"Awww..." Jacqueline meringis kesakitan karena ia merasa sengatan yang begitu tajam di kepalanya ketika ia bergerak. Jacqueline berusaha untuk tidak terlihat kesakitan, namun sepertinya Warren menyadarinya dan Jacqueline berusaha menarik napasnya karena ia membenci tatapan Warren yang selalu membuatnya kesal.
"Apa kamu baik – baik saja?"
"Apa aku terlihat tidak baik – baik saja?" tanya Jacqueline dengan kesal.
"Fine Jack, kalau kamu tidak ingin saya tanya baik – baik, sebaiknya saya tidak bertanya sama sekali," ucap Warren kepada Jacqueline.
Jacqueline kembali meringis dan mengumpat kepada dirinya sendiri, "Sial..."
Warren lalu berjalan mendekat kepada Jacqueline, lalu menarik kursi meja makan, dan berkata, "Duduk Jack dan dimana kamu meletakkan kotak obat kamu?"
Jacqueline meraba kepalanya dan kembali meringis, "Sial..." kembali ia mengumpat dan untuk sesaat tidak menuruti ataupun menjawab pertanyaan Warren.
"Dimana?"
"Apanya?" tanya Jacqueline.
"Tempat. Obat. Jack," balas Warren dengan setengah kesal.
"Kalau Bapak tidak marah – marah mungkin saya bisa mengingatnya. Saya lupa. Lagian, buat apa Bapak mencari tempat obat?" kembali Jacqueline meraba kepalanya yang sekarang membuat kuping berdenging begitu buruknya, memaksa Warren mendudukkan Jacqueline ke kursi yang sudah ia tarik.
"Duduk Jack," kata Warren dengan tegas dan begitu menyebalkan.
"Aku sepertinya tidak punya tempat obat Pak Warren dan aku baik – baik saja, jadi sebaiknya anda saja yang duduk dan umm... tidur lagi mungkin, karena anda masih demam dan saya lebih baik tidak mendengarkan Bapak berbicara."
Warren tidak mendengarkan kata – kata Jacqueline dan seakan – akan apartemen Jacqueline adalah apartemennya sendiri, Warren berjalan kearah dapur dan membuka kulkas milik Jacqueline. Warren lalu mencari apa yang ia inginkan dan mengeluarkannya, lalu dengan cepat ia kembali berjalan ke arah Jacqueline dan menaruh es batu yang sudah Warren taruh ke kain sebelumnya ke kepala Jacqueline.
"Ini, mungkin bisa membantu."
"Bapak tahu saya sama sekali tidak ingin mendapatkan simpati Bapak sama sekali," Jacqueline kembali meringis ketika ia merasakan es batu yang dingin dikepalanya.
"Terserah, hitung saja ini sebagai saya yang berterimakasih kepada kamu karena ummm... telah merawat Max."
"Dan jangan lupa saya juga merawat Bapak yang tiba – tiba pingsan di depan pintu saya," gumam Jacqueline dan Warren tidak menanggapinya sama sekali. "Lain kali Pak, mungkin sebaiknya Bapak pingsan di depan perempuan – perempuan yang tergila – gila sama Bapak, karena mereka pastinya ingin merawat Bapak."
Warren tetap tidak menjawab kata – katanya dan Jacqueline terus berbicara, "Karena Pak Warren, saya bingung anda kan jelas – jelas mengusir saya dan apapun yang saya lakukan sepertinya salah..."
"Sudah kamu selesai berbicaranya Jack?" Warren berjalan kearah Jack dan mengambil es yang berada di kepalanya.
"Awww," kembali Jack meringis.
"Sini, biar saya lihat."
"Saya tidak ingin Bapak melihat kepala saya," Jacqueline berdiri, namun ketika ia berdiri, ia menjadi kehilangan keseimbangannya. Warren yang menyadari Jacqueline kehilangan keseimbangan memegang tubuh wanita itu dan kali ini raut wajah Warren menjadi tidak terbaca.
"Apa pria itu sering melakukan ini kepadamu?"
"Dan sekarang Bapak peduli?"
"Bukan, jangan salah artikan saya yang peduli dengan saya yang penasaran Jack."
"Tidak ada yang perlu Bapak ketahui, sekarang lepaskan saya," Jacqueline menyadari kalau sekarang Warren memegang pinggangnya dan mereka berdiri terlalu dekat membuatnya semakin bingung dengan situasi ini.
"Jack..." kali ini Warren menurunkan nadanya dan hal itu membuat Jacqueline mengerutkan dahinya. "Jack, menikah denganku."
"Orang akan menyangka Bapak sudah gila," Jacqueline tersenyum dengan sinis dan mencoba untuk bergerak namun tangan Warren menahannya.
"Menikah dengan aku, aku akan membayar hutang kamu dan pria itu tidak akan kembali ke dalam hidup kamu."
"Dan apa untungnya bagi Bapak?"
"Kamu yang benar – benar keluar dari hidup saya setelah saya menceraikan kamu lagi, dan saya yang mendapatkan Catherine kembali."
"Bukannya Bapak bilang kalau..."
"Catherine, meninggalkan saya untuk pria lain. Saya begitu marah ketika mengetahuinya. The first thing on my mind, adalah membuatnya mati di hidup saya dan di dalam hidup Max. Itu yang saya katakan kepada diri saya. Tapi saya salah Jack," Jacqueline menatap Warren dengan terkejut karena kata – kata pria itu.
"Seperti kamu yang sepertinya selalu kembali kepada Adian, saya akan selalu kembali kepada Catherine."
"Dan kita ini apa?"
"Saling menggunakan. Kamu untuk hutang kamu, dan saya, untuk mendapatkan Catherine kembali."
"Dan apa yang terjadi setelahnya?"
"Kamu dan saya? Kita mendapatkan apa yang kita inginkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
EAT, ME
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang - Undang Hak Cipta Republik Indonesia no. 19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work or artwork herein is prohibited without the...