Positive thinking

2.6K 259 1
                                    

Kia melangkah lemas menuju kelasnya. Wajahnya yang ditekuk dan dandanannya yang tidak karuan, benar-benar menunjukkan kalau ia frustasi.

Geo yang sedari tadi berjalan dibelakang gadis itu, terus menautkan alisnya bingung. Ia ingin menanyakannya, tapi gadis itu pasti hanya akan menjawab 'bukan urusan lo'.

Tiba-tiba saja Kia menghentikkan langkahnya dan membuat tubuh tinggi Geo hampir menubruknya.

"Kalo mau berhenti bil--"

"Lo gamau nanya kenapa gitu sama gue?" Potong Kia tanpa berbalik badan.

Geo menautkan alisnya,"Lah, tumben lo mau gue nanya. Biasanya gue tanya juga, lo ogah banget jawabnya."

"Ck, gue bener-bener butuh seseorang sekarang," keluh Kia sambil berbalik.

"Apa?" Tanya Geo melihat tatapan aneh Kia.

"Buku gue, Ge. Buku gue ilang," ucap Kia mulai merubah raut wajahnya sedih.

Geo membulatkan matanya, "Lo seaneh ini cuman karena buku lo ilang? Lo gila?!"

Kia menatap Geo jengkel, "Ih! Bukan buku segampang itu! Itu buku merah gue!"

"Buku merah? Buku merah mana? ... Ah! Buku rahasia lo itu? Buku yang gue bilang kayak bocah itu?" Tanya Geo.

Kia mengangguk pelan, "Iya. Gue takut, Ge. Gue takut."

Geo menautkan alisnya-lagi-. "Takut? Kenapa?"

"Ih bego! Kalo buku itu diambil orang dan orang itu buka, berarti hidup gue hancur. Semua rahasia gue ada disitu. Gue bisa malu abis-abisan kalo ada yang baca buku itu," keluh Kia kesal sekaligus sedih.

Geo mulai mengerti, mungkin baginya buku itu bukan apa-apa. Tapi, bagi Kia buku itu sangat berarti.

"Emang kapan ilangnya?" Selidik Geo.

"Kemarin. Sebelum gue ketemu Gibran, gue udah masukkin tas kok. Gue yakin, bahkan pas gue mau ambil hp pas gue lagi di cafe sama Gibran, tuh buku masih dengan manis ada di tas gue," jelas Kia.

"Apa lo sempet ngeluarin buku itu pas di Cafe?" Tanya Geo.

Kia mulai berpikir, ia mengingat detail  kejadian di Cafe kemarin.

Kia sibuk mengeluarkan barang-barangnya. Ia mengeluarkan sebuah buku merah dan sebuah buku paket pelajaran IPA nya.

"Aku ga ngerti materi ini," tunjuk Kia pada sebuah materi di buku paketnya.

"Oh, sini aku tulisin rumusnya. Nanti baru jelasin," timpal Gibran.

Kia menyodorkan sebuah buku merah. Gibran menautkan alisnya, "Gapapa nih nyatatnya disini?"

Kia menggeleng, "Gapapa lah, ga ada buku kosong lagi hehe."

Kia tidak peduli seberapa besar rahasia buku itu. Toh ia sudah membuka lembaran paling belakang dibuku itu dan ia yakin sudah mengambil sebuah catatan paling rahasia dari buku itu.

Drt..drt..drt..drt..

Sebuah getar ponsel itu membuat Kia segera mengangkatnya. Febi menelfonnya.

"Iya, Feb?"
...
"Oh iya! Gue juga lupa. Yaudah gue ke rumah lo sekarang."
...
"Siap!"

Kia memutuskan sambungan telfonnya dan segera memasukkan barang-barangnya. Terkecuali buku yang masih ditulis oleh Gibran. Gibran diam memerhatikan Kia.

"Mau kemana? Buru-buru amat," tanya Gibran.

"Sorry, Gib. Ada tugas kelompok buat besok, Febi baru inget jadi aku harus ke rumah Febi sekarang. Gapapa?" Ucap Kia merasa bersalah.

Dengan senyum pengertian Gibran menggeleng, "Gapapa kok. Aku anter?"

"Engga, gausah. Deket kok, aku pergi ya. Dah!" Ucap Kia seraya pergi meninggalkan Gibran.

Kia membelalakkan matanya begitu ingat kejadian kemarin. Ia mulai tampak cemas.

"Lo kenapa?" Tanya Geo bingung.

"Mampus!" Timpal Kia membuat Geo bingung.

"Buku gue! Gue tinggalin di cafe!" Lanjut Kia.

Kia dan Geo saling bertatapan panik. Mereka sepertinya satu pikiran.

"Jangan bilang, catatan itu, ada dibuku merah lo itu. Dan, jangan bilang kalo buku itu ..." ucapan Geo terhenti.

"Ada di Gibran," ucap Kia dan Geo bersamaan.

Kia dengan cepat menggeleng, "Engga, engga. Gue lebih rela orang lain atau satu sekolah yang tau isi buku itu, daripada Gibran. Gue harus postitive thinking."

Geo menatap Kia lekat, "Positive thinking sama bohongin diri sendiri tuh beda tipis, Ki."

Drt..drt..

Getar ponsel Kia membuatnya mengalihkan pandangan pada ponsel disaku jaketnya.

Kia kembali menatap Geo dengan tatapan takut.

"Dari siapa?" Tanya Geo.

"Gi-gibran," ucap Kia pelan.

Kia langsung membuka pesan dari Gibran. Ia tau, mungkin Gibran akan memarahinya atau bahkan lebih parah. Bisa saja Gibran memutuskannya.

Dan saat itu juga, Positive Thinking seorang Kia, hilang dan tidak membekas. Hanya hal-hal buruk yang ada di pikirannya. Dan mungkin bisa saja benar-benar terjadi padanya.

-Tbc-

A/N : Buat para sider, muncul dong. Nulis ga segampang yang dibayangin.
Buat yang udah vomments, makasi! Hehehe.

Fyi, ini masih jauh lho. Buat yang ngira udah deket, liat aja, ga akan berjalan secepat itu huehehe.

Vomments tetep ditunggu. Thanks!

The Secret [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang