Min Ah menangkupkan kedua lengan di atas meja. "Situasi apa ini?!" serunya frustasi. Dia membuka tas dan menarik buku teks, lalu membalik halamannya asal-asalan. Min Ah bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Langkahnya terhenti di depan cermin. Dia membaca buku teks Sejarah, mencari teks yang belum diterangkan guru di sekolah. Dia pusing memikirkan Baek Ju Ho dan Lee Da Won. Daripada menghabiskan energi memusingkan kondisi yang tidak bisa dia rubah, lebih baik dia menyibukkan diri dengan belajar saja.
Biasanya aku cerita masalah seperti ini pada Ji Min, tapi baru minggu depan dia membalas suratku, pikir Min Ah sedih. Komunikasinya dengan Ji Min jauh berkurang. Menghubungi gadis itu benar-benar sulit karena di desanya tidak ada listrik. Surat yang ditulis pun mulai terasa semakin singkat, karena tidak banyak yang bisa mereka obrolkan dengan leluasa melalui media tulisan.
Ji Min kelihatannya mulai sibuk dengan sekolahnya di sana, begitu pun Min Ah.
Min Ah berhenti membalik halaman bukunya dan mendongak, menatap cermin. Dia memasang beberapa foto di bagian kanan cermin. Ada yang berdua dengan Ji Min, ada juga yang bertiga dengan Da Won.
Lee Da Won, Min Ah menghembuskan napas panjang, lagi-lagi teringat pada laki-laki itu. Tatapannya beralih ke sebelah kiri cermin, tempat foto-foto masa kecilnya bersama Lee Da Won dipasang. Dia menyentuh salah satu foto mereka saat masih kecil. Itu foto yang diambil sembilan tahun yang lalu. Waktu itu Da Won begitu kecil, bahkan lebih pendek darinya. Entah sejak kapan Lee Da Won tumbuh besar, menjulang melebihi tinggi badannya.
Dua belas tahun. Hari-hari itu terasa berlalu dalam sekejap saja. Min Ah baru menyadari, betapa berbedanya Da Won sekarang. Dulu dia anak yang murah senyum, meski pendiam dan penakut. Min Ah sering mengejeknya gara-gara tidak berani memanjat hingga ke puncak balok panjat besi. Nyaris setiap hari mereka bertemu dan bermain bersama di taman dekat rumah, juga liburan keluarga bersama saat libur kenaikan kelas atau libur musim panas.
Memikirkan dia dulu sering bersikap galak pada Lee Da Won, membuat Min Ah menyesal. Da Won dulu sering menangis gara-gara dirinya. Dulu, Min Ah lah yang selalu membela Da Won setiap laki-laki itu dikerjai teman-temannya. Kini, kondisinya justru terbalik total. Da Won selalu membantunya setiap ada masalah, mendengarkan cerita dan keluhannya, dan membelanya di hadapan teman-teman yang sering menyalahkannya. Bahkan saat Min Ah memaksa Da Won memanjat balok panjat besi yang mengakibatkan laki-laki itu terjatuh dan kepalanya bocor karena menatap besi, Da Won membela Min Ah di hadapan orang tuanya. Mengatakan bahwa itu bukan salah Min Ah, melainkan salahnya sendiri karena tidak hati-hati.
Lee Da Won. Sahabatnya itu selalu mencemaskan dirinya. Laki-laki itu selalu ada di sisinya. Menjaganya.
"Kwon Min Ah, apa kau masih menganggapku sebagai anak kecil?"
Min Ah menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan ingatan itu. Tapi tidak bisa. Min Ah tidak bisa melupakan pertanyaan Da Won. Min Ah tahu, pertanyaan itu pasti sudah berulang kali ditanyakan Da Won dalam hati.
Apakah aku menganggap Da Won masih sebagai anak kecil?
Tidak, bisik hatinya. Kau tahu. Kau sudah lama tahu. Tapi kau terus menyangkal, berharap dia tidak akan menyinggung soal perasaannya padamu. Karena itulah waktu Da Won jujur, kau memilih mengelak. Karena kau takut menghadapinya. Kau takut kehilangannya. Sebagai sahabat.
Min Ah menghela napas. Dia senang menghabiskan waktu bersama Da Won. Laki-laki itu adalah teman masa kecilnya, orang yang paling memahami dirinya. Bersama Da Won, dia merasa nyaman. Da Won begitu akrab, seperti keluarga sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Click Your Heart Fanfiction
FanfictionKwon Min Ah adalah murid SMA putri yang dijauhi teman-temannya. Julukannya Si Gadis Pembawa Sial. Semuanya murid yang terlibat dengannya, bisa dipastikan langsung kena celaka. Gadis yang aslinya periang dan menyenangkan itu sering berubah murung ga...