Suatu saat

2.2K 155 2
                                    

Ting..tong..

"Bentar," sahut seorang gadis dengan jalan lunglai.

Kia.

Krek...

"Tadaaa!" Ucap orang yang mengetuk pintu tadi. Geo.

Ia mengangkat sebuah kantung plastik berisi makanan-makanan ringan. Kia yang tadinya tidak bersemangat, mulai menampakan senyumannya.

"Mau senyum doang? Gue ga disuruh masuk nih?"

"Eh? I-iya ayo."

●●

"HAHAHA ANJIR APAAN COBA, GILA SI BOBY."

Tawa lepas Kia membuat Geo merasa senang. Ia sudah berhasil membuat gadis itu tersenyum. Walaupun mata gadis itu masih sembab, setidaknya bibir dan wajahnya menampakan kalau ia pelan-pelan bisa lupa.

"Ge?" Ucap Kia menyadarkan Geo dari lamunannya.

"Hah?"

"Yaelah malah ngelamun. Gue nanya sama lo,"

Geo menautkan alisnya. Ia terlalu sibuk melamun sampai tidak sadar kalau Kia menanyakan sesuatu padanya.

"Apa? Tadi gue lagi ga ngeh,"

Kia menghela nafas, "Lo kok ga sedih sama sekali? Lo baru aja kehilangan Sabrina. Gue aja sampe nangis kejer-kejer semaleman. Lo liat? Mata gue sembabnya ngalahin mata panda."

Geo tertegun. Benar, ia tidak merasa terlalu terbebani dengan apa yang sudah terjadi. Padahal seharusnya ia sedih kehilangan Sabrina.

"Yaudah, Ge. Gue tau lo gamau bahas ini, skip aja oke?"

Geo menatap Kia, ia tersenyum. Pelan tangan Geo mengusap kepala Kia.

"Lo pasti kuat," ucap Geo

Kia tersenyum dan tanpa sadar memeluk Geo yang berada disampingnya, "Thanks, Ge."

"Ekhem!"

Dehaman seseorang membuat mereka melirik ke arah sumber suara. Boby dan Febi.

"Ah elah ganggu aja lo," canda Geo yang membuat Boby dan Febi terkekeh.

Sementara itu, Kia hanya menunduk malu.

Thanks, Ge. Lo bisa ngerubah mood gue.

●●

"Yaudah deh, gue pulang ya. Udah malem, takut dimarahin bokap."

"Eh, gue anter, Feb--Ki, Ge, gue pulang duluan ya, nganter ayang dulu hehe."

"Ebuset main ayang ayang aja lu. Gas terus Bob! Hahaha."

"Gila lo Feb, sehari gue gamasuk. Hubungan sama Boby mendadak sedeket itu ya haha."

"Apaan sih, kaga ah. Yaudah, gue balik ya. Salam buat nyokap bokap lo."

"Yoo, hatihati ya sama Boby. Serem dia kalo udah khilaf. Entar salam lo gue sampein, sorry ga nganter."

"Siap."

Usai Febi dan Boby pulang. Kini hanya mereka--Kia dan Geo yang tersisa. Canggung. Suasana mendadak hening.

"Ge,"

"Ki,"

Kia dan Geo tertawa kecil saat mereka bersamaan bicara.

"Jodoh emang selalu samaan ya haha," ucao Geo yang dihadiahi pukulan pelan Kia.

"Apasih lo haha,"

Geo tersenyum, "Gue ganyangka kita bakal kayak gini, Ki."

"Gue juga,"

Kia kini balik menatap Geo, senyum manis Kia mampu membuat jantung Geo mendadak cepat.

"Gue ganyangka lo yang awalnya penghancur mood gue, bisa jadi moodbooster gue. Thanks, Ge."

Geo terdiam, begitu sadar, ia tersenyum, "Thanks juga."

"Gue harap, dengan ada lo di sisi gue, gue bisa ngelewatin semuanya dengan mudah," ucap Kia.

"Cie mau gue di sisi lo mulu. Dulu aja lo ngedoain gue enyah dari hadapan lo. Sekarang malah pengen banget sama gue. Ciee," goda Geo.

Tanpa sadar, pipi Kia memerah.

Bug...

"Aw, sakit, Ki!" Ringis Geo karena baru saja dipukul Kia tepat diperutnya.

"Lagian lo, bikin bete aja. Pulang sono!" Ucap Kia sambil menunduk malu dan bergegas ke kamarnya.

"Yaelah, moodyan amat mba,"

Gapapa lah. Seengganya gue selangkah lebih dekat. Gue janji, gue bakal buat lo bahagia. Lebih dari saat lo sama Gibran. Liatin aja, Ki. Suatu saat, gue bakal tunjukkin kalo perasaan gue selama ini gasalah. Suatu saat. Tunggu aja.

-Tbc-

The Secret [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang