"Mana Jackie?" tanya Max kepada Warren ketika mereka berdua makan pagi dengan hening.
Warren yang kesal karena anaknya masih mencari Jacqueline berkata dengan kasar, "Maximillian, daddy tidak mau kamu menanyakan Jacqueline lagi, okay?"
"Tapi Jackie tidak ada..." gumam Max dengan sama kesalnya.
"Max, ada sesuatu yang ingin aku katakan, kamu bisa mendengar daddy?" tanya Warren kepada Max dengan serius.
"Tentang Jackie?" Max bertanya dengan polosnya.
"Bukan, tentang mommy," jawab Max.
"..." Max tidak menjawab Warren dan anaknya tiba – tiba berhenti memakan serealnya. Max lalu menaruh sendok yang ia pegang kembali ke mangkuk dan menatap Warren.
"Kamu akan mendengarkan daddy?" tanya Warren dengan serius.
"..."
"Mommy, ingin bertemu dengan kamu."
"Mana Jackie?" Warren terkejut dengan jawaban Max yang begitu tiba – tiba. Bukan Catherine yang Max tanyakan, namun Jacqueline. Wanita itu.
"Max, coba sedikit dewasa. Daddy sedang membicarkan mommy bukan Jacqueline," jelas Warren kepada Max.
Max menggeleng – gelengkan kepalanya dan berkata kepada Warren, "Jackie yang aku tanyakan. I'm four Daddy."
"Maximillian Tjahrir, Daddy serius."
"Aku juga serius," jawab Max.
Warren menaruh garpu dan pisaunya, lalu bertanya kepada Max, "Kamu tidak kangen dengan mommy?"
Max mulai berteriak dan menangis, membuat Warren terkejut dengan reaksi anaknya sendiri, "Mana Jackie?"
Rara pelayan Max langsung menyadari kalau Max menangis dan menghampiri Max untuk menenangkannya. Warren dengan bingung menatap Max yang sekarang sudah berada dipangkuan Rara dan mendesah karena ia tidak tahu apa lagi yang harus ia perbuat. "Tuan," Rara dengan malu – malu memanggilnya.
"Ya Ra?" jawab Warren.
"Kemarin Bu Jacqueline sepertinya tertidur di kamar Max karena Max terbangun dan menangis," jelas Rara.
"Kenapa saya tidak tahu? Kan saya papanya Ra," tegur Warren kepada Rara.
Rara terlihat takut namun ia tidak ragu ketika mengatakan hal berikutnya kepada Warren, "Karena Max memanggil Bu Jacqueline, Max lebih tepatnya berlari ke kamar anda."
"Bu Jacqueline yang membuka pintu dari dalam kamar anda Pak, dan Max meminta Bu Jacqueline untuk..."
"Cukup!" Warren tidak menginginkan penjelasan dari pelayannya sendiri.
Pada saat itu Rachel Tjahrir, ibunya telah mendengarkan setengah pembicaraan itu ketika ia berjalan memasuki ruang makan. "Ada apa ini Warren?"
Warren yang sudah berdiri dari tempat duduknya menatap ibunya seolah – olah Rachel adalah orang asing dirumahnya, "Kalau kamu menatap aku seperti ini sekarang Warren, kamu sebaiknya jangan berbicara kepadaku lagi."
"Apa yang Mama lakukan disini?"
"Apa yang telah kamu perbuat lebih tepatnya Warren?" tanya Rachel kepadanya dengan kesal.
"Tidak ada. Aku menyelesaikan masalah aku sendiri," jawab Warren.
"Grandmamma!" Max meraih Rachel dan Rachel memeluk cucunya yang sekarang tengah menangis. "Ada apa Maximillian?" tanya Rachel dan ia mencoba untuk menenangkan.
"Mama tidak perlu khawatir, aku akan kembali dengan Catherine."
"Jackie..." bisik Max dengan air mata yang sudah mengalir membasahi blus yang dipakai Rachel.
Rachel menyipitkan matanya lalu berkata, "Mama kesini untuk bertemu dengan kamu dan Jacqueline, tapi sepertinya kamu telah menyelesaikan hubungan kamu dengannya?"
"Sudah, karena aku akan kembali dengan Catherine."
"Jackie..." gumam Max lagi yang mendengarkan.
"Terus apa yang kamu perbuat dengan Max, Warren?" tanya Rachel bingung karena sepertinya cucunya sama sekali tidak menyukai hal ini.
"Tidak tahu, mungkin Max merindukan Catherine," Warren tahu sebenarnya apa yang Max inginkan, namun ia tidak ingin mendengarkan anaknya. Ia tidak ingin tahu apapun lagi mengenai wanita itu lebih tepatnya.
"Grandmamma, mau Jackie," tangan kecil Max meremas blus Rachel yang sekarang menjadi kusut dan basah karena air matanya, lalu kembali Max menangis dengan suara keras.
"Ini yang kamu inginkan?"
"Ini yang terbaik bukan. Aku dan Catherine memiliki Max."
"Dan Jacqueline?"
"Bukan siapa – siapa," jawab Warren dengan cepat dan dingin.
"Kenapa kamu tidur dengannya kalau begitu? Kenapa tidur dengannya kalau kamu akan sebrengsek ini Warren? Untuk membuktikan kalau kamu hebat?"
Warren mendengus dan menjawab dengan sinis, "Aku membayar hutangnya. Hutangnya yang sangat banyak. Aku seharusnya mendapatkan apapun yang aku inginkan termasuk tubuhnya."
Rachel lalu menahan dirinya dan mendengarkan anaknya, "Kalau Catherine dapat bersenang – senang, aku juga bisa Ma."
"Oh gitu, kamu memperlakukan semua wanita seperti ini Warren atau hanya kepada Jacqueline?"
"Pertama dia bukan siapa – siapa dan dia bukan seseorang yang aku harus perlakukan dengan baik. Jacqueline menginginkan uangku dan dia sama sekali tidak malu ketika mengambilnya."
"Really? This whole fake marriage untuk apa Warren? You know what, Mama sudah lelah menghadapi kamu Warren. Tapi satu pertanyaan terakhir dan kamu pikirkan baik – baik, kalau kamu ternyata salah, apa Jacqueline masih akan menjadi 'bukan siapa – siapa' kamu?"
"Kenapa aku harus memikirkannya kalau aku akan kembali kepada Catherine, Ma?" balas Warren.
"Hati kamu Warren, apa hati kamu mengatakan hal yang sama?" tanya Rachel sebelum Warren tidak bisa membalasnya karena pria itu tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EAT, ME
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang - Undang Hak Cipta Republik Indonesia no. 19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work or artwork herein is prohibited without the...