Berbagai pikiran menjalar, bersatu padu menjadi adonan tak terbentuk. Ujung mantelnya bergelung kusut, cekalan-cekalan yang ia buat guna menghilangkan detakan di dada yang semakin mengganas.
Pria berjas putih yang duduk bersebrangan dengan Haneul memulai pembicaraannya. Secarik amplop coklat yang tergenggam ditangan menjadi alasan mengapa keringat dingin terus meleleh melewati pelipis.
"Anda harus rajin ke dokter, Nona Haneul. Aku akan memberikan suntikan kortikosteroid agar mengurangi inflamasi pada otak anda."
Dokter speliasis ini menggeser amplop coklatnya, kemudian mengamit tiap jari miliknya. "Apa anda tidak pernah meminum aciclovir anda, Nona?"
Gadis itu mengulum senyum tipis, kepalanya menunduk lalu kembali mendongak. "A-aku selalu muntah jika meminum itu. Belum lagi aku terus terkena diare."
Gusarnya hembusan nafas dari dokter tersebut keluar, tubuhnya tersandar pada kursi miliknya. Tangannya beralih meraih pulpen disudut meja, meraih amplop coklat yang telah ia geser tadi dan mulai membukanya.
Ini bukan sebatas permainan tebak menebak, tapi bagaimana jiwa mu akan selamat atau tidak dalam kurun waktu yang terbatas. Hidup bisa berada dalam ujung pisau, tengah pisau, atau bagian pegangan pisau.
Jika kalian berada dibagian pegangan pisau, maka hidup kalian masih panjang. Sedangkan tengah pisau, kalian hanya menunggu kapan waktu terakhir kalian menuju ujung pisau, sedangkan ujung pisau yang dimaksud adalah panggilan kematian yang menyakitkan.
Perumpaan pedas nan panas menjadi ketakutan mendalam. Haneul pun tidak menampik ketakutannya. Bermain ditengah pisau yang sudah membuat luka nya terbuka lebar, dan kembali menambah masalah yang tak berujung.
Gadis itu tidak ingin meminum obatnya.
Walaupun ia tahu, obat yang selalu membuatnya muntah ditengah malam, atau diare yang mendadak datang tiba-tiba mampu menyembuhkan penyakitnya sepersekian persen.
"Anda tahu kan nona Haneul, peradangan otak ini.. kemungkinan untuk sembuh hanya beberapa persen saja untuk sembuh total."
.
.
.
Kali ini dunia kembali berputar pada porosnya.
Membangunkan Haneul pada kenyataan yang begitu menyakitkan.
Mendapatkan suami yang hobi bercinta dengan wanita lain dan juga penyakit yang bersarang ditubuhnya.
Tubuh gadis itu terbawa menuju ruangan berbilik disudut, cairan yang keluar dari mulut terus ia kuarkan pada lantai basah yang menjadi peradabannya. Dengan nafas memburu beserta tangan gemetar, ia tangkupkan air yang mengucur deras melewati kran, kemudian ia masukkan ke dalam mulut dan membuat air itu bermain di dalam rongga mulut.
Setelahnya, air yang berhasil ia mainkan tadi kini ditumpahkan diatas lantai dingin yang diam-diam menghanyutkan air ke dalam saluran.
Jaket tebal lengan panjang ia jadikan sebagai pembersih area mulutnya yang basah. Melupakan pemilik jaket yang menunggu nya di depan toilet wanita dilingkupi kecemasan yang mendesak.
"Kau baik-baik saja?" Pria bertubuh tinggi ini lagi yang menjadi sandaran.
Semua penyesakkan di dalam dada, kini kian menguap sedikit demi sedikit atas kehadiran Chanyeol. Pria itu masih menyampirkan tas gitar beserta isi nya dibelakang punggung tegapnya, tetapi raut wajah yang terbilang menggambar kekhawatiran mengubah segala kenyataan tentang bagaimana wajah tampan itu berhasil menarik atensi Haneul.
"Ya, kau tenang saja. Hanya mual, mungkin aku salah makan."
"Astaga! Atau jangan-jangan kau.."
Spekulasi yang sudah menggentayangi Chanyeol bukan lagi mematahkan hatinya, namun juga menjadi cikal bakal lahirnya mimpi buruk yang menumpas mimpi indah nya di waktu belakangan ini.
Melanjutkan kata yang sempat terhenti sebelumnya, enggan pria itu lanjutkan. Daripada hatinya lebih dulu tersakiti, lebih baik mencari kepastiannya lewat si gadis yang terkekeh ringan menatapnya.
"Tidak.. aku dan Sehun bahkan.. belum melakukan 'itu' sama sekali,"
Kikikan kecil pertanda gadis itu terlihat baik-baik saja. Bahkan gadis itu menyembunyikan ribuan rahasia bisu yang tersimpan anggun diotak kelamnya.
Cukup menyusun huruf-huruf berbaris dan bertuliskan 'Sehun bercinta dengan Joohyeon' pada Chanyeol yang tengah berjalan beriringan disampingnya terasa begitu berat. Entahlah, ini sungguh menyakitkan. Gadis itu sendiri tidak tahu, hanya membayangkan desahan yang terputar dan berkumandang jelas seakan menjadi pemberhentian terakhirnya untuk hidup.
Maksudku, dia ingin menyerah begitu saja.
Haneul percaya, selamanya, entah sampai kapan,
Jika dia nantinya akan menjatuhkan setetes tanda cinta dan menorehkannya pada hati pria jangkung disebelahnya,
Tempat berpulangnya akan tetap sama,
Yaitu Sehun. Suaminya yang akan terus menjadi tempat berpulangnya.
TBC
Alohaaaa~~~
Lama gak ketemu ya:') FF ini dipenuhi oleh Haneul-Chanyeol /gak sesuai sama cerita :v/ inspirasi ku mentok, ndak tau harus kemana lagi:v
Setelah sekian lama author bisa mempublish FF ini dengan berbangga hati:'D wkwkwkwk.
Hape ku terkena sita setelah sekian lama, cuma bisa main hape bentar doang jadi, ya gitu dah:'3
Detik-detik sebelum UN sedikit membebani dan tunggu aja setelah UN aku bakal mgepublish chapter selanjutnya /wuahahahaha/
Doakan author selalu oke:'3 biar UN nya dilancarin selalu yaaa. Terimakasih❤❤
Salam kechupp~~!
By-Ramen Hair
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?