EMPAT PULUH TUJUH

158K 14.2K 754
                                    

Keesokkan harinya Jacqueline kembali bertemu dengan Alle atas perintah Rachel. Kali ini mereka bertemu di studio karena Alle baru saja selesai sesi foto untuk majalah Zouei, ketika Jacqueline melangkah masuk ke dalam studio untuk mencari Alle, ia sedikit terkejut karena banyaknya orang yang berada di dalam studio.

"Anda mencari siapa?" tanya salah satu penjaga yang mencegatnya masuk lebih dalam ke studio tersebut.

"Um... Alle, eh maksud saya Kendranata," jawab Jacqueline dengan canggung.

"Apa anda ada tanda pengenal? Tidak ada yang boleh masuk ke dalam studio selain yang memiliki tanda mengenal," penjaga itu melihat Jacqueline dengan wajah galak dan Jacqueline tidak tahu harus berbuat apa karena ia juga tidak mempunyai nomor telepon Alle.

Namun pada saat itu manager Alle, seorang laki – laki berperawakan besar dan lucu – karena kacamatanya yang kecil membingkai wajahnya yang bulat, berjalan kearahnya dan penjaga tersebut, "Anda Jacqueline?"

"Iya," Jacqueline mengangguk.

"Alle baru saja selesai dan mencarimu," jawab manager Alle lalu ia berkata kepada penjaga yang mencegatnya itu, "Dia bersamaku." Penjaga itu memberikannya jalan dan mereka masuk ke dalam studio tersebut dan ia dapat melihat kesibukkan semua orang. Beberapa orang sedang sibuk dengan set ruangan dan lampu – lampu silau membuat mata Jacqueline menyipit. Beberapa orang lainnya terlihat sedang berdiskusi mengenai pakaian – pakaian yang akan dipakai dan orang – orang lainnya hanya berjalan mondar – mandir memenuhi studio.

"Aku Billy," manager Alle mengenalkan dirinya dan Jacqueline menjabat tangan Billy dengan hangat. "Hi, Alle sudah bercerita banyak mengenai kamu."

"Oh hi, Jacqueline," balas Jacqueline kepada Billy.

"Warren Tjahrir yang kamu nikahi Jacqueline?" tanya Billy dengan penasaran. "Kakak Alle yang itu yang kamu nikahi?"

"Yang itu apa maksudnya?" tanya Jacqueline tidak mengerti.

"Warren Oetama Tjahrir, Jacqueline sayang!" Billy sekali lagi mengucapkan nama Warren namun Jacqueline sama sekali tidak mengerti. "Di dunia perfilman semua hal yang disentuh dan dibiayai Warren Tjahrir itu berubah menjadi emas. Semua dimenangkannya dan semua menjadi terkenal karena Warren. Beruntung Alle punya kakak seperti Warren, dan kamu lebih beruntung lagi Jacqueline, karena kamu menikahinya."

Memang Jacqueline tahu kalau Warren adalah sosok yang begitu penting di dunia perfilman, namun ia belum pernah mendengarnya langsung. Jujur saja dulu ia tidak peduli kalau bosnya penting atau tidak bagi orang lain. Baginya uang yang diberikan Warren setiap bulan menjadi satu – satunya kepentingannya.

"Hi J," Alle berjalan ke arahnya dan memeluknya seolah – olah mereka sudah kenal lebih dari dua hari.

"Hi Alle," balas Jacqueline.

"Gue barusan cerita kalau dia beruntung banget bisa menikah dengan kakak loe," Billy mengadu kepada Alle kata – kata yang baru saja ia ucapkan kepada Jacqueline.

"Hahaha, gue kira semua orang dan semua wanita pasti akan mau menikah dengan Warren kakak gue itu, tapi bukan J, ya nggak?" Alle menaikkan alisnya dan tertawa ke arah Jacqueline.

Jacqueline tersenyum sinis dan membalas Alle dengan berkata, "Tapi aku terjebak, itu masalahnya."

"Girl, kalau loe nggak mau, gue mau deh!" ujar Billy.

Alle menggeleng – gelengkan kepalanya melihat tingkah laku managernya yang sudah bekerja baginya selama lebih dari sepuluh tahun. Ia lalu menatap Jacqueline dan bertanya, "Jadi?"

"Apa?" tanya Jacqueline.

"Apa katanya ketika melihat loe potong rambut dan pergi bersama gue?" tanya Alle dengan penasaran.

"Marah."

Alle tertawa senang dan berkata, "Apa kamu senang ketika Warren marah?"

"Eh... tidak."

Alle lalu bertanya lagi karena ia menjadi sangat penasaran, "Dia bilang apa?"

"Lebih tepatnya apa yang dia lakukan Alle."

Alle lalu menyipitkan matanya dan bertanya, "Apa yang kakak aku lakukan J?"

"Menciumku."

"Udah nggak waras Warren kalau begitu."

*

"Jadi malam ini Ivana Sastrawidjaja, nenek kakak ipar aku, akan mengadakan penggalangan dana di Ritz, menurut aku kamu harus ikut," Alle meneruskan kata – katanya.

Billy sedang melepaskan asesoris Alle yang dipakai untuk sesi foto tadi selagi dirinya berbicara dengan Jacqueline. Billy yang penasaran setelah Jacqueline mengatakan kejadian ciuman itu, memperlama pekerjaannya sementara Alle sama sekali tidak memperhatikannya.

"Untuk apa aku ikut?"

"Karena Warren akan berada di sana J," jelas Alle kepadanya.

"Lalu aku harus apa?"

"Membuat kamu cantik seperti kata – kata ibuku. Tapi dalam kata – kataku, membuat Warren marah lagi," Alle dengan santai mengatakan kata – kata itu seoalah – olah mendengar kemarahan Warren adalah bagian hidupnya yang sudah ia mengerti dan pahami.

"Aku tidak yakin Pak Warren..."

"Jangan berpikir J, dengarkan aku, kamu dan aku. Bayangkan aku memegang pinggang kamu dengan posesif, kamu dengan gaun merah, dan Warren melihat kamu."

"Kalau Catherine juga datang, aku tidak yakin Pak Warren akan melihatku Alle."

"Kalau begitu aku akan merubahnya. Malam ini, kamu adalah bintangnya," kata Alle dengan percaya diri, "Apa kamu akan percaya diri J kalau pada akhirnya aku dapat membuat kamu dilihat oleh Warren?"

Ya, hati kecilnya berkata. Kembali Jacqueline tersipu atas kemungkinan itu. Oh Tuhan, ada apa dengan diriku?


EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang