Itu sulit

2.2K 177 1
                                    

"Lho? Mata kamu kenapa bengkak Kia?" Tanya Karin, mamah Kia.

Kia yang baru saja bangun langsung menatap mamah nya sendu. Ia berjalan menuju mamah nya dan segera memeluknya.

"Mah--" ucap Kia terpotong dengan isak tangisnya.

"Kenapa sayang?" Tanya Karin khawatir.

"Mamah," ucap Kia lagi.

Karin menghela nafas berat lalu melepaskan pelukan Kia, "Cerita sama mamah sayang."

Kia menggeleng cepat saat mendengar ucapan mamahnya. Ia tau ia perlu orang untuk meringankan bebannya sekarang, tapi bukan orang itu bukan mamahnya.

"Kia ga sekolah gapapa kan mah?" Tanya Kia masih sambil terisak.

"Iya gapapa. Nanti mamah bilang ke Geo. Kamu istirahat ya, nanti mamah bawain sarapan. Berhenti nangis sayang," jelas mamahnya sembari berlalu keluar kamar.

Geo...

Mendengar nama itu, Kia menjadi teringat sesuatu.

Geo mungkin orang yang tepat.

Kia : Ge, lo nanti siang ada waktu? Gue butuh lo.

Kia menarik nafasnya dalam, lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Kini ia menatap layar ponselnya sedih.

Tidak ada lagi notif LINE dari Gibran. Tidak ada lagi sapaan 'selamat pagi' dari Gibran. Tidak ada lagi sosok yang sangat di idamkan Kia. Ia kehilangannya. Dan tragisnya, itu karena ulahnya sendiri.

Drt...

Ponsel Kia bergetar. Senyum Kia terukir saat melihat LINE masuk dari Geo.

Geo : Siang nanti gue ke rumah lo. Jangan nangis terus Ki, nanti mata lo tambah ilang hehe.

Kia tersenyum membaca LINE dari Geo. Entah kenapa, musuh lamanya bisa menjadi orang yang sangat dibutuhkan olehnya sekarang.

Mungkin karena persamaan nasib mereka. Ya, hanya karena itu.

●●

"Ada apa?" Tanya Gibran begitu sampai dihadapan Sabrina.

Sabrina dan Gibran kini sedang berada di atap gedung sekolah mereka. Mereka bertemu sesuai keinginan Sabrina kemarin malam.

Mata Sabrina yang terlihat bengkak menandakan gadis itu menangis semalaman.

"Gue tau itu berat buat lo, tapi ini pilihan yang tepat." Jelas Gibran to the point.

Sabrina tersenyum getir, ia lalu menatap Gibran. Sabrina tau, meskipun di luar Gibran terlihat normal. Tapi, jauh di dalam hatinya, Gibran juga menangis seperti dirinya.

"Gue gatau harus cerita ke siapa lagi. Disini gue cuman bisa cerita ke lo, Gib," ucap Sabrina sambil terduduk di bangku yang ada di atap sekolah itu.

"Gue gabisa sekuat lo, gue gabisa lepasin Geo, gabisa," ucap Sabrina sambil mulai menangis.

Melihatnya, membuat Gibran iba. Pelan-pelan ia teringat wajah Kia yang menangis di hadapannya semalam. Dan itu sangat melukainya.

Entah keberanian darimana, Gibran mendekat dan mengusap air mata Sabrina. Dan entah keberanian dari mana juga, Gibran memeluk Sabrina, meskipun tidak erat.

"Tenang, Sab. Gue tau perasaan lo. Mungkin, hubungan lo sama Geo berakhir, hubungan gue sama Kia berakhir. Tapi, ini bukan akhir dari jalan cerita hidup lo. Lo harus bangkit," ucap Gibran menenangkan.

Dalam tangisnya, Sabrina tersenyum. Tidak dapat ia pungkiri, perkataan Gibran membuatnya tenang. Dan berada di pelukan Gibran ... membuatnya merasa terlindungi. Sama seperti saat dengan Geo.

Sabrina terus menangis dalam pelukan Gibran. Sampai akhirnya, ia melihat tangan yang sedari tadi diam mematung di samping tubuh Gibran.

Sedari tadi Gibran hanya memakai tangan kanannya untuk mengusap air mata Sabrina dan memeluknya. Sementara yang satu lagi terkulai disamping tubuh pria itu.

Tangan kiri pria itu, diperban.

Mungkin, dia ga nangis. Tapi dia nyakitin dirinya buat luapin kesedihannya.

●●

"Geo!" Teriak Febi begitu melihat Geo datang.

"Hm?" Jawab Geo acuh sambil menaruh tasnya.

"Mana Kia?" Tanya Febi.

Geo hanya mengangkat bahunya cuek. Febi mendengus kesal, lalu melirik Boby yang baru saja masuk ke dalam kelasnya.

Malu tapi penasaran, akhirnya ia memberanikan diri menghampiri Boby.

"Bob," panggilnya santai.

Boby yang baru saja menaruh tasnya, langsung melihat Febi dan tersenyum.

"Yo?" Timpalnya singkat tapi membuat Febi jantungan.

"Oh, lo pasti mau nanyain Kia?" Lanjut Boby yang dibalas anggukan dari Febi.

Boby mendekat, "Kayaknya mereka udah ungkapin yang sebenernya."

Febi terdiam dan matanya membulat.

Baru kemarin Kia bilang bakal jujur. Dan sekarang ternyata dia udah jujur?! Ya tuhan Kia.

"Gue rasa dia ga akan masuk karena nangis semaleman," ucap Boby tepat sasaran.

Entah kenapa Boby seperti punya indera ke enam.

Febi menggigit bibir bawahnya khawatir, Boby yang melihat hal itu langsung memegang kedua bahu Febi.

"Jangan terlalu khawatir. Ini resiko mereka, dan baik Kia ataupun Geo. Mereka pasti siap sama hal ini. Semuanya cuman masalah waktu," jelas Boby membuat Febi tenang.

-Tbc-

A/N : Gimana ceritanya? Semoga suka ya. Keep vomments. Makasih yang udah vomments dan makasih juga yang udah sekedar mau baca!💛


The Secret [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang