Perjalanan Gaibku Dalam Kematian

20 2 0
                                    



Sehari yang indah, saat ku terlepas dari ragaku, dibawanya aku ke sebuah tempat yang indah, sejuk dan damai. Dipertemukannya aku dengan orang-orang yang aku anggap suci karena mereka terlahir hanya untuk menjadi Rasul. Ditunjukkannya padaku perjalanan panjang dan melelahkan sepanjang hidupku seakan menjadi sebuah cerita di masa lalu dan aku telah melewatinya.

Masih kuingat cita-citaku untuk menjadi seorang psikolog, masih kuingat janjiku pada anak-anakku untuk membawa mereka semua kembali dalam kehidupanku, masih kuingat janjiku pada redakturku untuk menyelesaikan deadlineku, masih kuingat janjiku untuk menjadi Lead Fasilitator pada sebuah Training. Masih kuingat banyak hal yang belum terselesaikan, tiba-tiba aku seperti menarik nafas panjang yang sangat sakit, dan kulihat tubuhku masih tergeletak di kamarku.

Akupun meninggalkan semua cita-cita dan janji-janjiku yang belum aku tepati. Seakan waktuku telah berhenti. Aku telah meninggal. Akupun begitu saja meninggalkan semua hiruk pikuk kehidupan, bagaimana asyiknya aku fesbukkan, bagaimana candaku kepada anakku, dan semua hal yang indah dan kisah sedih itu aku tinggalkan.

Aku tak dapat mengembalikan diriku pada raga itu untuk sekedar berpesan pada anakku atau orang-orang yang telah aku janjikan. Tak sempat lagi. Saat kusadar diriku hanyalah sebuah ruh tanpa bentuk nyata, tak bisa disentuh, tak bisa diraba dan gontai. Seolah ada kekuatan besar yang menarikku untuk membawaku ke sebuah tempat yang gelap dan aku tak kuasa berlari dan bersembunyi.

Setiap pertanyaan yang diajukan padaku tak mampu kujawab dengan alasan atau kebohongan, semua nampak begitu terbuka hingga hal-hal yang sekecil-kecilnya yang pernah aku perbuat. Alangkah banyaknya dosaku di setiap hembusan nafasku semasa hidup meskipun hanya sekedar mengeluh, kenapa nasibku begini? Hatiku mengungkap semua perbuatanku meskipun hanya niat, prasangka ataupun perasaan penyesalan. Tak bisa kutahan rasa pedihnya bahkan akupun tak sanggup untuk menangis. Aku tak berdaya apa-apa tanpa ragaku.

Kusebut NamaNYA atas penyesalan yang tak dapat kumaafkan sendiri, ku menjerit tapi tak ada yang mendengarku, dimana anak-anakku, dimana orang tuaku, dimana kekasihku, dimana sahabat-sahabatku, mengapa mereka tak mendengarku? Aku sendiri dengan segala penyesalan yang telah terlambat untuk aku benahi.

Tiba-tiba bayangan putih itu menarikku dan mengajakku ke sebuah tempat yang asing bagiku, begitu tenang dan damai. Meski masih kurasakan sakitnya siksa itu, mereka berusaha menyadarkanku bahwa itulah yang akan terjadi padaku dan setiap manusia saat dirinya dipanggil Allah.

Segala kebanggaan yang pernah dimiliki status sosial, harta, keluarga, sahabat, pendukung fanatik pun tak ada yang mampu menahannya. Kematian adalah sesuatu yang pasti dan tak akan seorang pun yang mampu menghindar dari kematian serta pertanggungjawaban di alam kubur. Dan semua yang dimiliki di dunia ditinggalkan tanpa ada satupun yang bisa kita bawa meskipun sekedar foto kenangan bersama orang-orang terkasih yang kita cintai. Semua berakhir tanpa kita tahu kapan kematian itu akan datang dan semua akan kembali kepadaNYA tanpa sempat kita menawar untuk bisa menikmati hidup lebih lama lagi.

Saat aku bertemu orang-orang yang dimuliakan Allah ini, mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya hanya mengabdikan diri mereka menyebar kebaikan dan keyakinan kepada Allah, Bagi mereka kedamaian di antara sesama makhluk haruslah dijaga, agar tidak terjadi kerusakan yang merugikan manusia atau makhluk Allah lainnya.

Aku jadi ingat banyak sekali demonstrasi dari kalangan bawah hingga kaum terpelajar melakukan demo disertai pengrusakan, banyak pula orang-orang yang saling menghujat dan menghina agama tanpa sadar apa yang telah dilakukannya melukai hati si penganut agama itu. Perebutan kekuasaan, materi menjadi penyulut perbuatan untuk saling merusak bahkan membunuh satu sama lain. Tak peduli apakah keuntungan yang diraihnya harus ditebus dengan nyawa dan harta.

Pencemaran, perampokan, korupsi, penyelewengan harta anak yatim menjadi hal yang biasa, teror tak henti-hentinya bahkan di jalanan yang serba padat pun terjadi hukum rimba, seolah raga dan nyawa orang lain tak ada artinya, asalkan tujuannya tercapai.

Sahabatku, aku diingatkan oleh sahabat-sahabat gaibku, bagaimana proses manusia hidup dan pada saat kematian, sungguh aku sadar, terkadang aku tak sadar bahwa apa yang aku lakukan salah meskipun aku yakin benar dan jalan yang aku tempuh sudah sangat benarnya (halal maksudku), ternyata ada beberapa hal yang telah aku abaikan, hanya karena terdesak oleh kebutuhan, aku diingatkan bahwa pekerjaan yang sebenarnya aku tahu bahwa aku digaji dengan uang yang tidak halal maka akan haram jadinya. Mengambil hak orang lain adalah dosa yang sulit untuk diampuni, padahal aku yakin yang aku kerjakan itu sudah benar adanya.

"Bekerja dan dibayar, soal uang bayarannya dari mana aku kan gak tahu?" kilahku.

Semoga saja aku segera bisa menerima hal ini, mengingat aku masih diberi kesempatan untuk bertemu anak-anakku dan memenuhi janji serta mencapai cita-citaku, kalau tadi siang aku beneran mati, wah aku pasti menyesal telah meninggalkan tugas dan kewajibanku sebagai muslim.

Maha Suci Allah yang telah membukakan hatiku untuk tak lagi angkuh pada kekasihku...he.he..

Petunjuk Kebenaran Tuhan Tahun 2010 (September-Oktober) Jilid 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang