Jalan setapak, tempat peraduan dua pasangan dengan genggaman tangan saling terkait, mengerat seiring langkah demi langkah yang mereka rajut. Sehun menelusupkan sebelah tangan nya di dalam saku mantel tebal yang ia kenakan. Kepala pria itu menengadah, memperhatikan langit cerah dengan gumpalan awan bergerak mengikuti alur angin. Mata Sehun terpejam, menggelapkan netra miliknya yang sedari tadi memandangi kawasan langit.
"Genggaman tangan mu hangat, Haneul-ah." Sehun terkikik geli begitu mata Haneul bersitatap dengan sebelah mata pria itu yang terbuka -memandang Haneul lewat sudut matanya. Hembusan nafas pria itu tertarik sejenak, sebelum memutuskan untuk menghembuskan nya kembali lewat bibir ranum yang tak henti untuk tersenyum.
"Ibu ku memiliki telapak yang hangat, sama seperti mu. Itu sebabnya aku menyukai genggaman tangan mu ini."
Haneul mengalihkan arah pandang pada deretan pertokoan. Menghabiskan waktu bersama Sehun tidak baik untuk kesehatan pernafasan ataupun jantung nya. Kalian tahu, kalau boleh Haneul ibaratkan, Sehun adalah pemacu jantung yang hebat. Bahkan dokter sekalipun tidak mampu menyembuhkan degupan Haneul yang kelewat batas.
Sebelah tangan Haneul bermain-main pada ujung mantel. Mengepalkan kain hangat yang membalut tubuh gadis itu sembari menggigit bibir. Darah yang sebelumnya memutari sistem kerja otak hingga ujung-ujung kakinya, kini berdesak di pipi Haneul. Meluapkan semburat merah merona, keratan di tangan nya pun semakin mengerat di antara sela-sela jari pria itu.
"Kau merona?" Entah sejak kapan, telapak tangan kekar itu telah menjalar di salah satu pipi gadis itu. Mengulas nya lembut disertai tatapan hangat yang Sehun berikan pada Haneul.
"Tidak apa-apa. Kau pikir aku akan menertawai mu?" Ibu jari dengan jari telunjuk pria itu tergerak menarik pipi Haneul dengan sedikit gerakan ke kanan-ke kiri, membuat sang empu kepala nyaris terhuyung ke belakang. "Aku justru menyukai warna merah di pipi mu, sayang."
Benar, asumsi yang tersangkut di otak gadis itu ada benarnya juga. Bersentuhan maupun berdekatan dengan seorang pria bernama Oh Sehun -dengan garis rahang tegas, aura bernalar dingin- tidak baik untuk kesehatan batin maupun jantungnya.
Kata sayang. Haneul tidak bodoh.
Jatuh ke dalam perasaan dengan mengatakan Sehun memang mencintai gadis itu.
Haneul bahkan yakin, sebaris kata yang menggetarkan hatinya tadi hanyalah sebuah godaan semata. Bukan berarti Sehun memang tulus mencintai gadis itu.
"Mmm, Sehun-ah," Haneul mengutarakan desauan kecil. Di balas dengan pria itu yang menoleh sembari mengeluarkan sebuah gumaman sebagai jawaban. "Bagaimana aku mengatakannya ya."
"Katakan saja, aku dengan senang hati menjawab pertanyaan mu."
Haneul terpekur kikuk. Mengesampingkan kepala ke kiri disertai bibir mengerucut -gadis itu terlalu ragu mengatakan apa isi otak nya kali ini. Tangan kiri Haneul bergerak tak nyaman, memilin-milin asal ujung mantel tebalnya dengan rangkaian reaksi Sehun yang sudah menjadi bayangan hitam untuk nya.
"Kau-kau sering melakukan hubungan intim dengan Joohyeon. Apa.. apa kalian saling mencintai? Mmmm, maksudku, apa kalian melakukan itu karena saling mencintai."
Kerutan dahi Haneul semakin terukir dalam. Gigitan di bibir nya di perkuat pula seiring laju tatapan Sehun yang menyiratkan ketidaksukaan. Pertanyaan ini begitu riskan teruntuk Sehun. Di sangkut pautkan dengan kata bersimbol hati, pria itu justru memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
Sepintas, gadis itu melirik kilat rupa Sehun yang tengah memindai bangunan-bangunan tinggi. Pria itu mengatupkan bibir tanda tak ingin menjawab segelimang pernyataan Haneul yang melesat penasaran. Karena, yang gadis itu tahu, pasangan yang melakukan hubungan intim tentunya saling mencintai, walaupun beberapa kemungkinan tidak melakukannya berdasarkan kategori cinta yang di maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomantikSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?