# 8 : Him Inside

245 20 1
                                    


In Seong terus mencoba memasukkan kerikil dengan caranya melemparnya ke bak sampah yang terbuat dari seng di seberang rumah Ju Ho. Lemparannya lebih sering meleset kemana-mana, menimbulkan bunyi kelontangan yang membuat para tetangga mengomel dan menatap sebal padanya dari balik pintu rumah mereka. Membuat keributan saat pagi-pagi buta begini...

Tapi sejauh ini tidak ada yang berani menegurnya, mengingat para tetangga mengenalnya sebagai teman Baek Ju Ho, si anak bermasalah. Terlebih, laki-laki itu sudah berjongkok di depan rumah Baek Ju Ho selama berjam-jam dengan tampang kusut.

In Seong sendiri sama sekali tidak peduli dengan kegaduhan yang dibuatnya. Dia terus saja melempar kerikil. In Seong benar-benar kesal. Menunggu sangat membosankan, sampai-sampai aktivitas tidak penting seperti melempar kerikil ke dalam bak sampah jadi terasa menarik baginya.

In Seong meraih ponsel, untuk kesekian kalinya mencoba menghubungi Baek Ju Ho.

"Telepon yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan..." In Seong menirukan suara operator yang sudah diduganya, menyambutnya di ujung telepon. "Aiiish! Kenapa anak itu tidak mengangkat telpon sih? Apa balapannya belum selesai? Jangan-jangan ponselnya mati. Baterai ponsel lawas itu memang gampang drop, sih... Sudah kubilang untuk sering-sering mengisi baterainya juga!" In Seong kembali mengomel. "Apa sebaiknya kususul ke arena balap saja, ya?"

"Ya! Apa yang kau lakukan di sini?"

In Seong mengangkat wajah dan seketika langsung merasa lega. Baek Ju Ho sedang menuntun motornya memasuki halaman rumah yang sempit. Mengabaikan wajahnya yang agak pucat dan terlihat lelah serta langkahnya yang masih agak timpang, laki-laki itu terlihat utuh, tidak kurang suatu apapun.

Dia sudah kembali, pikir In Seong lega.

"Brengsek, kau membuatku cemas, tahu! Paling tidak, angkat telponku! Kupikir kau kecelakaan atau dihajar habis-habisan oleh mereka! Omong-omong, bagaimana hasil balapannya?" In Seong langsung memuntahkan isi pikirannya.

Ju Ho tersenyum lemah. "Sudah kuhajar mereka habis-habisan. Lewat balap dan tinju."

"Bagus!" seru In Seong. Dia bangkit dengan susah payah. Kelamaan berjongkok membuat kakinya jadi pegal setengah mati. Diamatinya motor Ju Ho. Setidaknya, baret di motor laki-laki itu tidak bertambah. Torehan besar di ban belakang juga ditambal seadanya.

"Mana uang hasil taruhannya? Biar kubawa motormu untuk diperbaiki."

"Tidak kuambil. Kulempar ke muka mereka."

"YA! Dasar bodoh! Kalau kau buang uangnya, kenapa repot-repot ikut balap motor?! Paling tidak, ambil uangnya! Ck! Memangnya kau punya uang untuk memperbaiki ini semua? Dinginkan sedikit kepalamu itu!"

"Aku cuma ingin balas dendam dan menghajar mereka," Ju Ho membuang muka. "Lagipula aku punya uang. Wanita itu memberiku banyak uang setiap bulan," katanya dengan nada benci.

In Seong menghela napas. "Ya sudah, kita pakai saja uang dari Mamamu."

Ju Ho terdiam. Lalu...

"Kwon Min Ah bagaimana?"

"Ah!" In Seong berseru. Saking leganya melihat Ju Ho kembali, dia sampai lupa bercerita soal Min Ah. Padahal itu tujuan utamanya menanti Ju Ho di depan pintu rumahnya, selain memastikan sahabatnya itu kembali dengan kondisi utuh, tentu saja.

"Parah sekali. Banjir air mata. Terpaksa aku menunggunya selesai menangis, baru mengantarnya pulang. Kau berutang banyak padaku. Gara-gara kau, aku jadi dimarahi ibunya habis-habisan."

Ju Ho menunduk. Sinar matanya meredup.

"Kau tidak mau pergi menemuinya? Kau tahu alamat rumahnya, kan?" In Seong heran melihat Ju Ho malah diam. Sejujurnya dia heran temannya itu tidak langsung pergi menemui gadis itu, malah pulang ke rumahnya.

Click Your Heart FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang