Luka

26K 2.2K 7
                                    

note : Bab ini untuk menjawab pertanyaan qhyankyuni dan lely081338209788 di BAB 20 dan 21. Terima kasih buat all reader yang sudah vote dan comment.

-----------------------------------------------------------

"Sayangku Gabriella, bertahanlah" Ujar Sherington sambil terus menekan luka Gabriella yang telah dibalutnya dengan sapu tangan.

Sherington mencoba menggendong Gabriella dan membawanya keluar dari hutan itu. Dia mulai berlari cepat melewati jalan setapak yang dilaluinya tadi menuju kereta phaetonnya.

Gabriella sudah tidak sadarkan diri akibat banyaknya darah yang keluar dari bahunya. Bibirnya yang berwarna merah berubah berwarna putih dan pucat kembali. Sherington merasa kegelisahan dan kekhawatiran yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Dia tidak bisa kehilangan Gaby dengan cara seperti ini.

Sherington berdoa, memohon dalam hati agar Gabriella dapat bertahan. Ditengah - tengah jalan setapak yang dilaluinya, Sherington merasakan kakinya mulai goyah dan tangannya gemetaran kembali. Ketakutan yang tidak berujung menghadang otaknya. Bagaimana mungkin otaknya terasa kacau disaat Sherington harus segera membawa Gabriella keluar dari hutan ini? Kegelisahan melingkupi hatinya dan jantungnya berebar - debar tidak karuan.

Tangan dan kakinya gemetar semakin hebat dan tanpa disadarinya badannya terjatuh dan istrinya terlepas dari gendongannya.

"Maafkan aku, Gaby" Sherington mencoba membopong tubuh istrinya kembali. Tangannya masih gemetar tak bisa bertahan sekedar untuk membawa istrinya segera memperoleh pertolongan.

Sial, sial. Sherington mengutuki dirinya yang tidak berguna disaat genting seperti ini. Rasa putus asa mulai menghantuinya membuat setitik air mata keluar perlahan dari pelupuk matanya. Dia benar - benar menjadi orang paling lemah tak berdaya disaat belahan jiwanya sangat membutuhkannya.

"Tolong, siapapun tolong istriku" Sherington mencoba berteriak namun tidak ada jawaban.

Badannya tidak berdaya dan otaknya tidak dapat berpikir lagi. Efek dari minuman keras yang diminumnya bertahun tahun kini mendera dirinya. Tubuhnya kini sangat tergantung dengan minuman laknat tersebut. Baru sehari badannya tidak merasakan minuman namun pikirannya sudah kacau dan badannya bergetar hebat karena tubuhnya menginginkan minuman itu kembali. Baru kali ini Sherington tidak meneguk minumannya dan merasakan efek langsung ketergantungan alkohol yang mendera tubuhnya.

"Minuman sialan!" teriak Sherington yang sadar penyebab dari gemetar hebat ditubuhnya. Dia masih berusaha keras berdiri sambil gemetaran membawa Gabriella yang semakin pucat tak sadarkan diri dipelukannya namun tidak berhasil.

Gabriella harus diselamatkan dokter dan peluru di bahunya harus dikeluarkan segera. Sherington tidak dapat berpikir jernih bagaimana cara menghilangkan keinginannya atas alkohol dan gemetar hebat yang dirasakannya saat ini.

Tanpa berpikir, dikeluarkannya pisau kecil yang sempat diambilnya tadi dan melukai bahu kanannya sendiri. Darah merah hangat mengalir deras dan rasa sakit luka tersebut sedikit menyadarkan kerja otaknya untuk berdiri dan terus berjalan dengan tertatih mencari pertolongan bagi Gabriella.

"Tolong" Teriak Sherington ditengah kecemasannya berjalan tertatih menyusuri jalan di depannya.

"Tolonglah Gabriella" Teriak Sherington berharap pertolongan datang segera. Mungkin pertolongan Tuhanlah yang paling dibutuhkannya saat ini. Otak dan badannya mulai meracau kembali menginginkan alkohol.

Langkahnya mulai lunglai dan terjatuh sekali lagi. Luka dibahunya tidak menolongnya lagi dan kesadarannya semakin jauh.

Tiba - tiba di ujung jalan dilihatnya lampu dan sayup - sayup panggilan dari pelayannya Sebastian, Sebastian muncul dan melihat lordnya terluka sambil menggendong istrinya.

Unperfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang