26. Kedatangan

6K 630 14
                                    

16.25
Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Bandara mulai ramai dengan penumpang yang baru saja turun ataupun penumpang yang menunggu pesawat delay.

Terlihat ada seorang pria yang sepertinya sedang menunggu seseorang di sini.

"Dia di mana sih?" Sekali-dua pria ini melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul empat lewat.

"Hito!" Arahnya mengikuti panggilan itu. Lelaki yang berusia lebih muda darinya berjalan ke arahnya sambil menarik koper hitamnya.

"Wei, bro! Sori, jadwal yang gue kasih meleset sedikit," ucap lelaki ini sambil menepuk pundak Hito akrab. Hito menggeleng tak apa.

"tadi sempet transit dulu." Hito mengangguk.

"It's okay, Ki!" Kiki tersenyum. Lalu Kiki menengok ke kanan-kiri. Hito melihatnya kebingungan.

"Ada apa, Ki?" Tanyanya.

"Adek lo mana, bro?" Ia mengangkat alisnya. Tak lama, tawa geli merasuki Hito.

"Adek gue masih di rumah, sakit dia." Kiki menatapnya serius.

"Dia sakit apa?"

"Nanti gue ceritain." Hito mendorong Kiki agar segera keluar dari bandara. Kiki hanya mengangguk pasrah.

---

(Namakamu) terduduk bersandar dengan bantal empuk berwarna putih. "Bosen." Ia memainkan jari-jari kakinya.

"Hp gue mana ya?" Ia mengubah posisinya menjadi duduk di sisi ranjang lalu tangannya dengan cekatan mengaduk-aduk isi laci.

"Mana sih?" Sedikit mengintip ke dalam laci yang tidak terlalu terang.

Tangannya bergerak mengambil handphone yang tertutupi oleh amplop berwarna biru. Ia mengambil dua benda itu sekaligus.

"Amplop apa nih? Kok gue baru liat?" (Namakamu) kembali bersandar pada bantal empuk itu. Meletakkan handphone di sampingnya. Lalu mulai iseng membuka amplop yang baru saja ia temukan.

(Namakamu) mulai membuka lipatan kertas putih di dalamnya.

Ia membacanya satu demi satu paragraf.

Terlihat semakin ke bawah yang ia baca, semakin berkaca-kaca pula matanya.

Intinya, kita putus.

Apa-apaan ini?

Matanya tak kuat menahan semuanya. Satu demi satu air matanya mulai beralih fungsi menjadi sungai sementara.

Kepalanya menggeleng pelan.

Salam rindu,
Iqbaal Dhiafakhri R

Jadi, selama ini perasaan Iqbaal untuknya apa? Apakah selama ini ia hanya dipermainkan? Oh, ayolah. Dia yang membuatnya (Namakamu) pertama kali jatuh cinta. Dan dia juga yang membuat (Namakamu) pertama kali sakit karena cinta.

Benar, bukan apa yang ia pikirkan pertama kali. Kalau sudah terlanjur jatuh cinta pada seseorang, pasti akan susah merelakannya. Merelakannya untuk orang lain.

Awalnya memang ia tak percaya dan tak ingin jatuh cinta. Namun, apalah daya semesta membuatnya begini.

"Gue juga bisa hidup tanpa lo, kok." Entah sadar atau tidak (Namakamu) mengatakannya. Ia menghapus kasar air mata itu.

"Ini akan jadi tangisan terakhir gue untuk lo." (Namakamu) tersenyum kecut.

"Lo pasti bisa lupain dia, bisa!" Dirinya menyemangati diri sendiri.

DhiafakhriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang