"Sialan,"
Tidak terhitung lagi berapa lembar tissue untuk menampung darah yang rembes dari hidungnya.
For the first time, gadis itu tidak kuat untuk sekedar berdiri. Ingin sekali melemparkan cakram yang ia miliki pada dua orang yang sedang bercumbu tadi. Raga nya hilang entah kemana. Seakan terbawa angin malam yang berhembus melewati ceruk leher nya.
Putaran kejadian merambat disela rongga-rongga kepala, gerigi besi yang bekerja dalam otak nya mulai bertindak malfungsi. Tidak ada guna nya sama sekali. Otak polos yang tidak pernah ternodai kini terkena noda bagai lumpur yang dikatakan sulit untuk hilang.
Her life is goin' crazy.
Membayangkan betapa kejam nya orang yang kau anggap suami tengah bercumbu bersama oranglain bukankah menyakitkan? Hati kalian mungkin akan terasa tertancap pisau disertai anak panah berapi yang tak henti nya menjadikan mu sebagai target tujuan penghancuran nya.
Tetapi Haneul seolah tak mengindahkan, nada geram menguap begitu saja. Aroma negatif masih tercium di lubang hidung, tapi ia merasakan tidak ada nya rasa perih yang menancap dari hati hingga tulang belulang nya.
Walau darah terus mengalir deras melalui lubang hidungnya, gadis itu tetap kukuh untuk tidak memperdulikan tiap apa yang pria itu lakukan. Dengan berat hati mengaku pria yang sedang asik bercumbu tadi sebagai suami nya, bukanlah pria lain yang masih bersedia mengantri giliran nya untuk berjuang mendapatkan pintu hati seorang Ahn Haneul.
Sebenarnya agak kesal juga, membayangkan bagaimana kegilaan Sehun yang seenak kening nya membawa gadis lain ke hunian nya. Jika saja Nyonya Oh mencium gelagat aneh dari putra nya, mungkin wanita paru baya itu sudah menendang Sehun keluar dari daftar putra tunggal nya.
Dering telfon sedikit melepas beban yang membatu dalam pikiran maupun batinnya. Ponsel sudah meronta, namun hanya sekedar untuk menjulurkan tangan menggapai permukaan dan memindahkan nya ke telinga begitu malas untuk dilakukan.
Tetapi yang membuat nya berubah pikiran yaitu dengan sederet nama yang tertulis indah dilayar ponsel nya. Chanyeol baru saja menelfonnya, dan bukankah ini seperti sebuah keajaiban? Dengan mudah nya Chanyeol menelfon Haneul lebih dulu, padahal Haneul tidak memiliki atensi apa-apa agar pria itu mau menelfon nya.
"Halo?" Seperti bisikkan parau, Haneul mengalunkan suara nya. "Haneul?" Balasan pun mulai terkuak, tetapi gadis itu melongo ditempat. Tidak percaya bahwa pria yang berada dalam telfon nya mulai menyuarakan nada nya.
Tidak merasakan ada nya hawa manusia yang membalas ucapan nya, Chanyeol kembali berucap, "Oh, mungkin aku salah sambung, sebaiknya aku ma-"
"JA-JANGAANNN!" Setelah mengucapkan nya, Haneul terdiam, dengan telapak tangan yang sudah membungkan mulutnya terlebih dahulu. Sebut dirinya tidak tahu diri, mulut sontak melakukan refleks yang berada di luar kepala nga.
Balasan di sebrang mulai terkekeh. Chanyeol yang berada disana mulai membaringkan tubuh nya diatas kasur, memantau langit-langit kamar nya yang gelap. "Kau lucu, sungguh." Entah apa yang di pikirkan Chanyeol, yang ia rasakan hanya ingin mengucapkan apa yang ingin ia ucapkan.
"Kau.. sedang apa?"
"A-ah, aku.. aku sedang menonton tv. Ya! Aku sedang menonton tv."
Mungkin pembicaraan membosankan yang selanjutnya akan bergulir. Tapi menurut Chanyeol ataupun Haneul, berbicara seperti ini tidak membosankan sama sekali. Jam mungkin boleh dengan percaya dirinya mendentikkan jarum panjang di angka 11 dengan jarum pendek yang menemani nya di angka 5, namun semua perbincangan yang mereka lalui tidak pernah habis dengan kata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?