Musuh

18.3K 2.4K 135
                                    

Aku memasang senyum miring penuh kemenangan saat Jung seonsaeng mengumumkan nilai matematika kelas 12-3. Akhirnya, perjuanganku yang hampir mati karena tidur dua jam sehari tidak sia-sia. Aku telah merebut kembali posisiku.

"Sekali lagi selamat, Yoon Hyewon. Kau peringkat satu lagi."

"Terima kasih, ssaem."

"Kalau begitu persiapkan diri kalian untuk ujian semester ganjil minggu depan. Selamat siang."

Mataku dan matanya bertemu. Haha, melihatnya kesal membuatku makin bersemangat. Lihat saja, aku pasti merebut peringkatmu. Aku pasti jadi nomor satu semester ini.

"Hyewonwoo, mata kalian hampir lepas."

Kini giliran si tengil Seokmin yang dapat tatapan mengerikan dariku.

"Jangan gabungkan namaku dan namanya bodoh! Dia musuhku!" kesalku.

"Dasar, gara-gara rangking saja musuhan nggak jelas. Nanti kalau suka jangan merengek padaku."

Aku berdecak sebal.

"Tidak akan!"

"Kita lihat saja nanti."

Seokmin tertawa, sangat keras. Dan puas. "Lihat, aku bilang apa. Kalian jodoh yang tertunda. Kutunggu kabar selanjutnya ya, Woo."

Aku menatap si Wonwoo, musuh nomor satuku itu kesal. Jodoh yang tertunda? Iyuh, najis tralala!

***


"Won-ah!" Aku membalikkan badanku. "Eh maaf, maksudku Wonwoo. Hehe."

Aku berdecak kesal, sedangkan si Won-ah yang Jihoon maksud tersenyum miring.

"Kalau begitu jangan memanggilnya Won-ah! Itu panggilanku tahu!" protesku lalu pergi dari hadapan mereka.

Menyebalkan. Selain merebut rangking dan titelku sebagai 'Si Peringkat Satu SMA Sunwoo', dia juga merebut nama panggilanku.

"Kenapa namaku Hyewon sih? Ani, kenapa namanya Wonwoo? Sial!"

Dan kesialanku sepertinya bertambah saat air tiba-tiba saja turun dari langit. Sebelum tubuhku benar-benar basah, aku memutuskan untuk segera berlari menuju--

"Mau kemana?"

Seseorang menahan tanganku. Eh? Kok rambutku tidak basah lagi? Tunggu, sepertinya aku kenal suara itu.

"Mau ke halte kan? Nggak bawa payung kan?"

Tubuhku dan tubuhnya berlindung di bawah payung yang sama. Mata kami bertemu. Bahkan aku yakin jarak kami tak lebih dari lima belas senti.

Sebentar, kok aku gugup? Tidak, ini tidak benar.

"A-apa urusanmu?"

Dia mendesah pelan. "Belum jadi urusanku sih. Kalau begitu kita ke halte bersama."

Tangan kirinya yang bebas menarik tangan kananku. Gila, jantungku makin tak karuan.

Kami berjalan menuju halte dalam diam. Bahuku dan bahunya kadang saling bergesek, menimbulkan sensasi yang sulit kujabarkan.

Perasaan apa ini? Sebesar itukah rasa benciku padanya sampai tubuhku menegang tak karuan saat kulit kami bersentuhan? Yoon Hyewon, kontrol dirimu. Jangan sampai kau meninju anak orang yang sudah sudi membagi payungnya denganmu.

"Ya! B-berhenti memegang tanganku! K-kita sudah sampai," teriakku.

"Harus ya?"

Wonwoo menurunkan payungnya lalu menatapku dalam. Tidak, ini lebih dari dalam. Ah, molla!

"Tentu sa--"

Ucapanku terhenti saat dia dengan lancang mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sial, deru napasnya menggelitik permukaan kulitku.

"Kita sudah kelas dua belas. Kau mau lulus dan masuk universitas favorit, kan?"

"A-apa? T-tentu saja!"

Wonwoo memasang senyum miring yang sangat disukai Yura--atau mungkin seluruh perempuan di muka bumi--tepat di depan wajahku.

"Kalau begitu kita akhiri saja. Terus-terusan dendam tidak baik buat masa depan kita. Tuhan tidak suka kebencian."

Ghad, masa depan kita? Tolong Yoon Hyewon, jangan bawa perasaanmu! Maksud Wonwoo adalah masa depanku dan masa depannya kelak. Aku benar kan?

"Cih, gampang sekali kalau bicara. Aku heran, dulu kau bodoh, rangking dua dari bawah, tapi kenapa sekarang... Kau curang kan?"

Sial, sumpah aku tidak bermaksud mengatakannya. Kata-kata kasar itu langsung saja keluar tanpa permisi. Uh, mulutku!

"Aku belajar kok. Aku tidak mau buat malu perempuan yang kusuka. Masa 'Si Peringkat Satu SMA Sunwoo' pacaran dengan siswa paling bodoh di kelasnya? Kan kasihan."

Benar sih. Kasihan juga si per--Tunggu! 'Si Peringkat Satu SMA Sunwoo'? Itu kan titelku!

"Kalau begitu mau taruhan?" tanyanya.

"Ta-taruhan?"

"Hm. Kau harus setuju. Oke?"

Aku menggigit bibir bawahku. "Oke, call! Kita taruhan."

Wonwoo kembali memasang senyum miringnya. "Kalau semester ini peringkatku lebih baik dari peringkatmu, kau jadi milikku."

"HA?" Aku menutup mulutku. Astaga, jadi miliknya? Jadi pacar maksudnya? Aku harus protes! Apa-apaan ini! "Kalau peringkatku yang lebih baik?"

Yoon Hyewon! Katanya mau protes, kok pertanyaan itu yang keluar?! Tuhan, secara tidak langsung aku meladeni ajakannya dong.

"Aku yang jadi milikmu. Gampang kan?"

Sial! Bukannya semua berakhir sama? Ujung-ujungnya seorang Hyewon dan Wonwoo saling memiliki!

Damn, kenapa dadaku bergemuruh? Aku sudah gila.

***

Yeaa uda tembus 1k readers. Thankyou so much kawan-kawan uda mau sempetin baca series geje ini. Hanya Tuhan yg bisa membalas *eeaa

Btw aku sendiri gak yakin ini bisa dibilang musuh(?) Kok jatuhnya jd kayak temen sekelas gitu(?) Ah tauk ide ini juga tbtb muncul tanpa persiapan matang:v

Jgn lupa baca karyaku yg lain yaa carat's imagination dan tsundere. Thankyouu🙇

Wonwoo AsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang