30. Mama Pergi

5.3K 420 10
                                    

THANK YOU FOR 10K VOTES!🙏

Sebagai ucapan terima kasihnya, hari ini saya double update.

Anyone happy? *krik*

***

(Namakamu) POV

Aldi dari tadi berisik banget. Sejak aku sampai di sekolah sampai aku udah rumah, Aldi gak berhenti buat telepon aku. Hpnya udah aku silent, tapi tetap aja geter.

Aldi itu gak peka. Masa dia lupa kalau dia udah satu tahun pacaran sama aku?

Walaupun orang-orang bilang kalau aku sensitif, tapi, emang aku salah kalau bersikap gitu ke dia? Aku 'kan juga mau dikasih kejutan.... #plis ini mupeng#

Umh ... daripada mikirin Aldi yang gak peka itu, aku mending buka laptop.

Aku menjatuhkan bokongku di atas kursi belajar lalu membuka laptop yang terdapat logo apel yang digigit separuh.

Aku mulai membuka Microsoft Word. Ini hari ke-empat aku menulis. Entah kenapa waktu hari pertama aku memikirkan untuk menulis ini. Mungkin, saat itu aku lagi galau, jadi tuangin aja semua perasaan lewat tulisan. Itu kebiasaan aku memang.

Tulisan ini bukan untuk dia, bukan untuk aku, bukan untuk siapa. Tapi, ini untuk cinta. Aku berusaha membentuk satu demi satu kata dalam tulisan ini. Ada juga beberapa puisi yang aku ambil dari pujangga yang aku kagumi. Misalnya, Chairil Anwar dan Aan Mansyur.

Tanganku mulai menari di atas keyboard.

"Di tempat jauh tidak ada masa lalu. Jarak antara kenangan dan masa depan ialah keterpisahan laut dan kalut di dada yang berusaha tidak meluap di mata. Tapi kau tidak pernah tahu: siang ini langit akan baik-baik saja atau badai datang menyerang sekali lagi.
Kau tidak pernah tahu."

Kata-kata yang di ambil dari puisi Aan Mansyur itu aku kira tepat untuk aku tuliskan di halaman 41 ini.

Aku mulai terhanyut dalam ketikan selanjutnya.

Tapi, tak lama suara ketukan pintu terdengar. Aku dengan malas beranjak dari kursi lalu membuka pintu.

"Ada apa sih, Ma?" ucapku benar-benar malas. Karena, sekarang aku memang tidak ingin diganggu siapapun.

Mama tetap tersenyum walaupun aku menatapnya seolah memberitahu bahwa Mama harus cepat pergi dari hadapanku. Sekali lagi, aku tidak ingin diganggu. Nanti yang ada ketika aku sampai di depan laptop, apa yang seharusnya aku ketik sekarang seketika buyar. Aku memang sering lupa.

"Ke bawah yuk, Sayang? Udah ada Aldi tuh." Aku mengernyit. Apa? Aldi? Untuk apa dia ke sini malam-malam?

Aku menghela napas lalu ke bawah dan meninggalkan Mama yang masih ada di depan pintu kamar. Entah Mama ngapain di depan pintu kamar. Yang jelas aku sekarang ingin memaki Aldi.

Aku turun tangga dengan terburu-buru. Lalu seperti kilat, aku sudah sampai depan Aldi yang masih berdiri walau di belakangnya sudah ada sofa empuk yang menantinya.

Aldi tersenyum lebar. Aku hanya memberinya senyuman tipis, sangat tipis. "(Namakamu)... Aku tahu kamu marah sama aku--"

Aku menghentikan ucapannya dengan mengangkat tanganku di hadapannya. "Stop!" Aldi mengatupkan bibirnya.

DhiafakhriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang