36. Elounor

166 23 7
                                    

Author pov

Eleanor membuka matanya karena sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam kamarnya. Baru saja ingin mandi untuk bersiap-siap sekolah. Namun ia kembali tertidur mengingat hari ini adalah hari Sabtu.

Ia mencoba memejamkan matanya kembali, namun gagal. Matanya tidak bisa diajak kompromi. Ia melirik jam dinding yang tergantung disana. Masih jam 6 pagi, pikirnya. Eleanor pun beranjak dari tempat tidurnya. Kemudian mengganti bajunya dengan baju yang cocok dipakai untuk lari pagi.

Selesai dengan pakaian, kini Eleanor menata rambutnya yang panjang menjadi kuncir satu yang simple saja. Eleanor pun segera memakai sepatunya dan mengambil handuk kecil untuk peluhnya nanti.

Eleanor berlari kecil, keluar dari kamarnya.

"Eh, non, udah bangun?" sapa Bibi yang sedang sibuk didapur

Eleanor yang sudah berada diambang pintu menoleh,"Udah nih, Bi. Mau lari pagi,"ujar Eleanor tersenyum.

Bibi mengerutkan alisnya bingung, karena memang tidak biasanya Eleanor mau bangun pagi di hari liburnya hanya untuk lari pagi.

Eleanor berlari kecil disepanjang komplek rumahnya. Rupanya jam segini sudah banyak yang keluar dari rumahnya hanya sekedar untuk lari pagi dan bersepeda. Eleanor menghirup dalam udara-udara yang bisa dirasakannya masih sangat segar. Lingkungan yang masih hijau dan asri. Banyak juga orang-orang yang lari pagi sambil membawa hewan peliharaannya.

Merasa lelah, Eleanor memilih untuk duduk sebentar di kursi taman yang kosong. Eleanor mengusap peluh dengan handuk kecil yang ia bawa dari rumahnya.

Baru saja Eleanor ingin bangkit berdiri untuk membeli minuman, karena merasa haus. Tiba-tiba ada yang menyodorkan sebotol air putih padanya. Eleanor mengangkat kepalanya, senyum mengembang dibibirnya ketika melihat pria didepannya tersenyum padanya juga.

"Haus kan?" tanya Louis sambil menyodorkan sebotol air putih yang masih dingin.

Eleanor mengangguk dan meneguk air minum yang diberikan oleh Louis.

"Thanks ya,"ujar Eleanor setelah meneguk minumannya.

Louis mengangguk,"kamu sendirian aja?"tanya Louis merangkul Eleanor sambil berjalan disampingnya.

Eleanor mengangguk,"Kamu juga? kok tumben aku gak liat Lottie? biasanya kan dia sama kamu,"sahut Eleanor melemparkan pandangannya pada sekitar.

"Tadi Lottie sama aku, tapi dia pulang duluan. Pacarnya aja disebelah gak diperhatiin,"ledek Louis pada Eleanor.

"Apa sih,"jawab Eleanor merona.

"Kamu laper gak?" tanya Louis yang sudah berada didepan rumah Eleanor.

"Biasa aja sih. Kenapa?"

"Ntar aku mau ajak makann" jawab Louis tersenyum.

"Abis lari masa makan? aku sih gak mau. Nanti gendut,"sahut Eleanor.

Louis mencubi hidung Eleanor kecil,"Lebayy!"sorak Louis tertawa.

"Ih, rese ah. Aku masuk ya?"

"Yaudahh. Aku juga mau pulang nih, byee"pamit Louis mengacak rambut Eleanor.

Eleanor pun memandangi punggung tegap pria itu yang semakin menjauh. Elenaor segera masuk ke dalam rumahnya.

Eleanor pergi ke dapur, dan kembali ke ruang tamu dengan segelas teh hangat ditangannya. Ia memilih duduk bersebelahan dengan Zayn yang sedang menonton televisi didepannya.

Zayn menoleh sebentar pada Eleanor,"Kalung dari siapa tuh?"tanya Zayn menyipitkan matanya.

Eleanor merona,"Louis,"jawabnya santai.

Lagi-lagi Zayn merasa cemburu saat mendengar jawaban yang keluar dari Eleanor. Namun, untung saja Zayn sadar posisi dirinya bagi Eleanor.

"Yang pergi semalem ya?" tanya Zayn.

Eleanor mengangguk,"Bagus kann?"tanya Eleanor sambil memamerkan kalung pemberian kekasihnya, Louis.

Zayn mengangguk,"Lo udah jadian?"tanya Zayn, namun kali ini ia mengalihkan pandangannya fokus pada televisi.

Eleanor lagi-lagi mengangguk gembira,"Udah dongg. Baru aja kemaren,"jawabnya kemudian beranjak dari duduknya.

Zayn hanya tersenyum mendengar jawaban Eleanor, hatinya memang sakit. Tapi mungkin takdirnya memang Louis. Tuhan yang sudah mempertemukan dan menyatukan mereka. Zayn sendiri tidak menyerah untuk berusaha move on dari adik tercintanya.

Eleanor terduduk ditempat tidurnya. Ia membuka MacBooknya, kemudian mengirimkan e-mail untuk Mamanya yang sekarang masih berada di German.

"Ma, Mama gimana kabarnya? Baik-baik aja kan? Ele udah jadian loh Ma, sama Louis. Ele seneng banget. Mama kira-kira ada rencana buat balik ke London gak?"

Send!

Eleanor kembali membaca novelnya seraya menunggu balasan e-mail dari Mamanya. Ia tau, Mamanya pasti membalas e-mailnya agak lama, mungkin saja nanti sore. Karena Mamanya disana sibuk bekerja membuat kue.

Mata Eleanor kini melihat pada sebuket bunga yang terletak dimeja tempat ia menaruh barang-barangnya. Senyumannya membentuk sempurna dibibir mungil itu. Semuanya diluar dugaan Eleanor. Yang awalnya bertemu dimula dengan pertengkaran, sampai seterusnya mereka bertengkar. Memang aneh, tapi apa mungkin Louis pria yang tepat untuk menjadi teman hidupnya sampai nanti? Ia tidak tahu. Tidak ada yang tahu. Hanya saja Eleanor sangat senang mengingat hubungannya dengan Louis yang sudah menjadi sepasang kekasih.

Drrrtt

Ia merasakan terdapatnya getaran dari MacBooknya. Dengan seyum yang belum pudar sedikitpun, ia memeriksa e-mailnya. Rupanya Mamanya sudah membalas e-mail yang ia kirim tadi.

"Hey, baby. Mama kayaknya pulang masih satu bulan lagi:( Mama disini baik-baik aja kok. Kamu sama Zayn jaga kesehatan ya. Toko kue Mama disini udah lumayan berkembang, makanya Mama ada rencana buat pulang. Kamu udah jadian ya sama Louis? Mama seneng banget dengernya, dia anak yang baik"

Tanpa ia sadari, air matanya sudah menetes. Ia membayangkan bagaimana Mamanya hidup sebatangkara disana. Padahal, ingin sekali rasanya ia membatu Mamanya disana, mengingat dirinya yang juga lumayan pandai membuat makanan, ingin sekali juga ia menanyakan alasan orangtuanya berpisah. Tapi itu membutuhkan waktu yang lama.

***

Siang sudah berganti menjadi malam.

Disinilah Eleanor bersama kekasih barunya, Louis. Mereka sedang menikmati sejuknya angin bertiup pada malam hari diatas rooftop.

"Ele,"panggil Louis.

"Hmm?"tanya Eleanor yang masih terus memandangi gelapnya langit malam.

"Kamu tau gak kenapa aku milih kamu?"

"Kenapa?"tanya Eleanor.

Kini jantungnya terasa berdebar kencang. Eleanor takut kalau alasan Louis memilihnya tidak sesuai seperti yang ia inginkan.

Louis menggenggam erat tangan Eleanor yang berada dipangkuannya sedaritadi,"Karena aku tau cuman kamu yang tepat buat aku, dan sebaliknya. Doa aku dijawab sama Tuhan, Ele. Kamu teman hidup aku sampe waktuku tiba. Kamu satu-satunya cewek yang ngisi ruang dihati aku. Kamu yang bisa buat aku seneng, sedih, khawatir, cuman dalam satu hari. Kamu yang buat aku berani mencintai lebih dalam lagi. Kamu yang buat aku mengambil keputusan sampai sejauh ini. Thanks buat semuanya, Ele. Aku mungkin banyak salah sama kamu. Aku mungkin belom jadi yang terbaik buat kamu saat ini. Tapi aku janji, aku bakalan jadiin kamu cewek yang paling bahagia diatas muka bumi ini,"jawab Louis menatap manik mata gadis didepannya dalam.

Kini Eleanor terasa terbang ke langit ketujuh. Tidak ia sangka cowok dingin dan menyebalkan seperti Louis memiliki sisi seperti ini.

Eleanor mencium pipi Louis,"harusnya aku yang bilang thanks ke kamu. Kamu udah bikin aku jadi cewek paling bahagia sekarang. Thanks, Louis William Tomlinson,"balas Eleanor tersenyum tulus.

***

vommentnya mana genksssss.

btw critanya gimana ahahah. maap ya kalo rada2 ngebosenin. masih amatiran lol.

ObsessedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora