1274++ words
"Dia terlalu depresi. Meninggalkan mu adalah sebuah pilihan yang salah, tetapi keadaan yang menuntutnya seperti itu." Nyonya Oh terkekeh pilu, menyembunyikan wajah menua nya yang semakin hari di dera lelah.
Keduanya membiarkan kepulan asap dari segelas teh hangat berbaur bersama udara lain diatas meja makan.
Sehun bukan lagi anak kecil.
Sifat dingin dan pendiamnya, justru menyimpan seribu makna. Mana tahu kalau pria itu sedang merencanakan pembunuhan jikalau wajahnya yang menjadi sampul luar fisiknya tidak akan sesignifikan itu dalam memainkan peran -dingin dan nyaris tak tersentuh.
"Jangan terlalu lelah, bu." Haneul meraih tangan ibu Sehun yang terasa dingin. "Aku.. benar-benar tidak tahu semua akan terjadi seperti ini,"
Ibu Sehun tersenyum menenangkan. Membalas genggaman Haneul tak kalah erat. Baginya, kekuatan lain yang dulunya tenggelam dan kini kembali muncul ke permukaan hanya satu, Haneul seorang. Dan wanita itu tidak mampu menyangkalnya sekeras apapun.
"Aku dengar, pernikahan mu dan Chanyeol batal dilaksanakan. Ada apa, hm?"
"Ibu tidak perlu tahu. Maksud ku... ya, ibu pasti tahu mengenai hubungan anak muda."
Wanita itu mengangguk pelan. Zaman telah berubah, dan posisi yang Haneul alami tidak sama seperti yang wanita itu alami bersama mendiang ayah Sehun.
"Haneul?" Nada suara yang dulu mengumbar keceriaan, kali ini termakan usia. Wajahnya menua, serta kemampuan fisik yang menurun dari hari ke hari. "Ibu tahu ini menyakiti mu, tetapi maukah kau memaafkan putra ku?"
"Ibu..."
Sumpah demi apapun, Haneul berani menghukum dirinya sendiri membuat seseorang yang lebih tua; yang lebih mengenal pemahaman akan makna kehidupan, memohon pada seorang gadis naif yang bahkan tidak mengerti makna dari sebuah kehidupan itu sendiri.
Haneul semakin meyakini, kisah tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang tidak pernah habis memang bukan omong kosong semata.
Ia mampu melihat cerminan ibu Sehun yang berusaha membangkitkan senyum, tetap melakukan permohonannya pada Haneul tanpa ada keraguan untuk mewakili sosok Sehun yang mentalnya belum bisa dikendalikan ke tahap normal.
"Aku memaafkannya, bu. Ibu tidak perlu memohon."
"Ibu.. ibu hanya memastikan. Kebahagiaan nya selalu menjadi prioritas ibu."
See?
Setua apapun, sekasar apapun kulit bertransformasi, kepeduliannya tidak akan pernah habis. Mungkin nanti, entah kapan, ibu Sehun mampu menghabiskan masa tuanya dengan tenang. Bukan hanya senyuman diwajah Sehun yang akan terlintas, melainkan senyuman pendamping hidup putranya, serta bibit yang tumbuh dewasa nanti kelak akan membangkitkan dua sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Kalau ibu bertanya bagaimana kelanjutan hubungan kalian, maka apa jawaban mu?" Ibu Sehun terlihat gigih memberikan kembali satu senyuman yang telah hilang. Jiwanya terlalu bahagia, dan wanita itu telah memprediksi jika ia akan menikmati masa tua dengan tenang yang telah tergambar dalam benaknya.
Haneul tidak memberi jawaban, terlalu ragu untuk menjawab.
Dia tidak dikhianati setelah persidangan perceraian telah dilakukan, namun keraguan untuk kembali membangun biduk rumah tangga yang menjadi alasannya.
Takut kecewa, takut merasakan rasa sakit, dan semua kilasan buruk di awali dengan kata 'takut'.
"Aku.. tidak tahu, ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?