37. Kampus

3.8K 337 14
                                    

Uuuu...
Sepi sekali ya? :)

---

Selama seminggu ini, Dhiafakhri selalu meluangkan waktunya untuk ke rumah sakit menemui (Namakamu).

"Kamu masih marah, ya, sama aku?" Dhiafakhri terkekeh di ujung kalimatnya.

Rasanya baru saja ia dipertemukan kembali dengan gadis yang begitu ia rindukan selama ini.

"Kalau kamu gak cinta sama aku, aku gak maksa kok." Dhiafakhri tersenyum sambil mengelus rambut indah gadis itu.

"Kamu kapan bangun? Apa kamu udah gak mau jadi sahabat aku? Bangun, (Namakamu)...." Dhiafakhri tertunduk, kepalanya menyentuh selimut ranjang.

"Nghhh," Dhiafakhri merasakan ada sesuatu yang bergerak.

Dhiafakhri menengadah. "(Namakamu)? Kamu udah sadar?" Dhiafakhri tersenyum senang.

Gadis itu mengangguk lemas. "Aku panggilan dokter dulu, ya?"

Dhiafakhri keluar menemui dokter lalu memberitahu kepada Hito melalui sambungan telepon.

***

"Maaf, gue cuma bisa kasih ini ke lo." (Namakamu) tertawa kecil setelah mendengar kalimat seseorang yang baru saja datang dengan parsel buah untuknya.

"Kok lo ketawa, sih?" (Namakamu) tersenyum.

"Emang kenapa? Orang sakit gak boleh ketawa?" Seseorang itu menggeleng sambil mengibaskan telapak tangannya.

"Bukan gitu."

"Terus?" Tanya (Namakamu).

"Terus?" Ulang seseorang itu.

"Lo itu gemesin banget, sih, Rafto!" (Namakamu) tersenyum tipis.

"Ah, bisa aja. Gue jadi malu, nih." Rafto tertunduk malu.

"Hahaha!" (Namakamu) tertawa geli.

Rafto sudah datang lima belas menit yang lalu untuk menemani (Namakamu) di sini, menggantikan Dhiafakhri. Sebenarnya, ia diminta Hito untuk mewakilinya. Hito memiliki pekerjaan yang benar-benar tidak bisa ia tinggal di hari ini.

"Lo udah makan belum, To?" Rafto menggeleng.

"Belum," Jawabnya.

"Makan sana." Perintah (Namakamu).

"Enggak ah,"

(Namakamu) mengernyitkan alisnya.

"Kenapa?" Tanya (Namakamu).

"Udah kenyang," Jawab Rafto.

"Kenyang ngelihat wajah kamu yang makin hari makin manis."

Hening lima detik.

Lalu terdengar gelak tawa dari (Namakamu).

"Gombal."

"Gak gombal, kok." Rafto tersenyum.

"Terus?" Tanya (Namakamu) sambil menatap lamat-lamat wajah Rafto.

"Jangan terus mulu. Nanti nabrak."

(Namakamu) kini tahu, Rafto bisa mengendalikan segala macam situasi. Rafto memiliki selera humor yang tinggi, itu membuat dirinya semakin percaya akan sesuatu hal.

"Boleh nanya, gak?" Rafto memasang wajah seriusnya.

"Bukannya itu pertanyaan, ya?"

Rafto tampak berpikir. "Iya juga, sih."

DhiafakhriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang