Part 1 - Family

34.8K 1.7K 140
                                    

"Rein," panggil Ken dari kejauhan, mendekati Rein yang sedang asik membaca buku di taman belakang.

"Ga sopan, panggil kakak Rein."

"Rein Aretha Ardhani! Tuh, mending manggil nama lengkap ketimbang manggil pake embel-embel Kakak," sahut Ken sambil tersenyum jahil.

"Tetep aja aku lebih tua dari kamu, Ken Orlando Hamizan! Kamu kan adik kelas aku di sekolah."

"Itu kan di sekolah, masa harus dibawa-bawa sampai ke rumah."

"Hei, ngapain kalian di situ? makanannya udah siap tuh. Ayo cepetan," ajak Rasya yang melongok memanggil mereka dari jendela dapur.

Rein dan Ken bergegas masuk dan berkumpul di meja makan.

Di meja makan sudah berkumpul tiga keluarga. Ratna, Bayu dan Rasya Bratayuda, Hans, Nindi dan Ken Hamizan serta keluarga Tristan, Hana, Rein dan Zain Ardhani. Setiap akhir bulan adalah jadwal mereka kumpul bersama, saling bernostalgia, dan sekarang giliran Tristan yang menjadi tuan rumah.

"Papa mertua, Senin jadi datang buat seminar kan?" tanya Rasya ke Tristan.

Sekarang Rasya kuliah di MIPA UI mengambil jurusan Fisika Nuklir dan Partikel mengikuti jejak Tristan. Dari dulu dia kerap memanggil Tristan dan Hana sebagai Papa dan Mama mertua untuk menggoda Rein yang selalu terlihat canggung dimanapun dia berada.

Rasya dan Rein tumbuh besar bersama di Tokyo dan Rasya yang lebih tua 2.5 tahun dari Rein selalu bersikap sebagai kakak sekaligus bodyguard-nya.

Rein menggetok kepala Rasya dengan ujung sendoknya, merasa sebal digoda seperti itu.

Tristan tertawa dan menjawab, "Iya, aku ngisi materinya Senin jam 9. Kamu dateng, Ras?"

"Kalau Papa mertua yang ngisi materi masa aku ga dateng, bisa batal jadi mertua entar," seru Rasya tak tahu malu dan Rein langsung menginjak kakinya membuat Rasya mengumpat kesakitan, sementara yang lain mendengus tertawa di balik piring masing-masing.

"Rein, kamu mau kuliah dimana? Bentar lagi lulus kan?" tanya Hans.

"Aku mau kuliah di Tokyo, Om," jawab Rein cepat.

"We already discuss it, I won't allow it!" sahut Tristan singkat dan Rein mendelik marah.

"Aku kan apply beasiswa, Pa, aku mau masuk University of Tokyo majoring architecture."

"Not in your bachelor degree, nanti aja kalau kamu mau lanjut Master degree."

"Kenapa Zain boleh sekolah di luar?" protes Rein lagi ke adiknya yang boarding school di Singapore.

"Karena aku ganteng," sahut Zain tak kenal situasi. Sering berkata asal tanpa dipikir sebelumnya jelas menurun dari sang ibu, padahal dia jenius.

Rein memelototi adiknya yang super menyebalkan.

"Lagipula aku tahun depan ke MIT, udah pasti lolos," sahut Zain yang makin membuat kesal Rein.

Zain yang jenius dengan IQ 173 akan menempuh pendidikan di Institut Teknologi Massachusetts jurusan Engineering selepas dari boarding school di Hwa Chong Institution, Singapore. Usianya hanya terpaut dua tahun dari Rein tapi untuk level pendidikan, mereka sama-sama di tingkat akhir high school karena Zain loncat kelas dua kali saking pintarnya. Untung saja dia setinggi ayahnya jadi tidak terlalu terlihat seperti anak kecil dan Zain sangat suka berolahraga.

"That's not fair!" gerutu Rein yang bangkit berdiri ingin meninggalkan meja makan.

"Rein, habiskan makanan kamu, tidak boleh pergi sebelum semua selesai. Don't be rude! Kamu sudah besar, ga malu sama yang lain memangnya?" tegur Tristan tajam.

Somewhere Only We knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang