Seoul, Musim Dingin 2015.
Baek Ju Ho memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya pada kaca jendela bus. Suasana hatinya sangat kacau, dan dia sangat berharap bisa mendapat sedikit ketenangan. Ju Ho tidak ingat kapan terakhir kali dia pernah berharap seperti sekarang ini. Dia sudah belajar dari pengalaman untuk tidak mengharapkan apa-apa lagi. Sayang, harapannya yang sangat sederhana kali ini juga tidak terpenuhi, karena gadis-gadis berseragam SMA dengan pita dan rok kuning kotak-kotak yang duduk di dekatnya sangat berisik. Mereka terus saja berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk gadis yang duduk dua bangku di depan mereka. Ju Ho melirik ke arah gadis yang mereka bicarakan. Sejak tadi gadis itu terus saja menunduk. Sepertinya gadis itu bukan teman mereka, walaupun ia mengenakan seragam yang sama dengan mereka.
Masa bodoh, Ju Ho mengabaikan mereka dan melemparkan pandangan keluar jendela bus. Dia menatap butiran-butiran salju yang melayang turun perlahan-lahan. Bibirnya terasa perih dan wajahnya lebam sehabis berkelahi. Sekarang kepalanya berdenyut-denyut mendengar suara bisik-bisik ribut dari gadis-gadis itu. Yah, paling tidak sakit kepalanya tidak sebanding sakit yang dia rasakan jauh di dalam hatinya.
Ju Ho mendengus sambil menatap butiran salju di luar sana.
Dia benci sekali pada musim dingin.
Beberapa tahun sudah berlalu, tapi Ju Ho masih saja mengingat dengan jelas kejadian itu. Memori itu seperti kaset video yang diputar di kepalanya terus-menerus. Ju Ho mengingat setiap detail peristiwa yang telah menghancurkan hidupnya. Malam itu, dia menatap butiran-butiran salju seputih kapas yang melayang turun perlahan-lahan dari balik jendela, persis seperti saat ini...
Ju Ho menghela napas panjang, mencoba mengosongkan pikirannya.
Sebentar lagi bus yang ditumpanginya berhenti di halte dekat rumah. Gadis-gadis berisik tadi sudah bersiap-siap menyandang tas ransel masing-masing. Seharusnya, Ju Ho bersiap-siap turun juga. Namun ketika bus berhenti, dia malah duduk diam di bangkunya dan menatap halte bus dengan datar.
Seharusnya dia bergegas turun sebelum bus kembali berangkat dan membawanya entah kemana. Tapi tubuhnya sangat enggan untuk bergerak. Kakinya terlalu berat untuk melangkah.
Tempat terakhir yang ingin didatanginya saat ini adalah rumah.
Kalau bisa, Ju Ho tidak ingin pulang malam ini. Tapi toh tidak ada tempat lain yang bisa ditujunya selain rumah.
Tempat yang sangat dibencinya.
1 halte lagi, lalu aku akan turun, Ju Ho berjanji pada diri sendiri.
Ju Ho memperhatikan gadis-gadis berisik tadi turun dari bus. Ju Ho mengenali seragam sekolah yang mereka kenakan. Kalau tidak salah, seragam itu milik SMA khusus putri, yang terletak beberapa kilometer dari sekolahnya sendiri.
Setelah gadis-gadis itu turun, sekarang bus nyaris kosong. Tidak ada penumpang yang tersisa, kecuali dirinya dan seorang gadis yang duduk dua bangku di depannya dengan kepala terus tertunduk. Orang yang terus dibicarakan oleh gadis-gadis berisik tadi.
Akhirnya, Ju Ho memejamkan mata dan bersandar pada bangku bus. Senang rasanya bisa mendapat sedikit ketenangan. Dia memang tidak ingin berharap terlalu banyak, tapi kalau untuk hal-hal sederhana seperti ini, bolehlah.
Ju Ho mendengar gadis itu menghela napas panjang.
"Jangan menangis, Kwon Min Ah. Kau tidak salah," gadis itu berbicara pada diri sendiri.
Ju Ho kembali membuka mata dan menatap gadis itu dengan malas. Lenyap sudah ketenangan yang begitu dia inginkan.
"Jadi jangan menangis. Jangan menangis!" gadis itu kembali bicara pada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Click Your Heart Fanfiction
FanfictionKwon Min Ah adalah murid SMA putri yang dijauhi teman-temannya. Julukannya Si Gadis Pembawa Sial. Semuanya murid yang terlibat dengannya, bisa dipastikan langsung kena celaka. Gadis yang aslinya periang dan menyenangkan itu sering berubah murung ga...