Part 38 - Impact

9.7K 1K 27
                                    

"Dia menghubungi kamu lagi?" tanya Ken ke Rein yang menyenderkan kepalanya di bantal kecil yang ada di pangkuan Ken sambil menonton drama Korea.

Hanya karena rasa cinta yang terlalu besar pada Rein lah yang membuat Ken rela menonton tayangan cowok dengan wajah kelewat mulus melebihi ember plastik tapi herannya sangat digandrungi para wanita.

Tangan Ken bermain-main dengan rambut panjang milik Rein, mengelusnya perlahan atau dengan iseng mengambil sejumput dan menyapukannya ke lengan Rein. Rein paling tak suka dikelitiki, kulitnya sensitif dan sangat gampang merasa geli.

Tadi siang jam 10.00, Ken datang ke rumah Rein dan menjemputnya untuk makan siang kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah Ken.

Dia kangen memeluk kekasihnya yang dalam dua minggu ke depan akan berangkat ke Tokyo. Yang Ken inginkan hanyalah menghabiskan waktu sebanyak-banyaknya dengan Rein karena nanti mereka akan sulit untuk bertemu. Belum apa-apa Ken sudah sangat merindukannya.

"Siapa yang kamu maksud? Dean atau Yuji, teman masa kecil aku di Tokyo dulu?" goda Rein, padahal dia tahu persis kalau Ken menanyakan soal Angkasa.

Ken mencubit pipi Rein gemas.

"Kamu tahu siapa yang aku maksud! Aku bahkan malas nyebut nama dia. Tapi aku juga ga suka kamu ngobrol sama Dean dan teman kamu si Yuji, Yuji itu," seru Ken sambil cemberut.

"Hey, aku sama Yuji akan masuk universitas yang sama walaupun beda jurusan. Lagipula ayah Yuji rekan sesama peneliti Papa waktu di Tokyo dulu, keluarga kami dekat. Jadi kami akan sering bertemu. Dia juga yang merekomendasikan apartment untukku di dekat kampus. Kamu jangan marah ya," goda Rein lagi dan Ken hanya bisa mendengus sebal.

"Usahakan berteman dengan wanita saja, beri jarak satu meter kalau kamu mau bicara dengan pria lain."

Rein bangkit dan menoyor kepala Ken.

"Kamu sakit jiwa!!" Dia sebal dengan perilaku posesif Ken yang kadang di luar nalar.

"Aku psikopat pribadimu," jawab Ken sambil nyengir.

Dia mengakui kalau dia memang selalu berlebihan kalau sudah menyangkut Rein. Kemarin saja saat mereka mengantri tiket bioskop, Ken merasa bola matanya hampir keluar karena memelototi pria yang terus saja mencuri pandang ke arah dada dan bokong Rein.

Punya pacar yang kelewat sexy memang serba salah. Ken suka melihatnya tapi tak rela kalau orang lain juga ikut memperhatikan. Makanya dia selalu membawa jaket setiap mereka jalan bersama dan memaksa Rein untuk mengenakan jaket miliknya atau meminta Rein mengganti roknya dengan celana panjang. Padahal Rein yang feminim suka sekali mengenakan rok-rok manis dan biasanya sebatas lutut yang makin menonjolkan kakinya yang jenjang.

Ken mencium pipi Rein dan menariknya agar duduk di pangkuan menghadap ke arahnya. Ken melingkarkan tangannya di pinggang Rein. Kemudian mencium bibirnya, membuat Rein tanpa sadar melingkarkan tangannya ke leher Ken dan membalas ciumannya dengan bersemangat.

"It's a very good position," bisik Ken sambil mengusap pelan pipi Rein dengan punggung tangannya.

"Mama dan papaku masih lama pulangnya loh," bujuk Ken yang sekarang mencium leher Rein dan memeluknya lebih erat. Tangannya mulai merambat masuk ke balik kaus Rein.

Rein menghentikan ciumannya dan mencubit hidung mancung Ken, memperingatkan.

"Keep your hand where I can see it!!" tegurnya.

"Okay," jawab Ken tapi tangannya malah meremas payudara Rein.

"Kennnnn!!!!" keluh Rein yang sekarang mencubit lengan Ken.

Somewhere Only We knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang