Yang lupa ceritanya boleh lah yaa baca ulang dulu wkwkw
Aku tidak menerima penolakan.
Kepalaku mendadak pening tatkala ucapan bos gila alias Tuan Jeon Wonwoo yang terhormat itu melintas di otakku. Sudah empat jam tiga puluh tiga menit sejak dia melontarkan kalimat itu, tapiㅡjangankan melupakanㅡsuaranya saja bahkan tidak bisa lenyap dari pikiranku.
Apa aku mengirim surat pengunduran diri? Kurasa bukan ide buruk.
"Bereskan barangmu."
Suara berat Jeon Wonwoo menyentakku yang masih diam di meja kerjaku. Aku mengernyit.
Belum mengundurkan diri, dia sudah menyuruhku membereskan barang. Apa aku dipecat?
"Mau sampai kapan kau melamun? Berdiri, aku antar pulang."
"Ne?"
Jeon Wonwoo menatapku dengan sorot dingin seperti biasa. Aku refleks menunduk. Takut.
"Apa perlu aku mengulangi perkataanku?"
"T-Tidak."
"Bagus. Sekarang berdiri. Aku antar kau pulang," katanya sebelum pergi mendahuluiku.
Diam-diam aku bernafas sedikit lega melihatnya menjauh. Berada di dekat Jeon Wonwoo memang luar biasa mendebarkan. Tidak ada bedanya dengan naik wahana pendulum.
Setelah membereskan barangku, akupun sedikit berlari mengejar Wonwoo yang sudah jauh berada di depan sana. Heels yang aku pakai sedikit menyusahkan, tapi aku harus kuat.
Aku masih ingin kerja. Setelah kupikir-pikir, tidak ada perusahaan lain yang mau mempekerjakan aku selain perusahaan ini. Jadi aku tarik niatku untuk mengirim surat pengunduran diㅡ
"AW!"
Sialan. Benar kan, aku terjatuh. Dan sialnya lobi ini ramai diisi para karyawan yang akan pulang ke rumah masing-masing. Mereka sontak menatapku tanpa mau membantu.
Aish, memalukan!!
Jadi aku harus bagaimana? Bangun dengan rasa malu? Atau pura-pura pingsan untuk menutup rasa malu?
Bangun?
Pingsan?
Bangun?
Pingsan?
Bangㅡ
"Kyaaa!!"
Percayalah, itu bukan teriakanku, tapi teriakan dari para wanita di sekelilingku. Mereka menjerit, sedangkan aku yang ada di posisi canggung ini hanya mampu menelan ludah.
"D-Daepyonim, s-saya b-bisa jalan sendiri, j-jadi tolong t-turunkan saya," kataku tersendat. Bukannya berhenti, Jeon Wonwoo malah terus berjalan menuju parkiran sambil terus menggendongku ala bridal.
Diikuti tatapan takjub seluruh isi kantor tentunya.
"D-Daepyonim, saya mohon! Kita j-jadi tontonan banyak orang," rengekku.
Jangan lupakan kalau Wonwoo CEO perusahaan ini. Jangan lupakan kalau hampir seluruh wanita di sini memujanya. Dan jangan lupakan kalau wanita-wanita disini bermulut besar.
Aish, mau ditaruh mana mukaku?!
Jeon Wonwoo membuka pintu mobilnya lalu mendudukkan aku di kursi penumpang bagian depan dengan gampangnya. Bukannya pergi, bos gilaku itu malah menatapku tepat di mata.
Aku menunduk.
"Kakimu memar."
Mataku menelusuri kakiku yang tertutup rok selutut. Benar, lututku memerah.
"Tahan sebentar, biar aku belikan obat."
"T-Tapi d-daepyoㅡ"
"Jangan protes," potongnya dingin. Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat. "Dan satu lagi."
"Ne?"
"Aku memang bosmu di jam kerja, tapi sekarang jam kerja kita sudah habis. Jadi aku bukan bosmu. Berhenti memanggilku daepyonim."
Aku meneguk salivaku kasar. Lalu aku harus memanggilnya apa? Wonwoo-ssi? Gila, bisa dipecat aku dari pekerjaan ini!
"Pilih salah satu. Sayang atau Wonwoo-ya."
"N-Ne?!"
Wonwoo menghela nafas pelan. "Bukankah kau harus menerima hukumanmu? Jadi pilih, sayang atau Wonwoo-ya? Kalau kau punya panggilan lain, aku tidak masalah. Asal bukan daepyonim."
Astaga. Jeon Wonwoo serius dengan ucapannya? D-dia...tidak mabuk kan?
"Aku serius. Hukumanmu harus jadi kekasihku," katanya seolah bisa membaca pikiranku.
Aku terdiam sebentar.
"S-Sampai kapan?"
Dia menyeringai. "Sampai salah satu dari kita mati?" ujarnya dengan nada menggantung.
Aish sialan!
***
YEEEE AKHIRNYA UPDAAAATEEEE🎉🎉🎉
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonwoo As
FanfictionDari bos sampe selingkuhan, jww bisa jadi apapun yang kalian mau.