Part 28 - Reckless

12.1K 1K 63
                                    


Ken pasti sudah gila, jelas dia sudah gila sekarang. Otak dan logikanya sudah tak bisa diajak bekerjasama sama sekali.

"Ken...." desahan tertahan Rein semakin mengacaukan pikirannya.

Tarikan napas tajam dan deru napas yang memburu akibat cumbuan tanpa henti mengacaukan akal sehatnya. Jari-jari Ken gemetar ketika dia membuka satu-persatu kancing baju Rein. Bahkan dalam impian terliarnya dia tak bisa membayangkan hal ini akan terjadi ketika Rein menarik wajahnya mendekat dan menciumnya dengan rakus.

Lenguhan Ken terlontar dari kerongkongannya saat Rein menjalankan jari-jemarinya yang lentik di sepanjang dada telanjangnya.

Ken melepaskan baju Rein, membiarkannya terjatuh ke lantai yang dingin. Menampilkan tubuh sempurna Rein yang hanya memakai pakaian dalam, membuat napas Ken semakin memburu dan nafsunya sudah melewati kepalanya yang panas.

Ken membaringkan Rein dengan perlahan di tempat tidurnya, memberi ciuman-ciuman kecil di sekujur tubuh Rein dan Rein mendekap Ken lebih erat, tangannya meremas bahu dan rambut Ken ketika Ken menciumi lehernya.

"Ken...." desisnya ketika Ken memberi gigitan kecil di dada atasnya sementara tangan Ken yang lain menyelinap membuka kaitan bra Rein dan melepaskannya, mengekspose dada bulat sempurna Rein yang membuat Ken semakin menggila.

Rein mengerang ketika Ken meremas payudaranya sementara mulutnya tak berhenti menghisap dan memainkan lidahnya, meninggalkan jejak basah pada payudaranya.

Desahan Rein tak terdengar ketika Ken membungkamnya dengan ciumannya penuh nafsu sementara tangan mereka saling terpaut.

"Rein...." bisik Ken dengan suara bergetar.

Jemari Ken menelusuri wajah Rein yang memerah. Dalam sekian detik Ken mencoba mengumpulkan akal sehatnya yang tersisa. Matanya menatap Rein yang balas menatapnya dengan pandangan sayu.

"It is so wrong, Rein...." bisiknya dengan suara tercekat.

Rein tak menjawab, hanya menarik wajah Ken dan menciumnya. Jari-jemarinya menelusuri punggung Ken perlahan ketika mereka berciuman, membuat Ken melenguh kencang.

Rein menyentuh pelan pipi Ken ketika mereka saling menatap lagi.

"Help me, Ken... please help me," bisik Rein putus asa dengan tatapan memohon.

Ken mengerang, menyerah. Menarik tubuh Rein semakin mendekat, melepaskan seluruh pakaian yang masih tersisa dan menyatukan tubuh mereka berdua.

--------------

Rein memasuki rumahnya pada malam hari, dia baru saja pulang diantarkan Chika selepas dari mengerjakan PR yang menggunung di rumah Chika. Rein kesal karena mereka sebentar lagi ujian tapi PR yang diberikan malah semakin banyak. Dia menghampiri kedua orangtuanya memberi salam.

"Rein, kamu mau makan? Nanti Mama angetin makanannya," tanya Hana.

"Ga, Ma, makasih. Aku tadi sudah makan di rumah Chika," jawab Rein sambil tersenyum.

"Mmm... kamu dapet paket, itu Mama taruh di meja deket TV ya."

Rein menuju meja TV yang ditunjuk, melihat paket kotak agak besar dan tercekat melihat alamat pengirimnya.

Angkasa, New York.

Sudah dua bulan sejak Angkasa pergi tanpa pernah berkomunikasi lagi dengan Rein.

Rein membuka paket itu perlahan dan melihat sketsa dirinya yang terlihat sangat nyata dalam bingkai hitam sederhana. Ada signature Angkasa dibawah sketsanya, membuat air mata Rein mendadak merebak. Dia membuka amplop yang berisikan surat dari Angkasa dan membacanya.

Somewhere Only We knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang