14. Festival

7.6K 681 9
                                    

*

"(Nam)." Azira mendekati (Namakamu) ketika (Namakamu) sedang membaca novel.

(Namakamu) membalasnya dengan dehaman.
"Hm." (Namakamu) masih berkutat dengan novel yang ia baca.

"Lo marah ya sama gue?" (Namakamu) menghentikan acara baca-membacanya itu. (Namakamu) menatap Azira dengan tatapan datar. Azira melihatnya hanya menunduk.

Tak lama suara tawa (Namakamu) menggema dan membuat Azira bingung dan mengadahkan kepalanya.
"Gue gak marah sama lo." (Namakamu) terkekeh.

"Terus?" Tanya Azira.

"Ya gitu. Intinya gue gak marah." Azira menghela nafas lega.

"Eh, tadi gue denger kalau Salsha bakalan pindah?" Mia mengangguk.

"Padahal gue sama dia kan baru aja sahabatan lagi. Eh sekarang harus di pisahin." Azira menepuk pelan bahu (Namakamu).

"Sabar, ya. Kan masih ada gue." (Namakamu) menoleh ke arahnya. Setelah itu tersenyum.

"Iya. Makasih ya, Zir." (Namakamu) berpelukan dengan Azira.

Azira merenggangkan pelukannya, "Sama-sama. Oh ya, pas tadi pagi gue lihat ada papan iklan di deket sekolah. Kalau gue gak salah lihat sih nanti sore bakalan ada festival makanan sama bazar buku. Lo mau ikut gak (Nam)? Gue mau ke sana soalnya." Ajak Azira.

(Namakamu) tampak berfikir sejenak. "Hm.." Azira mengangkat satu alisnya.

"Gue ikut deh." Azira senang mendengarnya. (Namakamu) tersenyum.

"Tapi gue ajak Ferren gak apa-apa kan?"

"Ntar gue bilang Ferren deh buat ngajak Iqbaal juga." Senyum (Namakamu) sedikit memudar. Astaga, Azira lupa bahwa (Namakamu) masih cemburu sepertinya dengan kejadian kemarin.

"Eh, maaf (Nam) gue malah bahas Iqbaal lagi." Ucap Azira dengan wajah bersalahnya.

Senyum (Namakamu) kembali terpancar, "Yaelah, kenapa kalau bahas Iqbaal? Soal masalah kemarin? Gue sadar gue bukan siapa-siapa Iqbaal. Jadi, untuk apa gue marah sama dia?" Di akhir kalimat (Namakamu) mengangkat kedua bahunya lalu tersenyum.

"Udah, di bawa santai aja." Azira tersenyum mendengar perkataan (Namakamu).

Hei, mengapa kini malah (Namakamu) yang menyemangati Azira?

"Gue gak akan bisa marah sama lo, Zir." (Namakamu) sepertinya tahu apa yang sedang menyelubungi otak sahabatnya ini. Ia tahu betul jika Azira memiliki satu masalah yang belum ia tuntaskan, ia pasti akan selalu memikirkan masalah itu. Sebagai sahabat yang baik, (Namakamu) mencoba memberitahu Azira bahwa ia tidak marah kepadanya hanya karena masalah kemarin.

Azira mengangguk mengerti. Ia bangga sekali memiliki sahabat seperti (Namakamu), sahabat yang selalu mengerti perasaannya.

---

"Kak, tunggu!" Steffi berlari kecil mengejar Aldi.

"Kakak cepet-cepet banget sih." Steffi menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tak mau mati sia-sia karena kehabisan oksigen. Apalagi gara-gara mengejar Aldi yang jalannya begitu cepat.

"Lo yang jalannya lama." Steffi memutar kedua bola matanya kesal.

"Yayayaya. Gue selalu kalah." Ucap Steffi pasrah.

"Lo demen banget sih kak kalau ada acara festival kayak gini?" Steffi menengok sekilas ke arah Aldi sambil berjalan.

"Emang kenapa? Gue juga bosen kali kalau harus di rumah sakit mulu. Apalagi pasiennya gak ada yang cantik." Steffi menghentikan langkahnya dan melotot ke arah Aldi. Aldi menghentikan langkahnya juga.

DhiafakhriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang