24) Satu Bulan

2.1K 169 10
                                    

[Trishya]

"Kak, mau cemilan gaak?" tanya Arsilla yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arfin dan Ardan. "Bang Arfin mana, Kak?" Belum sempat Ardan menjawab, lagi-lagi adik kecilnya itu sudah melontarkan pertanyaan.

"Mau. Bang Arfin lagi jalan, gatau kemana," jeda. "Dek, kamu cewek kan? Udah kelas satu SMP kan? Udah puber kan?"

Arsilla melotot lalu melempar bantal ke wajah Ardan. "Ya iyalah, Kak! Udah, deh mending aku keluar aja!" Arsilla sudah ancang-ancang mau pergi, tapi ditahan oleh Ardan.

"Eh, eh, jangan! Kakak mau nanya nih, ntar kalo kamu udah jawab Kak Aan kasih film-film terbaru," rayu Ardan, ia menaik-turunkan alisnya.

Arsilla menghela napas lalu memutar bola matanya, ia akhirnya duduk kembali di pinggir ranjang. "Cepetan. Mau nanya apa?"

"Ih, galak banget kayak Ibu Kos. Misalnya, kamu punya pacar–"

"A-aku nggak punya pacar!" sela Arsilla. Pipinya langsung memerah, menahan malu, mungkin.

"MISALNYA, DEK. Misalnya nih ya, misalnya, kamu punya pacar tapi ternyata pacar kamu punya pacar lain selain kamu, kamu marah nggak?"

"Ooh, selingkuh? Ribet amat ngomongnya."

"Kebanyakan nonton FTV kamu, Dek. Terus dia ketahuan, terus dia minta maaf sama kamu, terus dia ngasih kamu bunga sama boneka, terus–"

"Kak Aan mah terus-terus mulu kayak tukang parkir!" sela Arsilla, lagi.

Ardan mencubit pipi Arsilla kuat-kuat, gemas dengan tingkah adiknya yang terus-terusan memotong ucapannya.

Arsilla memukul tangan Ardan sehingga Ardan berhenti mencubit pipi adiknya itu. "Tau ah, kamu keluar aja sana udah main berbi-berbian aja," ucap Ardan, ngambek.

"Cih, yaudah." Kemudian Arsilla bergegas keluar dari kamar kakak laki-lakinya itu.

[][][]

Ardan mengacak-acak rambutnya. Lalu ia menghempaskan badannya ke ranjang. Tak lama, terdengar panggilan dari bawah.

"ARDAAAN!"

Ardan langsung bangkit dan turun ke lantai bawah.

"Kenapa, Pa?"

Wajah Papanya terlihat serius, sedih, namun senang disaat yang bersamaan. Papanya hanya tersenyum tipis, lalu mengajak Ardan untuk duduk di sampingnya.

"Dan, Papa dapet surat pindah."

"Hah?"

"Iya, surat pindah, Dan. Kita bakal balik lagi ke Makassar."

"Hah?"

"Kamu nggak tuli, kan, Dan?"

Bibir Ardan rasanya kelu. Ia sudah tak sanggup untuk berkata-kata. "Kapan, Pa?" tanyanya dengan suara pelan.

"Papa dikasih waktu satu bulan untuk mengurus semua urusan disini, urusan sekolah kamu dan Arsilla, urusan rumah, urusan kantor, dan lain-lain," jeda. Papanya menghela napas berat. "Kamu setuju kan, Dan? Mau sesenang apapun kamu di Bandung, kamu harus tetep inget kalau kamu dilahirkan di Makassar."

Ardan mengangguk kaku, lalu tersenyum tipis. "Masih ada waktu satu bulan kan, Pa?"

Papa mengangguk.

"Terus, Bang Arfin gimana?"

"Dia kan kuliah di luar kota, Dan."

Ardan terkekeh, "Oh, iya, hehe lupa."

"Kamu masih bisa ketemu temen-temen kamu kok, masih ada satu bulan."

Ardan mengangguk, lalu lagi-lagi tersenyum tipis. Setelah itu, ia kembali ke kamarnya.

[][][]

Di kamarnya, ternyata sudah ada Arfin.

"Cie, yang ke Makassar," sambut Arfin ketika Ardan baru saja masuk ke dalam kamarnya. "Udah, lu move on aja dari Trishya, itu sih Trishya sama Yogi tanda-tanda mau balikan."

Ardan hanya bergumam lalu langsung menjatuhkan badannya ke ranjang.

Malam itu, ia berjanji bahwa ia akan menggunakan baik-baik waktu satu bulannya membuat kenangan manis bersama teman-teman band-nya, teman-teman kelasnya, dan yang pasti perempuan yang menyukai sampo beraroma coklat. Iya, Trishya.

[Trishya]

Halo! Maaf, baru update lagi kemaren-kemaren ku sedang sakit hehehe.

Btw, Trishya lagi ku umpetin dulu :)))

Sepertinya cerita ini bentar lagi bakal tamat wqwqwq.

Stay tune, ya :b. Jangan lupa vote dan comment! Makasih!

27/5/2015

Athalia Alamanda

TrishyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang