"Gibran udah jemput lo?" Tanya Geo sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Gatau," jawab Kia sekenanya.
Kia yang sudah selesai daritadi, masih menatap cemas keluar jendela. Sesekali ia menatap jam dikelasnya yang menunjukkan pukul 2 siang.
Setelah guru keluar dari ruang kelasnya, semua siswa berhamburan keluar kelas. Begitupun dengan Kia.
Geo menatap Kia cemas. Ia tau betul kalau sekarang gadis itu benar-benar merasa takut. Kia khawatir kalo perkiraannya itu benar.
Perkiraan tentang dimana buku merah itu berada. Apa ada ditangan Gibran? Dan apa Gibran membacanya?
Geo segera mengejar Kia. Sesuai dugaan, Kia belum jauh dan baru menuruni tangga ke lantai 1.
Dengan sigap Geo menahan tangan Kia dan membuat Kia berhenti. Kia menatap Geo aneh.
"Kenapa?" Tanya Kia.
"Gue harus nemuin Gibran sekarang dan jelasin semuanya, gue gamau hub--"
"Kalo lo gabisa ngadepin ini sendiri ... gue disini," ucap Geo.
Entah kenapa ucapan Geo barusan cukup membuat Kia tenang. Namun, Kia tetap menggeleng dan melepaskan genggaman Geo.
"Ini emang ada hubungannya sama lo. Tapi ini lebih ke hubungan gue sama Gibran. Gue yakin bisa sendiri," ucap Kia yang sebenarnya tidak sepenuh hati.
Entah sejak kapan, Geo mulai memperhatikkan perubahan sikap Kia yang mendadak dewasa saat menyelesaikan masalah.
Geo mengusap kepala Kia, "Good girl, semoga beruntung."
Kia tersenyum simpul, boleh ia akui kalau sentuhan tangan Geo tadi berhasil membuat bulunya merinding. Pasalnya, itu adalah pertama kalinya Geo bersikap manis.
Apa gue harus kesiksa dulu baru dia besikap manis?
Kia pun berlalu menuju gerbang sekolah meninggalkan Geo yang masih memandangnya.
Geo merogoh ponselnya dan menelfon seseorang yang mungkin bisa merubah mood-nya.
"Sab? Lo dimana?"
●●
"Kamu kenapa?" Tanya Gibran sambil memotong cheese cake dihadapannya.
Kia diam dan hanya memperhatikkan Gibran daritadi. Kia menggeleng cepat dengan gugup.
"Ada masalah ya?" Tebak Gibran.
Lagi-lagi Kia hanya menggeleng.
Gibran mulai merubah raut wajah hangatnya. Ia terlihat lelah menghadapi Kia.
"Kalo kamu gamau ngobrol, mendingan kita pulang. Aku juga gabisa kalo ngomong dan cuman direspon sama gelengan kepala," ucap Gibran terlihat sedikit berbeda.
Kia membulatkan matanya, pertanyaan dalam benaknya membuatnya mengesampingkan omongan Gibran.
"E-eh jangan gitu, Gib. M-maaf," ucap Kia hati-hati.
Gibran menarik nafas berat, "Ga usah minta maaf. Mungkin gue juga yang salah."
Kia lagi-lagi dibuat mematung. Sikap Gibran aneh baginya.
"A-apa? Barusan kamu bilang ... lo?" Ucap Kia masih tidak yakin. Pasalnya, Gibran selalu memakai 'aku-kamu' saat bicara dengannya, tapi kini ia berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret [Slow Update]
Teen FictionBegitu sampai di depan rumah Kia. Geo langsung menahan Kia, itu membuat Kia terdiam dan menautkan alisnya heran. "Karena gue punya kartu as lo, dan lo punya kartu as gue. Jadi, kita buat perjanjian, "Jangan pernah bilang ini sama siapapun. Jangan bi...