Aku Dalam Aktivitasku

14 1 0
                                    



Menunggu memang paling membosankan, tapi bagiku menunggu itu kesempatan, kesempatan buat telponin temen-temen yang sering nelpon tapi gak pernah aku angkat, atau jawab sms yang kadang sudah luama banget gak aku balas-balas, atau sekedar ngobrol dengan pak satpam, tukang kebun atau siapapun yang aku lihat lagi nganggur juga. Tak ada istilah boring buatku, meski aku lebih suka kalau di rumah dan berkutat dengan duniaku.

Kalau toh aku ingin keluar rumah, aku pastikan tujuanku jelas, gak cuma sekedar nyari angin. Menjadi diri yang memiliki kegiatan ganda mesti harus pandai-pandai mengukur kemampuan diri, kalau nggak aku bisa jatuh sakit karena kelelahan. Seperti hari ini, pagi-pagi sudah siap hunting tapi ternyata baru besok orangnya bisa ditemui, karena ada sidang. Yah lumayan buat istirahat sejenak sebelum kembali ke kampus dengan seabrek tugas.

Sahabatku, kali ini aku ingin berkisah tentang kejadian yang sempat aku lihat ketika baru pulang kuliah beberapa waktu lalu, aku melihat ada segerombolan orang di seberang jalan dan ada polisi juga, sepertinya sedang terjadi kecelakaan, aku hanya sempat melihat seorang pria berusaha mengeluarkan seorang anak kecil dari bawah taksi, anak itu hitam semua.

Aku tak melihat anak itu menjerit atau apapun, diam tak bergerak, aku cemas, apakah aku akan kembali saja menemuinya. Tapi suara klakson di belakangku terus menyalak, meminta aku terus, aku menyerah dan kulanjutkan perjalananku pulang.

Ya Allah, seandainya semua pengendara memiliki nurani dan menghormati para pengguna jalan raya lainnya mungkin kecelakaan itu bisa dicegah. Kalau saja setiap orang sadar akan bahayanya tanpa alat pengaman, setidaknya kecelakaan terparahpun bisa diminimalkan. Setidaknya dengan menggunakan helm kalau benturannya keras banget, kepalanya masih bisa diselamatkan. Kalau toh mati masih bisa dikenali wajahnya.

Sering aku tak habis pikir, bagaimana populasi pengendara di kota Surabaya dan Sidoarjo yang sangat padat, ibarat sekumpulan nyamuk kemudian dikebas pasti ada yang mati, meski nyamuk bisa terbang menghindar. Apalagi manusia dengan kendaraannya, sering aku lihat mobil-mobil mewah yang sudah penyok tak karuan habis kecelakaan. Aku bisa bayangkan mobil itu pastilah harta istimewanya, akhirnya menjadi rusak dengan korban nyawa.

Padahal aku ingat sekitar tahun 80an saat itu aku masih kecil, polisi melakukan sosialisasi dan menetapkan peraturan bagi pengendara motor untuk menggunakan helm, tapi protes terhadap kebijakan itu sangat gencar. Memang sih, orang kalau pakai helm gak kelihatan wajahnya, lebih mirip kepala capung atau pentol korek api.. xixixixi. Tapi manfaat dan kegunaannya itulah yang seharusnya diperhatikan. Sampai saat ini kesadaran itu masih saja sering dilanggar (merasa punya nyawa cadangan kali di rumahnya.. he.he).

Aku pikir suatu kebijakan dari pemerintah itu pastilah sudah melalui survey dan dialog panjang (sampai kepanjangan malah) dan semua untuk kebaikan bersama. Tapi karena bangsa kita lebih suka menolak lebih dulu daripada menjalankannya karena dianggap terlalu mengada-ada. Membawa anak kecil dan ditempatkan di depan pengemudi motor juga sangat berbahaya, apalagi berboncengan banyak.

Tapi mungkin bangsa kita orangnya jagoan semua, jadi aturan dibuat justru untuk dilanggar. xixixixi.. ealah.. kapan bangsaku ini sadar akan dirinya dan menghargai sebuah aturan. Kalau bukan aturan yang gak disahkan departemen kehakiman gak usah repot-repot bikin aturan sendiri. Yang pasti sebuah aturan itu pastilah untuk tujuan kebaikan.

Seringkali aku juga mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan ketika di jalanan. Diserempet dengan kecepatan tinggi sampai jalanku seketika dipotong tanpa memberi tanda, untungnya aku gak pernah berkendara dengan kecepatan tinggi, paling-paling antara 20-40 km/jam. Cukup lama juga kalau mo nyampai ditujuan (yang nunggu kadang sampe kering.. xixixixixi).

Tapi biar lambat asal selamat, toh aku juga gak diburu siapa-siapa, kalau emang takut telat ya berangkat lebih pagi aja untuk menghindari macet, kalau perlu pas ayam berkokok di pagi hari langsung berangkat.

Tapi aku pikir di Surabaya ataupun Sidoarjo masih tergolong disiplin daripada di kota-kota kecil lainnya, sudah gak pake helm, ngebut lengkap dengan asap knalpotnya yang menggelapkan pandangan, ngangkut segala macam di kendaraannya sampai oleng.. (kayaknya aku mesti harus bersyukur dengan kehidupanku di kota besar ya..).

Baiklah sahabatku, maaf kalau kali ini aku tak berkisah tentang perjalanan gaibku, mungkin lebih mirip curhat aja. Tapi setidaknya aku ingin kita semua menyadari, alangkah berartinya raga dan nyawa kita. Seandainya di supermarket ada yang jualan sparepart anatomi manusia, kalau cuma patah tinggal ganti aja. Apalagi nyawa, jelas gak ada jualannya. Meskipun kamu sudah pasrah bisa mati kapanpun dan dimanapun, tapi ingatlah ada orang-orang terkasih yang sebenarnya menunggu kehadiranmu di rumah dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. So jaga dirimu sahabatku, tetap berpikir positif, tetap berdoa dan tetap beribadah. Kasihku untukmu semua..

Petunjuk Kebenaran Tuhan Tahun 2010 (September-Oktober) Jilid 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang