Dari : Jeon Daepyo
Sepuluh menit tidak datang, kau dapat hukuman.Aish sial! Aku mendesah kesal. Dasar bos sialan! Aku lebih memilih jadi sekretaris ayahnya daripada anaknya! Mereka memang sama-sama menyebalkan, tapi Jeon Goonpyo seribu kali lebih baik dari Jeon Wonwoo.
Ting! Ponselku lagi-lagi berdering. Oh Tuhan!
Dari : Jeon Daepyo
Kau tidak membalas pesanku? Kau mengabaikanku?Untuk : Jeon Daepyo
Iya, aku segera datang.Kirim.
"Ahjussi, bisa lebih cepat? Aku bisa mati kalau terlambat satu menit saja."
"Iya, agasshi sabar sebentar ya. Pelajar yang di dalam memesan lebih dulu."
Aku menggerakkan kakiku tak santai.
Oke, biar kujelaskan. Sekarang aku ada di kedai tteokbokki yang--jujur saja--tidak begitu jauh dari kantorku. Tapi coba kalian bayangkan, mana mungkin kita bisa turun dari lantai sepuluh lalu pergi menuju kedai tteokbokki dan kembali lagi ke kantor dalam waktu lima belas menit? Bagi manusia biasa tentu sulit. Benar kan? Tapi tidak untuk Jeon Wonwoo.
Kenapa? Ya karena dia bukan manusia.
Jeon Wonwoo itu ibarat manusia kejam nan dingin yang--sialnya--harus kuhormati sebagai bosku sejak minggu lalu. Ya, Jeon Goonpyo--ayahnya--memutuskan untuk pensiun dan melimpahkan segala urusan perusahaan ke Wonwoo gila itu.
Mengucapkan kata Wonwoo membuatku ikutan gila. Ani, kenapa Jeon Goonpyo daepyonim tidak memecatku saja daripada menjadikanku sekretaris anaknya? Selama seminggu ini aku sudah seperti mahasiswi ospek yang dibuli seniornya. Menyedihkan.
"Agasshi, ini tteok--"
"Terima kasih!" potongku.
Jam makan siang membuat jalanan sedikit ramai dan yah, aku jadi terjebak diantara lautan manusia. Uh, perutku bahkan sudah keroncongan sekarang.
Setelah memasuki area kantor, aku segera berlari menuju lift. Napasku benar-benar ngos-ngosan sekarang. Ayolah, cepat buka, buka.
Ting!
"Oh? Hanna-ssi?" Aku mengangkat kepalaku. D-dia... "Kau tidak masuk?"
"A-ah, iya."
Aku memasuki lift dengan gaya--sok--anggun. Aish, pasti aku terlihat sangat buruk di matanya. Wajah penuh keringat, rambut acak-acakan, baju tak rapi. Iyuh, aku sangat mengerikan.
"Apa Wonwoo hyung menyuruhmu lagi?"
Dia bersuara sembari menekan tombol sepuluh di sisi lift.
"Y-ya begitulah, Mingyu sunbae. Bagaimanapun aku kan sekretarisnya."
Mingyu sunbae menggelengkan kepalanya.
"Dasar bocah tengik. Lain kali jangan mau kalau dia menyuruhmu melakukan sesuatu di luar pekerjaan. Apa masuk akal menyuruh sekretaris membelikan tteokbokki? Sekretaris juga butuh istirahat."
Aku terkesiap. Hai jantung, apa kabar nak? Kau baik-baik saja kan di dalam? Hai perasaan, apa sekarang rasa sukamu bertambah pada Mingyu sunbae?
"A-ah, ne."
Mingyu sunbae menepuk punggungku pelan, seakan tengah memberiku saluran kekuatan(?) yang justru buatku makin melemah.
Uh, beruntungnya aku punya Mingyu sunbae yang notabene adalah seniorku di kampus dan tempat kerja. Hihi, menyenangkan.
Ting, lift terbuka tepat di lantai sepuluh. Aku menatap Mingyu sunbae yang tak bergerak barang sedikitpun. Eh?
"Sunbae, kau tidak keluar?"
"Aku? Kenapa aku harus keluar?"
"Bu-bukan begitu. Kau tadi menekan tombol sepuluh jadi kukira kau..." Aku menggantungkan ucapanku.
"Ah, aku menekannya untukmu. Sebenarnya aku mau pergi ke lantai delapan, tapi aku tidak tega melihatmu terlambat. Wonwoo hyung benar-benar menyeramkan kalau marah."
Aku mendelik. Sial, jadi dia menomorsatukan aku? Oh Tuhan, terdapat keindahan disetiap cobaan yang kauberikan.
"Cepatlah masuk. Semangat ya!"
Aku tersenyum kikuk dan lift pun tertutup. Apa aku terlambat? Tunggu, jam. Jam ber--
"Aish, mati aku!"
Dan aku lari sekencang-kencangnya menuju ruangan Jeon Wonwoo. Sepuluh menit. Aku terlambat sepuluh menit. Hanna, habis riwayatmu!
"Kau terlambat sepuluh menit tiga puluh dua detik."
Jedar! Suara itu langsung memasuki gendang telingaku begitu aku memutar kenop pintu. Apa dia memakai stopwatch? Gila.
"M-maaf daepyonim, t-tadi j-jalanan r--"
"Aku tak butuh alasanmu. Faktanya adalah kau terlambat. Bahkan lebih dari sepuluh menit."
Aku memejamkan mata. Suaranya yang kelewat dingin langsung menciutkan nyaliku.
Sepertinya aku harus segera menyiapkan lamaran pekerjaan ke perusahaan lain.
"M-maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku akan terima apapun hukumannya."
"Apapun?"
Aku membuka mataku perlahan dan senyum miringnya langsung menyapaku tanpa permisi. Heol, kenapa jantungku mendadak berdebar?
"N-ne, apapun." Wonwoo mendekat, semakin mendekat, mendekat dan aku terjebak. Tubuhku terkunci di tembok. "D-daep--"
"Jadilah kekasihku."
"NE?!" Aku sontak menutup mulutku dengan kedua tangan. Aku tuli kan? Pasti aku tuli. "D-daepyonim, a-apa yang--"
"Kau bilang akan menerima apapun hukumannya? Kalau begitu jadilah kekasihku."
"T-tapi--"
"Aku tidak menerima penolakan."
Aku terdiam. Dia...benar-benar bos gila.
***
Haha, aneh? Gatau juga sih, yang ada di bayanganku ya gini(?) Wonwoo bos kasar yang ngangenin(?) Ouhh lupakan.
Oya mungkin dari kalian ada yg belum tau daepyo. Daepyo itu CEO. Kalau ada kesalahan mohon koreksinya yaa.
Btw jan lupa voment temen-temen. Request, kritik, saran apapun selalu terbuka kok. Terimakasihh (bow bareng wonwoo) 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonwoo As
FanfictionDari bos sampe selingkuhan, jww bisa jadi apapun yang kalian mau.