6 bulan sudah berlalu. Kini Kia dan Geo tengah sibuk ujian nasionalnya.
Sejak pertemuan mereka berempat sore itu, hubungan keempatnya terlihat mulai membaik. Iya, itu baru kelihatannya.
Tidak tau apa dihati masing-masing masih menyimpan luka atau rasa bersalah.
Tok..tok..
"Kia, Geo udah nunggu. Kamu mau ujian aja masih ngaret," kesal Kiran sambil mengetuk pintu kamar anaknya itu.
Kia mendengus, hal ini selalu terjadi di pagi hari. Kiran akan memarahi Kia karena lama.
Kia mengikat rambutnya yang biasanya ia biarkan teruarai. Berusaha menjadi anak baik dihari terakhir ujiannya.
Sekitar 10 menit berlalu dan Kia pun sudah berjalan menuju ruang tamu.
"Yuk," ajak Kia pada Geo.
Geo dan Kia pun berpamitan pada Kiran. Kiran pun mengangguk tersenyum. Belum beberapa langkah, Kiran kembali angkat suara, "Ohiya, pulang sekolah jangan kemana-mana. Kalian langsung pulang ya, malem ini ada hal penting."
Kia dan Geo saling bertatapan terkejut, "Jangan bilang...tunangan?"
●●
"APA?!" teriak Boby dan Febi bersamaan.
Betapa terkejutnya mereka saat mendengar Kia dan Geo yang tiba-tiba membicarakan kalau mereka mungkin akan segera bertunangan.
"Serius? Demi apa?" Lanjut Febi sambil menggoyang-goyang bahu Kia.
Kia menghela nafas, "Serius. Ngapain gue becanda."
"Kapan? Kalian tunangan?" Lanjut Boby.
"Belum sejauh itu bego. Kan gue baru bilang bakal diomongin hari ini," jelas Geo.
Febi lalu menatap Kia dan Geo bergantian, "Apa rencana kalian? Kalian bakal batalin kan? Gimana rencananya?"
Seketika Geo dan Kia diam membisu. Sejak kejadian itu, mereka menjadi lebih akrab. Tidak bertengkar. Bahkan bisa dibilang, sering menghabiskan waktu bersama.
Kia melirik ke arah Geo yang kebetulan juga meliriknya. Dengan wajah memerah Kia memalingkan wajahnya.
YaAllah. Perasaan gue gajelas gini.
"Gue gabakal ngebatalin kok," celetuk Geo dengan santainya.
Sementara itu, Kia tidak mengiyakan atau membantah. Ia hanya memandang Geo lurus dengan tatapan terkejut.
Boby dan Febi juga sama. Mereka diam mematung mendengar ucapan Geo yang terdengar enteng itu.
Tapi, tidak lama, Boby sadar lalu tersenyum, "Gue tau ini suatu saat bakal terjadi."
●●
Seorang pria bermata sipit dengan rahang yang tajam itu terlihat lelah.
Gibran Rahardian.
Pria yang selama 6 bulan belakangan ini lebih senang menghabiskan waktunya dengan ponsel. Ya, bukan karena hal aneh, hanya saja lewat ponsel lah dia berkomunikasi dengan gadis itu.
Drtt...drtt...drtt...drtt...
Getar ponsel itu menandakan sebuah panggilan masuk. Gibran segera merogoh ponsel disakunya dan mengangkatnya.
"Halo?"
"Hai gib, Apa kabar?"
Gibran terdiam. Mendengar suara yang sudah lama tak ia dengar. Mendengar suara seseorang yang 6 bulan lalu selalu ada dengannya. Mendengar suara seseorang yang 6 bulan lalu menangis dan tertawa bersamanya. Mendengar suara yang 6 bulan lalu berbagi cerita dengannya.
Sabrina.
"Ba-baik. Lo gimana?"
"Eh? Kok lo jadi gugup gitu hahaha. Btw gue baik kok. Gimana di sana? UN udah selesai?"
"Lama ga ngobrol langsung. Gue rada canggung. Btw UN udah selesai hari ini, lo sendiri gimana? Betah?"
"Hm lumayan lah. Seengganya disini ada suasana baru."
"Andaikan gue bisa kayak lo. Pergi dan hidup dengan suasana baru."
"Jangan, Gib. Gue akuin, gue agak nyesel. Ya, seengganya kalo gue disana, gue bisa temenan sama kalian. Bisa jalan bareng, main bareng. Pasti seru."
"Hmm, kayaknya lo udah bener-bener ngelupain ya?"
"Ga cuman ngelupain. Gue udah ngerelain. Gue udah ga peduli tentang masa lalu. Walaupun awalnya emang sulit, tapi kalo lo niat buat lupain. Lama-lama juga lupa. Lo cuman perlu usaha dan waktu doang."
"Enak ya, kayaknya gampang. Gue jalanin berasa mau mati."
"Sttt, gaboleh gitu gib. Mungkin hubungan lo sama Kia berakhir, tapi hidup lo engga. Kalo emang jodoh lo emang bukan sama Kia, yaudah berarti Tuhan udah nyiapin yang lebih. Percaya sama gue, lambat laun lo bakal bener-bener ngelupain dia."
"Lo berani jamin?"
"Iya, gue jamin."
"Gimana caranya? Cara biar gue bisa ngelupain dia."
"Buka hati lo. Buka hati lo buat yang lain."
Gibran terdiam. Ia mendengar ucapan Sabrina yang menurutnya menohok hati.
Selama ini ia terkadang masih teringat Kia. Itu semua salah dirinya sendiri. Dia tidak mau bebas dari masa lalu. Pikiran dan hatinya masih tertutup rapat. Seolah hanya untuk Kia seorang.
Tapi, setelah mendengar ucapan Sabrina, Gibran sadar. Dia harus berusaha membuka hatinya lagi. Mencari pengganti Kia. Yang lebih baik darinya.
"Gib? Lo disana kan? Kok gajawab?"
"E-eh, sorry. Thanks sab, lo banyak bantu gue."
"Hmm noprob. Lo harus inget, gue selalu ada buat lo, jadi kalo lo lagi bingung, bilang ke gue aja."
Dan disaat itu juga, Gibran terdiam. Merasa ada sesuatu yang menohok perasaannya dan sesuatu yang berbeda dari Sabrina yang biasanya.
Apa ini waktunya? Waktu buat berpindah hati?
-Tbc-
A/N : hola. Gue update lagi akhirnya wkwk. Chapt kemarin kan ngejelasin tentang Geo-Kia. Di chapt ini gue sebenernya ngefokusin buat cerita Gibran-Sabrina.
Hope your like it💜
Thx
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret [Slow Update]
Dla nastolatkówBegitu sampai di depan rumah Kia. Geo langsung menahan Kia, itu membuat Kia terdiam dan menautkan alisnya heran. "Karena gue punya kartu as lo, dan lo punya kartu as gue. Jadi, kita buat perjanjian, "Jangan pernah bilang ini sama siapapun. Jangan bi...