Part 5 - Sky

10K 1.2K 36
                                    


Rein datang ke salah satu spot favoritnya untuk membaca ketika istirahat sekolah. Di dekat parkiran, menghadap ke taman yang dibentuk sesuai logo sekolah. Dia sudah membekali dirinya dengan sandwich untuk makan siang.

Rein agak terkejut mendapati pria berambut ikal agak berantakan sedang duduk dengan buku sketsa dan pensil di tangannya. Tampak asyik menggambar sesuatu.

Ragu-ragu, Rein duduk agak jauh darinya di bangku panjang tersebut dan mulai membaca sambil mengeluarkan bekalnya. Rein agak gelisah, harus menawarkan sandwich tersebut atau tidak.

"Makan aja, ga usah nawarin. Aku sudah makan kok," kata pria itu sambil tersenyum ke arah Rein.

Rein terpana melihatnya. Dia tampan dengan rambut agak kecoklatan dan mata yang sekilas terlihat biru walau saat diperhatikan lagi, ternyata berwarna abu-abu padahal warna kulitnya tidak sepucat ras kaukasia.

"Kamu Rein, kan?" tanya pria itu.

"Iya, kok kamu tau?"

Senyum pria itu semakin lebar. "Wajar kalau kamu ga kenal aku. Aku murid pindahan di kelas 12 dan anak IPS juga, kamu IPA kan?"

"Iya, tapi kok kamu kenal aku?"

"Karena aku cowok dan kamu itu kelewat cantik. Ga mungkin lah ga dikenal orang walaupun aku cuma murid baru."

Rein mengernyitkan keningnya. Biasanya dia paling sebal sama orang yang bicara gombal. Tapi nada datar dan wajah yang sama datarnya ketika dia mengucapkan kalimat itu menarik perhatian Rein.

Pemuda itu melanjutkan kegiatannya menyelesaikan sketsa sementara Rein membaca sambil mengunyah sandwich pelan-pelan.

Rein tak tahan untuk tidak melirik apa yang sedang dikerjakan oleh pria itu. Ternyata dia sedang menggambar semak-semak di depan bangku taman lengkap dengan bayangan mataharinya dengan sangat detail.

Dia menggoreskan pensilnya beberapa kali memberi sentuhan akhir pada sketsanya membuat Rein tak tahan untuk tidak berkomentar.

"Wow, gambar kamu keren banget," seru Rein kagum.

"Not really, masih banyak yang salah kok," sahutnya merendah.

"Aku ga pernah bisa gambar sedetail itu. Kamu beneran hebat loh."

"Hmmm, dipuji sama cewek yang beken di sekolah, bikin aku jadi besar kepala. Thanks Rein."

"Aku ga beken. Aku kan murid pindahan juga, setahun yang lalu sih."

"Oh ya? Dari mana?"

"Lausanne."

"Swiss?"

Rein mengangguk.

"Papaku tadinya profesor dan peneliti di Ecole Polytechnique Federale de Laussane. Kalau kamu pindahan dari mana?"

"Washington DC. Papaku kerjanya pindah-pindah."

"Oh..aku punya kakak yang papanya kerja di deplu dan sering pindah-pindah juga. Pasti berat deh jadi kamu."

"Ya begitulah. Tapi kalau pindah dan ketemu teman yang asik menyenangkan kok. Kamu contohnya."

Rein tersenyum dan kemudian meneruskan berbagi percakapan dengan pemuda yang ternyata sangat menyenangkan untuk diajak bercakap-cakap membuat Rein melupakan buku yang tadinya ingin dia selesaikan.

Bel masuk berbunyi. Rein melirik sedikit ke arah pria itu yang sudah bangkit berdiri.

"It's nice to talk with you, Rein," ucapnya sambil tersenyum lebar

Somewhere Only We knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang