Tentara

15.2K 2K 128
                                    

Wonu is baaaack. Jgn lupa jejaknya:***

"Je, antar anak ini ke pos kesehatan."

"Baik, Pak."

Aku segera membopong anak kecil (mungkin usia delapan tahunan) ini ke posko kesehatan. Sepertinya ulu hatinya sakit karena dia terus memegangi perut bagian atasnya.

"Nuna, aku mual," katanya.

Aku menghentikan langkah kakiku. Aku yakin dia kekurangan makan dan asupan gizi. Di pengungsian bencana alam seperti ini pasti pola makan tidak terjaga, kan?

"Naiklah ke punggungku," kataku sambil berlutut di depannya. "Cepat naik."

"Tapi nuna, aku kan laki-laki. Masa digendong perempuan sih? Apalagi badan nuna kecil begini."

Aku berdecak. Astaga, dia masih bisa protes.

"Cepat naik, se--"

"Biar aku saja."

Kepalaku terangkat saat sebuah suara berhasil memotong ucapanku. Tubuhnya tegap tinggi menjulang. Tentara?

"Iya, biar hyung ini yang menggendongku," kata anak tadi. Hmm, okay. Kurasa bukan ide yang buruk.

***

Kurenggangkan ototku yang terasa kaku. Huft, dalam sehari ada ratusan orang datang ke posko. Kebanyakan dari mereka mengalami sakit perut, sama seperti anak kecil tadi.

Oya, bicara soal anak kecil tadi, kira-kira kemana ya tentara tinggi itu? Setelah sampai posko dia langsung pergi begitu saja. Apa dia bertugas lagi?

"Perawat Je."

"Oh, iya Dok?"

"Ada pasien baru di posko. Obati dia ya, aku harus memeriksa yang lain. Cuma luka ringan kok."

Aku mengangguk. Melelahkan sih, tapi aku tidak boleh mengeluh apalagi menyerah. Ini tugas mulia yang tidak bisa didapatkan sembarang orang. Aku harus bersyukur.

Aku meraih perban dan berbagai obat lalu segera pergi ke bilik yang tertutup kain putih di sekelilingnya.

"Selamat malam, luka ap--"

"Akhirnya kita bertemu."

Aku terdiam. Eh? Dia tentara tadi bukan sih? Kok ada luka sayatan di wajahnya?

"Wajahmu kenapa?" tanyaku. Bodoh! Aku bukan perawat sekarang. Bagaimana bisa aku hanya diam sambil menatapnya dalam? Padahal dia pasienku! Dia sedang terluka! Astaga, aku sudah gila.

"Hanya luka kecil. Tidak sengaja tergores cutter temanku."

Aku meringis. Pasti perih. Aku buru-buru mengambil kapas lalu membasahinya dengan alkohol.

"Tahan sebentar, ini agak perih."

Aku mengoles luka di wajahnya dengan alkohol. Astaga. Dia bahkan bisa tersenyum sekarang. Ugh, apa ini tidak menyakitkan? Apa luka ini benar-benar luka kecil?

"Aku harus berterima kasih pada temanku."

"Ha?"

Tatapan kami bertemu. Sial, kenapa dadaku bergemuruh tak karuan? Ya Tuhan, aku kenapa?

"Berkat sayatan ini aku bisa bertemu denganmu lagi. Selamat malam Perawat Je, aku Kapten Jeon Wonwoo."

Astaga. Kok dia tau namaku? Aku yakin seratus persen kalau aku sedang tidak menggunakan nametag sekarang.

"Apa?"

Tentara itu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Damn! Kenapa aku hanya diam? Kenapa aku hanya bisa menerjapkan mata?

"Betapa bahagianya bisa menatapmu sedekat ini. Selama dua minggu bertugas disini, aku selalu iri pada pasien yang kau rawat."

Jadi...dia memperhatikanku? Begitu? Sial, aku kok jadi merinding gini ya? Diperhatikan pria ehem tampan kan luar biasa!

"Apa aku minta tolong temanku lagi ya?" tanyanya masih sambil menatapku.

"Ha?"

"Tembak kakiku dengan pistol agar aku bisa jadi pasien di posko ini selama mungkin. Dengan begitu kau bisa merawatku sampai sembuh. Ah, atau aku tidak sembuh saja supaya kau tetap bisa merawatku? Ide bagus."

Aku terdiam. Aku yakin Kapten Jeon sedang mabuk. Ya, aku yakin.

***

Huanjir geje:'''

Btw om mingyu dah tamat niiih tinggal nunggu ekstra part aja. Mampir yachh:*

Wonwoo AsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang