkan koper berbobot berat di samping tubuh Haneul yang diterpa angin pagi.
"Sehun," panggil nya lembut seraya mendekati tubuh jenjang pria itu yang nyaris masuk kembali ke dalam mobil. "Udara nya dingin. Kau tidak ingin mengenakan jaket?"
"Tidak. Aku harus cepat-cepat mengantar mobil ke penitipan."
"Ta-tapi, tidak lama kan?"
Sehun tersenyum tipis. "Tidak. Hanya sebentar. Kau bisa sabar menunggu kan?"
Pria itu tak menunggu jawaban terbalas, memilih masuk lebih dulu ke dalam mobil sedan termahal, lalu menjauh beberapa meter yang semakin lama tenggelam dalam pandangan mata kelam.
Koper nya bergetar seiring tarikan diatas aspal, menimbulkan guncangan-guncangan kecil menggelitik permukaan telapak tangannya. Haneul menilik keadaan bandara Incheon yang dipenuhi beberapa pegawai lalu lalang disepanjang area bandara.
Tempat duduk menjadi tempat berpaling utama. Haneul melejitkan bokong nya serempak di atas bangku besi. Belum ada dirinya mendekam 15 menit di atas bangku panas, pria gagah menghampirinya disertai rambut gelap mencuat ke atas.
Tangan besar nya merambat di bahu mungil milik Haneul yang tercenung diam, kemudian menarik gadis itu guna menghapus habis jarak sepersekian meter yang mereka perbuat. Tas besar beroda berjalan mengekori, tarikannya lambat mengikuti langkah sang pemilik.
Sepanjang jalan, Haneul dibuat gelagapan. Merasa asing tatkala kejadian ini menimpa dirinya -Sehun yang merangkul Haneul. Bergerak-gerak gelisah, namun rasa hangat tetap mengurungnya dari dingin nya suhu ruangan.
Belum lagi di pesawat terbang bersayap 2 di lengkapi macam-macam keperluan bak orang terkaya. Tersipukah? Tentu. Perlakuan pria tadi selaras akan kemauan Haneul. Menginginkan bagaimana dirundung kasih sayang oleh suami sendiri tanpa orang ketiga pengganggu hubungan jalan yang berjalan mulus.
"Perjalanannya sangat lama. Kau boleh tidur jika kau mau." Sehun berkutat pada majalah tebal penawar rasa bosan. Kristal hitam nya berkelana pada baris di tiap-tiap bait yang tersedia pada majalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?