XXIV

5.8K 562 14
                                    

VOTE DAN COMMENT YA, SIS/BRO :)

---

[(Namakamu) POV]

Setelah gelap yang ku lihat, kini cahaya terang menyilaukan pandanganku. Dimana aku?

"Hallo, ada orang di sini?" Tanyaku pada lingkungan putih yang sama sekali tak ku kenali.

Tidak ada sahutan. Hei, di mana aku?

Aku terpaksa melangkah terus hingga akhirnya dari kejauhan aku melihat kursi putih yang diduduki oleh seorang laki-laki. Siapa dia?

Ada dua hal yang harus ku ketahui jawabannya ; 1. Di mana aku? dan 2. Siapa dia?

Kakiku membawa aku kepadanya. Aku kini telah di depannya, aku melihatnya menunduk. Aku masih belum mengenalinya.

Aku menepuk pundaknya sehingga membuatnya mengadahkan kepalanya. Aku... Mengenalinya.

"P.. Papa?" Aku terkejut bukan main. Dimana Mama? Kenapa aku cuma menemui Papa disini?

"Anakku...," Ia tersenyum haru melihatku. Aku melihatnya memakai baju berwarna putih, sama halnya denganku. Aku memakai gaun berwarna putih yang menurutku begitu indah.

Ia menepuk ruang kosong di sebelahnya, menginstruksikan agar aku duduk di sampingnya. Aku mengikuti perintahnya itu.

Aku telah terduduk di sampingnya. "Maafkan Papa, nak." Terlihat ada wajah bersalah di matanya. Papa, jangan seperti itu! Jangan membuatku cengeng untuk saat ini.

"Papa gak salah apa-apa." Ucapku menggeleng seraya tersenyum. Ia menyelipkan anak rambutku yang sesekali terjatuh.

"Mama di mana?" Papa terdiam. Aku menggoyangkan lengan kirinya. "Mama di mana?" Ulang ku. Mungkin saja ia tidak mendengar perkataan ku.

"Papa sudah meninggalkan mama sendirian." Aku bingung, apa maksudnya?

"Aku tidak mengerti."

"Aku meninggalkan Mama satu bulan yang lalu. Mama selamat, aku tidak. Entah, sepertinya Mama tidak memberitahumu." Aku menggeleng tak percaya. Papa memegang kedua tanganku.

"Aku tahu kamu menyembunyikan semua penyakit itu, kan? (Namakamu), Papa tahu kamu anak yang kuat, kamu gak boleh lemah gitu aja sama penyakit kamu itu. Terus berjuang dong, anak Papa." Aku menggeleng sambil mengeluarkan air mata.

"Aku mau di sini temenin Papa. Biarin aja mereka. Aku gak peduli, mereka pasti cuma mau berteman sama aku karena kasihan sama aku. Aku juga gak mau nyusahin mereka lagi." Papa menghapus air mataku walau air mataku nantinya masih turun juga.

"Ssstt.... Kamu jangan ngomong begitu." Papa melihatku tidak suka dengan apa yang sudah aku bicarakan tadi.

"Kamu temui mereka. Mereka menunggu kamu." Aku dengan cepat menggeleng. "Aku mau temenin papa di sini!!!" Rengekku. Bodo amat jika aku sekarang di bilang seperti anak kecil.

"Kamu sayang sama Papa, kan?" Aku mengangguk. "Kamu sayang sama Mama?" Aku mengangguk. "Kamu sayang sama Hito?" Aku mengangguk.

"Kalau kamu sayang sama mereka, temui mereka. Papa yakin, keajaiban pasti ada. Kamu bisa sembuh, sayang." Aku bingung.

"Ya sudah, Papa ke sana dulu ya?" Papa menunjuk arah kanannya lalu bangkit dari duduknya meninggalkan aku.

Aku bangkit dan mulai meninggalkan tempat itu.

***

[ Author's POV ]

"Kamu capek banget ya? Udah seminggu kamu belum bangun, sayang." Wanita paruh baya ini terus mengecup punggung tangan anak perempuannya.

DhiafakhriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang