Please Don't Tell Him

4.3K 469 43
                                    

3000++ words

Entah sudah ke berapa kali Haneul menggigit kuku jarinya, siku tangan gadis itu bertumpu dimeja marmer sesekali menyibak poni panjang yang terurai di depan wajah. Tidak peduli gadis itu masih mengenakan gaun tidur yang sepantasnya tidak ia gunakan dalam keadaan berantakan seperti ini di depan umum.

"Maaf nyonya, tetapi kami tidak bisa memberikan data tentang para pengunjung hotel. Anda tahu ini pri––"

"Ya aku tahu, bahkan jika kau tidak berulang kali mengatakannya pun aku tahu privasi. Tapi tolong, aku mempunyai masalah dan itu menyangkut data pribadi Kai."

Tampak pria dengan setelan formal yang teguh memandang Haneul kini mendengus jengkel. Pria itu pikir, untuk apa seorang gadis menanyakan identitas pribadi seseorang? Kebijakan tetaplah kebijakan, dan petugas resepsionis itu pikir kebijakan harus di taati.

Yah, jika saja petugas resepsionis itu melanggar peraturan, atasan berkepala botak itu pasti sudah meladeni nya dengan amarah karena kelalaian bertugas.

Jari-jemari petugas resepsionis itu saling berkaitan, merekat pada meja marmer yang lebih rendah di bandingkan tempat siku Haneul bertumpu. Ia menegakkan otot tubuh beserta tubuh nya, menghadap berani Haneul yang sibuk memijat pelipis

Jujur saja, Haneul telah di buat kalang kabut oleh 2 masalah; Sehun yang melakukannya 'lagi' bersama Joohyun dan Kai yang mempersulit keadaan. Di tambah pria resepsionis yang –tak dapat di pungkiri jika pria itu memang tampan– semakin menambah beban masalah yang sedang gadis itu pikul.

Sialan, Haneul benar-benar merasa di permainkan oleh keadaan.

"Nona, ku pertegas sekali lagi. Data pribadi seseorang tidak bisa kami berikan kepada sembarang orang. Termasuk anda. Jadi, kalau anda memang mengetahui hal itu adalah sebuah privasi, anda bisa kembali ke kamar anda atau kami akan memanggil petugas."

Haneul balas gigit jari. Bendungan air mata nya mulai nyaris merebak ke seluruh pipi. "Be-begini, ku pertegas sekali lagi. Suami ku terjebak di dalam kamar yang berada di antara 14 lantai ini. Dan dia terjebak di dalam kamar dengan nomor lantai yang memiliki angka yang sama dengan tanggal kelahiran Kai."

Beberapa detik, gadis itu berdiam. Merubah raut wajah nya bersamaan dengan tangan nya mulai ikut bersimbah keringat dingin. Namun tetap saja, kesan akan iba dan kasihan tak sedikitpun di tunjukkan oleh petugas resepsionis ini.

Pria yang berada dalam jarak pandang Haneul tertawa renyah –tidak peduli apakah orang-orang melihat tingkahnya yang tengah melayani pengunjung hotel. "Memang nya, seberapa pentingkah suami mu itu? Apakah dia seorang pejabat? Bahkan aku yakin gaun tidur mu itu tidak mampu ia beli dengan uang nya sendiri."

Apa maksudnya?

Oh, meremehkan rupanya.

"Apa kau bilang?"

"Yah, jika kau tidak mendengar apa yang ku katakan tadi, mungkin aku mampu menyimpulkan jika suami mu itu tidak pantas berada disini dan tidak penting juga untuk di cari." Ucap nya enteng sembari kembali duduk di kursi panas yang menyita waktu nya.

Sungguh, api panas sudah mencapai puncak ubun-ubun Haneul.

Maka yang gadis itu lakukan yaitu mengambil sebuah map yang tergeletak tidak jauh dari pria itu kemudian memukulkannya ke kepala petugas resepsionis yang membuat Haneul kesal setengah mati.

Seketika, pria itu terbangun dari duduk nya dan hendak berbicara sebelum Haneul justru memotong perkataan pria itu. "Kau menyimpulkan bahwa suami ku miskin?" Haneul memungkas pria tadi dengan secercah suapan kata-kata. Berusaha mematikan petugas resepsionis yang kurang ajar ini tanpa melakukan kekerasan fisik, melainkan melalui kata-kata pedas. "perlu kau tahu ––"

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang