1900++ words
Chanyeol tersenyum riang ketika manik kelamnya menjumput sosok manusia menggeliat dalam pandangan. Kedua tangan kokoh pria itu menggenggam dingin nya jari-jari mungil sang gadis yang mulai menari-nari lemah.
Di tatapnya dalam kedua kelopak yang berkedip-kedip lemas. Sang pria seolah meyakinkan bahwa gadis itu masih mampu untuk menatap keindahan dunia yang sejak lama enggan menyapa. "Hai, selamat––" Chanyeol menggaruk kepalanya kikuk. "––selamat sore tukang tidur."
Haneul membalas dengan kerjapan pelan, dengan berat hati ia membalasnya. Bukan apa, Haneul begitu lelah, sampai-sampai tak terhitung berapa banyak gadis itu menerjang dinding kuat yang melapisi manik kelam gadis itu––alias menangis.
Mata gadis itu mulai memindai satu persatu sudut ruangan yang di penuhi semerbak khas rumah sakit. Mencari si pemeran utama yang hanya menyisakan sisa-sisa aroma maskulin dan juga berkas yang berhamburan di sofa panjang.
Secangkir teh hangat yang entah pria itu dapat dimana, dan juga mantel hitam yang tertinggal di sana menimbulkan rasa rindu yang menyeruak. Rasa rindu ketika Haneul membuka mata, gadis itu mendapati pangerannya tengah menunggu sang putri tidur terbangun, meskipun berakhir dengan perdebatan sengit.
Rasa rindu ketika sebatas ucapan tersisa di sela-sela waktu yang membuat mereka kembali mengakhiri nya dengan sebuah tangisan serta keputusan yang begitu berat di masa depan.
Walaupun kemarin malam, mereka ––Sehun dan Haneul–– menjalani waktu mereka bagai awan abu menyelubungi perasaan keduanya, namun ketidakhadiran pria itu kali ini cukup membuat gadis itu kosong.
Haneul akui, kedatangan seorang Park Chanyeol bersama 'pacar' istimewanya yaitu gitar, setidaknya suasana tatkala dulu ia menamatkan sisa hidup gadis itu di café kembali terasa. Menimbulkan cuatan-cuatan memori kecil ketika keduanya saling menatap untuk mempersatukan kemistri dalam sebuah alunan lagu, ataupun senyuman yang selalu mereka hadiahkan satu sama lain, tidak sama pengaruhnya akan kehadiran Sehun dalam ruangan berpetak ini.
Sehun lebih dari itu. Ia lebih istimewa dari gitar Chanyeol ataupun sifat jenaka Chanyeol.
Haneul pikir, Sehun memiliki daya magis tersendiri yang mampu membuat gadis itu terjatuh ke dalam pelukan pria itu.
Tak di pungkiri, kali ini gadis itu malah membatin untuk menghadirkan Sehun di tengah suasana kedap begini.
"Kau.. ingin minum?" pria jangkung itu membuka obrolan, tak betah lama-lama mendiamkan diri di balik sunyi nya udara.
"T––tidak perlu,"
Chanyeol mengangguk paham, namun sedikitnya merasa ada ulasan rasa asing yang terpancar dari gadis yang terbaring lemah bersama pasokan oksigen yang mengudara di balik cup nya. Bagaimana cara gadis mungil ini menghindar dari tatapan Chanyeol, bagaimana cara gadis ini menjatuhkan pada benda-benda tak penting dengan pandangan hampa.
Guna mencairkan suasana yang membeku selama beberapa menit, Chanyeol memilih berdeham. Sedikit menunduk tatkala retina Haneul bergulir untuk memandangnya penuh tanya.
"Haneul–ah, sebelumnya aku ingin meminta maaf atas segala kekacauan ini." Masih sama, tanpa respon yang jelas dari sang penerima permintaan maaf bersama tatapan biasa yang terlempar. "Semua karena aku, rumah tangga mu dan suami mu menjadi seperti ini––"
"––Percayalah Haneul, Joohyun adalah sepupu ku. Aku harus menindak suami mu yang berlaku tidak baik terhadap sepupu ku."
Haneul menggeleng, kembali memejamkan mata seraya menarik nafas dalam. "Tidak, yang kau lakukan benar. Kalau kau tidak datang saat itu, mungkin hal ini akan terus terjadi hingga bayi dalam kandungan Joohyun lahir,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?