33. Eleanor

161 20 11
                                    

Author pov

"Halo"

"Ele! ya ampun! gue kangen sama lo!" pekik Perrie membuat Eleanor menjauhkan ponselnya dari telinganya sendiri.

"Perrie? kangen sih kangen! tapi jangan bikin telinga gue sakit juga dong!" Eleanor berdecak kesal mendengar teriakan sahabatnya.

"Iya iya. Maaf. Lo udah sampe daritadi?" tanya Perrie.

"Dari kemarin malem tepatnya. Kenapa?"

"Oh. Bagus deh. Udah ketemu sama Mama lo?" tanya Perrie penasaran.

"Udah nih. Malahan tadi Mama yang jemput gue diBandara" jawab Eleanor tersenyum.

"Wah, gue titip salam deh ya. Ngomong-ngomong udah dulu ya, gue mau tidur" sahut Perrie sambil menguap diujung sana.

"Astaga. Iya, iya. Lagian kok lo telpon jam segini sih?"

"Gue tadi kebangum lagi. Terus kepikiran lo" ujar Perrie.

"Oh. Yaudah, sana tidur lagi. Bye."

Eleanor memandangi bulan yang bersinar terang disana dari balkon kamarnya. Angin menerpa kulitnya lembut juga anak rambut yang keluar dari tempatnya. Berkali-kali ia memeriksa ponselnya, berkali-kali juga ia mengharapkan Louis menanyakan bagaimana keadaannya sekarang.

Baru satu hari tidak bertemu, ah ralat- tepatnya belum sampai satu hari ia tidak bertemu dengan Louis. Namun, ia sudah merindukan suara pria itu, perlakuan manisnya yang membuat Eleanor jatuh hati padanya. Eleanor jet lag sekarang, karena perbedaan waktu London dan German memang lumayan.

Merasa mengantuk, Eleanor melangkahkan kakinya untuk memasuki kamar dan menutup pintu balkon. Eleanor mencoba memejamkan matanya dan menarik selimut putih sampai ujung lehernya.
Hari ini memang hari yang melelahkan untuk Eleanor, namun, entahlah, senyum dibibirnya tidak pudar sedikit pun mengingat pertemuannya pada sang Mama hari ini.

****

2 hari sudah mereka berada di German untuk menemui Mama tercinta. Kini sampailah mereka di Bandara Heathrow. Waktu memang berlalu cepat saat kau menikmatinya, bahkan, sekarang mereka sudah kembali pulang di London.

"Gue panggil taksi dulu ya" ujar Zayn bangkit dari duduknya.

Eleanor hanya mengangguk saat mendengar kakaknya itu.

Tapi Zayn malah memberhentikan langkahnya dan menoleh kebelakang, tepatnya pada Eleanor.

"Apa?" tanya Eleanor bingung.

Zayn kembali lagi duduk disebelah Eleanor,"Mau makan dulu gak? emang lo gak laper?" tanyanya.

Eleanor terkekeh pelan,"Yaudah. Mau makan dulu aja? Gue sih terserah lo" jawab Eleanor.

Mereka pun berjalan untuk memilih makanan yang pas untuk mereka, dan akhirnya pilihan mereka jatuh pada Old Town White Coffee.

Mereka pun memesan makanan lalu menunggu makanan mereka datang sambil mengobrol layaknya adik kakak biasa. Layaknya kakak yang tidak memiliki perasaan apapun pada adiknya.

"Eum.. Gue lupa bilang. Tapi sebenernya gue emang gak boleh bilang ini sama lo" ujar Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

Eleanor menatap pria didepannya bingung sekaligus memberi kode untuk terus melanjutkan omongannya.

"Gue kemaren telponan sama Louis. He's worried about you. Gue suruh dia buat telpon lo aja, dia bilang dia gak mau, gue kira dia bercanda. Jadi kemaren dia telpon lo gak?" tanya Zayn kemudian menyeruput jus alpukatnya.

ObsessedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora