Tinggalkan jejak kaki blue. Eh jejak kalian ding wkwk:****
Aku sedang asik menonton Running Man saat tiba-tiba seseorang mematikan tv tanpa permisi. Sial! Tadi gimana tuh kelanjutannya si Kwangsoo? Kan! Aku ketinggalan!
"Apa-apaan sih! Jangan ganggu orang dong!" kesalku.
Dia menatapku datar, seperti biasa. Sial. Nggak merasa bersalah apa?
"Ibumu menyuruh kita pergi ke supermarket." Aku mengernyit. Tumben. Ada sesuatu kah? "Makan malam," lanjutnya seakan bisa membaca pikiranku.
Makaan malam? Makan malam ap--Astaga! Ini kan bulan keempat pernikahan ibu dan ayah. Aku lupa ada makan malam keluarga. Yalord.
"Tunggu di luar, oke? Aku mau ganti baju."
"Hm," katanya lalu pergi begitu saja.
Dasar kulkas!
⚫⚫⚫
"Jadi apa yang mau kita beli?" tanyaku begitu kami sampai di supermarket.
"Ikut saja. Jangan banyak tanya."
Shit! Oke, aku akan diam. Awas saja kalau kau mengajakku bicara. Mulut ini akan tetap terkunci. Haha.
Dia mulai mengajakku keliling supermarket. Stan daging, sayuran, minuman, makanan ringan, semua sudah kami jelajahi dan keranjang di tangannya masih kosong.
Sial, dia mengerjaiku?
"Jeon Wonwoo! Sebenarnya mau beli apa sih?" tanyaku setengah kesal.
"Jangan banyak tanya."
Shit! Aku lupa pada janjiku sendiri. Heol.
Oke. Aku Jang Raena, dan manusia kulkas di depanku adalah Jeon Wonwoo. Kami teman sekelas.
Tapi dulu. Sebelum ayahnya menikah dengan ibuku. Sekarang dia saudara tiriku. Ya, kami bersaudara.
Awalnya benar-benar canggung saat mengetahui ibu akan menikah dengan paman Jeon yang sekarang sudah resmi menjadi ayahku. Gimana nggak? Aku dan Wonwoo nggak pernah akur di kelas.
Tahu Tom dan Jerry? Aku dan Wonwoo seperti mereka.
"Pegang keranjangnya." Ugh, dasar manja. Dengan malas akupun meraih keranjang di tangannya.
Sebagai ayah tiri, ayah Jeon sangat baik padaku. Beliau selalu bicara halus, selalu menanyakan apapun yang aku inginkan lalu mengabulkannya. Enak kan? Beda banget sama anaknya yang dingin dan kaku bukan main.
Bahkan aku dan Wonwoo makin sering bertengkar sejak tinggal serumah. Dia benar-benar tipikal suadara tiri yang jahat, kasar dan tukang perintah. Huft.
"Ibumu suka kecap yang ini atau yang ini?" tanyanya sambil mengangkat dua merk kecap yang berbeda.
Aku menatapnya sejenak. "Ibuku--maksudku ibu kita, dia suka kecap yang ini."
Wonwoo mengangguk lalu meletakkan kecap yang aku maksud ke dalam keranjang. Ibuku juga ibumu, Jeon.
⚫⚫⚫
Aku menghela napas lega begitu bokong ini mendarat di jok mobil. Gila, belanja daging, sayur dan minuman saja hampir satu jam. Wonwoo benar-benar!
"Kenapa?" tanya Wonwoo yang baru saja masuk mobil. Aku menatapnya setengah kesal.
"Kau mengerjaiku kan? Kakiku hampir patah tau! Ini nggak ada bedanya sama keliling lapangan sekolah."
"Olahraga, sekali-sekali."
Ck, dia mah enak, anak basket. Mau keliling supermarket sampai dua jam juga nggak bakal capek. Apa daya aku yang nggak pernah olahraga.
Akupun memutuskan untuk diam di sepanjang perjalanan. Pingin cepat-cepat pulang, minum, mandi, makan terus tidur. Hehe.
"Lah, kok lewat sini?" tanyaku saat Wonwoo banting setir ke kiri. Kita mau kemana sih?
"Disana macet."
Lagi-lagi aku diam. Dia maunya apa sih? Lewat jalan ini kan jatuhnya malah lebih lama. Sama saja muter-muter dong.
Ah! Aku tahu.
"Kau pasti sengaja mengulur waktu supaya aku kelaparan kan? Ngaku!" cecarku sambil menatapnya setengah kesal.
"Hm," gumamnya. Kan! Aku bilang apa! Ada yang nggak beres. Dia benar-benar sosok saudara tiri yang nyata. Huh!
"Tapi kita bisa telat makan malam, Jeon. Ibu kan masih harus masak," kataku setengah memelas.
Wonwoo menatapku sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Ayahku pulang agak malam hari ini. Jadi santai saja."
Aku terdiam sejenak. Satu detik. Tiga detik. Tujuh detik. Sepuluh detik.
"Jeon," panggilku. Lagi-lagi dia hanya berdehem. "Ayahmu juga ayahku. Dan ibuku juga ibumu. Kita saudara."
Wonwoo tidak membalas ucapanku. Dia masih sibuk dengan kegiatan menyetirnya. Sebenci itukah dia padaku sampai enggan menganggap ibuku sebagai ibunya? Walau hanya ibu tiri, tapi ibu selalu baik padanya.
"Jeon Wonwoo!"
Sret! Dia banting setir ke kanan lalu menghentikan mobil di tepi jalan.
"Aku tidak bisa menganggap dia ibu tiriku," katanya tanpa menatapku.
Mataku memanas. Sudah kuduga. Dia benci aku. Dia benci ibuku. Dia benci punya saudara seperti aku.
"Ke--"
"Karena aku selalu berkhayal kalau ibumu adalah ibu mertuaku," potongnya.
Aku terhenyak. Apa maksudnya? Ibu mertua? What the--
"Aku benci kita bersaudara. Aku benci kita serumah dengan status saudara tiri. Karena aku menyukaimu. Jauh sebelum ayahku dan ibumu menikah."
Mata kami bertemu cukup lama. S-suka? Tapi....Oh Tuhan! Apa salahku?!
"T-tapi--"
"Aku tahu, aku sudah sangat terlambat. Jadi bantu aku untuk menghapus perasaan ini, oke? Aku sangat tersiksa dengan semuanya."
Wonwoo memutus tatapan kami lalu kembali menjalankan mobilnya. Ugh, bantu aku memahami situasi ini.
⚫⚫⚫
Kemarin ada yg req sodara tiri. Gangerti lagi, maap geje:')
By the way aku mau tutup req nih. Masih ada 4 req yg blm aku bikin daaan aku mulai kehilangan kata2(?) Yg punya req dikeep dulu aja buat mingyu as eaaa😂
Makasih yg udah sempetin baca bahkan vote sama komen. Kubahagia:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonwoo As
FanfictionDari bos sampe selingkuhan, jww bisa jadi apapun yang kalian mau.