Matahari mulai mengeluarkan cahayanya, burung-burung mulai berkicau dan menari-nari di sekitaran balkon rumah. (Namakamu) menyibakkan selimutnya kasar. Matanya begitu berat ia buka, untuk sekadar duduk dari tidur saja sulit, apalagi berdiri.
(Namakamu) memaksakan diri untuk berdiri, tak peduli pusing yang makin menjalar di kepalanya. Ia memasuki kamar mandi setelah ia dapat berdiri walaupun terlihat sempoyongan.
BRUK
Hito yang mendengar suara seperti ada yang terjatuh dari atas sana segera berlari ke arah suara. "Kamar (Namakamu)?" Ia mengetuk pintu kamar adiknya. "(Nam)..." Masih tidak di sahut.
"Kamu baik-baik aja, sayang?" Jawabannya masih sama dari dalam. Ia memutar knop pintu. Berhasil! Pintunya ternyata tidak di kunci.
Saat di dalam kamar, Hito mendengar suara air shower yang masih menyala di dalamnya. Dan ia juga tidak menemui (Namakamu). Sudah ia pastikan, adiknya di dalam kamar mandi.
Hito memutar knop pintu kamar mandi. Sial! Kali ini terkunci. Ia harus apa? Baiklah, tanpa berpikir untuk kedua kalinya ia akan mendobrak pintu ini. Tak masalah nantinya harus ada tukang yang memperbaikinya, yang terpenting adalah adiknya ini.
Hito melihat (Namakamu) tergelak di lantai kamar mandi dengan pakaian yang belum ia buka. Ia menebak, saat baru memasuki kamar mandi, adiknya langsung seperti ini. "Astaga." Hito membawanya ke ranjang. Ia membersihkan darah yang masih mengalir bebas di sekitaran hidungnya.
"Aldi, Aldi." Ia teringat lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Aldi.
---
"Iqbaal, bangun! Ini udah pagi." Suara kicauan Fildza membuatnya risih. "Aduh, apaan sih, Teh?" Iqbaal menutup kupingnya dengan bantal di sampingnya.
"Kamu gak sekolah emangnya?" Terlihat Fildza yang sedang menyibakkan horden membuat Iqbaal terduduk.
"Emang udah jam berapa?" Ucapnya setelah itu menengok ke arah jam di atas nakas.
Matanya membulat, "Gila!" Fildza yang kini melipat selimut yang tadi Iqbaal pakai terkekeh melihat adiknya kelabakan ketika ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang dua menit.
***
"(Namakamu) gak masuk, Miss." Azira tertegun mendengar ucapan Karel saat guru biologi itu menanyakan siapa murid yang tidak masuk hari ini.
"Baik, terima kasih." Karel mengangguk lalu kembali duduk setelah berdiri di samping Miss Fida.
"Eh, kok (Namakamu) gak masuk sih?" Azira berbicara ke Karel saat Karel baru saja duduk ke kursinya.
"Sakit katanya." Azira seketika diam setelah mendengar perkataan Karel. Iqbaal yang mendengar perkataan Karel diam-diam seketika merasa khawatir.
Dia sakit apa? Batinnya terus bertanya.
---
"Steff, tadi gue telfon Kak Hito katanya (Namakamu) masuk RS. Jenguk yuk ntar." Steffi mengangguk sambil menulis beberapa ringkasan dari buku paketnya.
"Ngomong-ngomong dia sakit apa, ya?" Azira yang berada di samping Steffi, kebetulan samping Steffi sedang tidak masuk, jadi Azira izin sebentar kepada Ferren untuk pindah tempat duduk untuk hari ini saja.
Steffi memberhentikan kegiatan tulis-menulisnya. "Kenapa?" Tanya Azira. Steffi menggeleng. "Dia sakit apa? Kok kayaknya gue denger dia masuk RS mulu, sih?" Steffi mengalihkan pandangannya ke buku tulisnya.
Gue bilangin gak ya yang sebenarnya? Steffi membatin. Steffi mengetahui semua itu. Aldi sudah memberitahunya ketika Aldi mengetahui bahwa (Namakamu) Audina adalah sahabat dari Steffi. Tapi, kini Steffi bingung, apakah ia harus membeberkan semua yang terjadi pada (Namakamu)? Bagaimana jika sahabatnya itu marah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiafakhri
Fanfiction[ BEBERAPA PART DIPRIVATE ] (Namakamu) menghapus Dhiafakhri dari hidupnya. Hingga akhirnya (Namakamu) tahu bahwa Dhiafakhri tak pernah benar-benar meninggalkannya.