Haneul tidak tahu mimpi apa yang ia jalani semalam.
Meskipun Sehun dalam keadaan usang, dalam artian begitu kacau, kini, pria itu masih mampu menjalankan tugas sebagaimana mustinya 'suami' melakukan best service kepada 'istri' nya.
Jarang terbesit di pikiran Haneul, keadaan yang ia pikir akan membawa kesenangan dan berakhir dengan senang pula, kini berbanding terbalik degan segala macam ulasan yang mengumpul di dalam otak gadis itu.
Gadis itu berpikir, acara yang telah Sehun rangkai sedemikian rupa berjalan mulus, tanpa hambatan penghalang baik itu faktor dari manusia menyebalkan, tempat yang kurang mendukung, dan waktu yang bisa saja mengganggu rentetan acara yang telah anak buah Sehun ajukan.
Sehun setengah bersandar di kasur, dengan punggung yang sebagian bersandar di headboard ranjang, sementara Haneul meringkuk di gulungan selimut bersama tangan kekar milik pria itu yang tengah mengusap sayang surai-surai Haneul yang berjatuhan di atas bantal.
Masing-masing tengah berpikir.
Haruskah berucap lebih dulu atau berdiam diri sampai larut malam hingga acara tetap di adakan, nihil dengan kehadiran Sehun.
Bukan apa,
Meskipun Sehun menatap lurus pada gorden panjang nan besar yang membentang, bukan berarti pria itu tidak memikirkan apa-apa.
Kai menyentuh Haneul.
Di bagian yang telah Haneul coreng untuk siapapun yang menyentuh nya.
Sehun mencetak wajah Haneul yang pucat pasi kala itu,
Serta merekam suara pekikan Haneul yang terus terdenging di dalam telinga.
Bersalah? Tak perlu di jawab, karena memang beginilah keadaannya. Sehun patut disalahkan. Orang-orang mungkin mulai berspekulasi tentang 'ke-tidakwaspadaan' Sehun menyikapi masalah perihal Kai –pria brengsek– yang menegakkan telunjuk nya guna merasakan kulit selembut susu milik Haneul.
Cih, bahkan Sehun selama beberapa bulan sama sekali belum merasakan kelembutan kulit Haneul yang telah Kai incar sedari lama –mungkin.
"Sehun?"
Entah pengaruh apa yang membuat Sehun patuh untuk menunduk, membalas sapaan Haneul yang kelewat parau. "Ya?"
Jemari gadis itu bermain-main memainkan gaun tidur nya, menggigit bibir menahan desakan air mata keluar. "Maafkan aku," ia berucap sekali lagi, seakan bahwa Haneul lah pelaku kejahatan yang meminta maaf pada pelaku kejahatan pula –Sehun yang beranggapan seperti itu.
Sehun juga tidak mengerti, mengapa hati nya dengan mudah bertalu hanya sekedar menatap atau mendengar suara gadis itu bagai sebuah listrik kejut. Membawa pengaruh besar bagi diri terdalam Sehun, hatinya.
Pria itu menahan nafas, menghentikkan usapan nya pada detik pertama, kemudian melanjutkan nya di detik ke-lima. Ingin rasa nya Haneul menangis kencang, karena demi apapun, semenjak Haneul dan Sehun menginjakkan langkah pertama di kamar hotel, pria itu membisu. Seakan jika mengucapkan satu kata, Sehun harus di bayar dengan 5 ribu won.
Anggaplah Haneul terlalu berlebihan.
Berpikir bahwa ia lah penyebab kemarahan Sehun sebab tidak bisa menjaga diri nya sendiri terhadap orang lain.
"Maaf, seharus nya, aku tidak memakai gaun seterbuka itu. Maaf, aku tidak bisa menjaga diri ku sehingga kau marah karena aku. Maaf karena–"
"Hey," Sehun menyela, beralih dengan mengusap sayang pipi Haneul yang tengah di aliri sungai kecil membentang membentuk garis panjang. Sehun menyadari akan gerak refleks yang ia lakukan –mengusap pipi Haneul. Tidak tahu apakah ini yang di maksud gerak refleks atau karena efek lain. "Untuk apa meminta maaf? Kau tidak mempunyai salah apa-apa, Haneul."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kind Of Love
RomanceSemua berat. Haruskah aku mencintai nya saat dia malah membenci orang-orang yang mencintai nya? Haruskah dia membenci kata cinta dan tidak pernah merasakan nya dengan ku? Meskipun kami menikah sekalipun?