Suami

27.8K 2.4K 206
                                    

Warning! Part ini 16+ ya ratingnyaa:))


"Ibu! Tahu Yeri, kan? Itu, teman sekelasku."

Aku berpikir sejenak lalu mengangguk. "Yang rambutnya coklat itu kan? Yang cantik?"

"Iya. Dia punya adik baru."

"Benarkah?" tanyaku basa-basi. Lagipula tidak telalu penting sih. Toh aku tidak begitu kenal dengan Yeri atau keluarganya.

Seojun mengangguk semangat lalu menjilat es krimnya lagi. "Adiknya laki-laki, lucu lagi. Pipinya lebar, badannya kecil. Bayi memang menggemaskan yah."

Aku terkekeh. Padahal dia juga bayi. Umurnya saja baru lima tahun. Astaga, anakku sok dewasa. Persis ayahnya.

"Dulu kau juga begitu. Sekarang saja masih."

Bibir Seojun mengerucut. Iyaya, dia kan tidak suka dibilang bayi atau anak kecil atau sebangsanya.

"Kalau begitu buatkan aku adik."

"Oh, ad--APA? ADIK?"

Sumpah, aku yakin orang-orang di sekitar taman ini pasti menatapku aneh. Suaraku kelewat keras ya? Astaga mulutku!

"Iya, adik. Ibuu, aku mau adiiik," rengeknya. Gila, dia pikir buat adik semudah buat kue? "Aku mau seperti ayah yang dewasa. Aku mau melindungi seseorang, bu. Makanya aku mau adik. Perempuan ya!"

Mulutku menganga. Jeon Seojun! Kenapa anakku sok dewasa seperti ini?!

***


"Aku pulang."

"AYAAAH!!"

Seojun langsung pergi memeluk Wonwoo yang terlihat sangat letih. Astaga, matanya berkantung. Pasti pekerjaannya sangat menyita waktu.

"Belum tidur?"

"Aku menunggu ayah!"

Wonwoo tersenyum lalu mengacak rambut Seojun gemas. "Ayah mandi dulu, ya. Nanti main sebentar terus tidur. Okay?"

"Yes!"

Seojun segera berlari ke ruang tengah dengan senyum mengembang. Lihat, anakku saja rindu berat dengan ayahnya, apalagi ehem aku? Bayangkan, aku ditinggal seminggu ke Australia! Pasti kangen lah!

"Mana tasmu? Biar aku yang bereskan."

Wonwoo menyerahkan tasnya lalu bergegas ke kamar kami. Sepertinya dia sangat lelah. Dia hanya membalasku dengan senyuman tipis.

Begitu sampai kamar dia langsung berbaring di atas ranjang. Bahkan kaos kakinya belum sempat dilepas. Selelah itukah?

"Mau mandi air hangat atau dingin?" tanyaku sambil melepas kaos kaki hitamnya.

"Sayang, kemarilah." Wonwoo merentangkan tangan kirinya yang bebas lalu menepuknya pelan. "Berbaringlah sebentar."

Aku mengangguk lalu segera berbaring di atas lengannya. Dan greb! Dia memeluku erat. Sangat erat bahkan.

"Say--"

"Kalian baik-baik saja kan? Maaf aku pergi terlalu lama."

Aku membalas pelukannya. Parfum yang selalu aku rindukan tiap malam menjelang tidur kini menyeruak masuk dalam hidungku. Harumnya.

"Hm, kita baik-baik saja. Kenapa harus minta maaf."

Wonwoo mengusap puncak kepalaku lembut. Aku kangen. Kangen setengah mati. Padahal baru seminggu ditinggal pergi.

"Sayang," panggilnya. Mata kami bertemu. Perlahan tapi pasti jarak di antara kami mulai menipis. Aku bisa merasakan deru napasnya yang hangat itu. Tiga senti, dua senti, satu sen--

Wonwoo AsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang