[Haneul Pov]
Aku ingat, ibu mengatakan beberapa kata sebelum pernikahan ku beberapa bulan lalu terlaksanakan. Petuah-petuah yang memang sangat sering ku dengar sesaat setelah hari kematian ayah di laksanakan.
Saat itu, ibu mengusap batu nisan ayah dengan sayang. Aku dan Jongdae juga ikut membantu. Ibu adalah orang yang tegar yang pernah ku lihat. Aku bersumpah, saat ayah telah mendekam di dalam tanah, ibu tersenyum perih meskipun aku tahu hatinya begitu tersayat.
Kala itu, kami mengunjungi makam ayah sebelum Jongdae menikah. Begitu pun dengan ku, sebelum menikah pun, aku juga mengunjungi makam ayah dan mengobrol singkat dengan ibu dan mendiang ayah.
Ibu sudah tidak menginjakkan kakinya lagi di atas tanah, terkadang dia suka mengeluh akibat kakinya yang mati rasa dan terus ingin merasakan dinginnya tanah. Apalagi saat mengunjungi ayah, cinta yang membuat ibu seperti itu. Sampai-sampai ibu rela untuk terduduk lemah dari kursi roda lalu bertumpu lemah di depan makam ayah. Aku dan Jongdae yang membantu memapahnya.
Aku mendorong kursi roda ibu dan Jongdae bertugas untuk meneduhkan dengan membawa payung. Ibu bersikukuh ingin jalan-jalan setelah bertemu 'teman hidupnya' di makam. Jadi, aku dan Jongdae hanya bisa menuruti kemauan ibu karena emosi ibu selalu berubah-ubah setiap menyapa makam ayah.
"Haneul, karena kau wanita, jangan berikan hatimu sepenuhnya pada kekasihmu. Kau tahu, setelah hubungan berakhir, cinta yang kau isi dengan sepenuh hati mu untuk pria itu, lama-lama akan meledak akibat terlalu lama menampungnya. Kalau di perhitungkan, berilah 50% untuk pria itu sebelum menuju tahap yang lebih serius."
Di situ ibu mengatakan, tapi aku yang memang bukan pakar pria pada umumnya, jadi aku hanya mengangguk patuh, padahal pembicaraan ibu sama sekali tidak ku mengerti. Yah, maklum, pengalaman cinta ku tidak sampai seserius yang ibu katakan, mempunyai kekasih selama umurku masih berjalan pun aku tidak punya.
Dan sebelum menikah, ibu juga mengatakan,
"Jangan biarkan kau sendiri yang memperjuangkan pernikahan kalian. Ibarat timbangan yang diisi bola, harus sama banyak. Agar timbangan itu bisa seimbang sampai di lepas berhari-hari pun tidak akan berubah ukuran."
Untuk yang satu itu, aku lebih tidak mengerti karena pikiranku kala itu berkecamuk menjadi satu; marah, sedih, dan kecewa.
Namun setelah menjalani nya, aku yang terus tersakiti, dia yang mempunyai sifat dingin, membuat nyali ku menciut untuk sekedar saling sapa.
Waktu berlalu, dan aku semakin yakin dia mencintai ku. Insiden pesawat dimana Sehun menorehkan sebongkah luka yang tak mampu ku bendung kunjung juga.
Tetapi setelahnya, dia menyiramkan cairan alkohol yang berfungsi untuk menyembuhkan sekaligus memperparah keadaan hatiku yang terbanting ke permukaan.
Sore ini, aku langsung kabur menuju rumah ibu. Tidak peduli apakah Sehun, Chanyeol, sibuk memanggilku dari kejauhan dan mulai menyalakan mesin mobilnya.
Kedua pria itu sukses memperburuk keadaan ku yang sulit di buat semakin sulit lagi. Chanyeol, entah gerangan apa tiba-tiba datang membawa amplop coklat yang ku yakini hasil tes kehamilan Joohyun, lalu mengaku bahwa dia sepupu dari seorang model ternama. Aku terus meyakinkan diri, bahwa kemungkinan Chanyeol bekerja sama dengan Joohyun untuk menghancurkan rumah tangga kami yang baru saja di mulai.
Namun sekali lagi aku berfikir, Chanyeol, pria dengan segala macam upaya mulia itu tidak mungkin mempunyai niatan iblis.
Sedangkan ketakutan ku yang perlahan sirna, malah terwujud akibat pernyataan Chanyeol yang menyebut suami ku memang menghamili Joohyun. Lagi, aku meyakinkan jikalau bisa saja Kai dan Joohyun berhubungan seks setelah Sehun berhenti untuk melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?