Tetangga

20.1K 2.6K 222
                                    

Aku menatap meja makan dengan mata berbinar. Empat hari liburan ke Jeju membuatku kangen masakan ibu yang enak tiada duanya. Bahkan abalone yang kata teman-teman 'luar biasa' itu masih kalah dengan kimchi buatan ibu. Makanan rumah memang yang terbaik!

Belum sempat aku memegang sumpit, tangan ibu sudah menahanku lebih dulu.

"Kenapa? Aku mau makan."

"Tunggu kakakmu dulu."

Aku mendesah. Dasar Choi Seungcheol! Mau makan saja harus ritual dulu. Aku yakin setelah ini rambutnya akan basah karena pomade. Dasar!

"Saerin-ah, panggil Wonwoo, suruh dia makan disini."

Aku menatap ayah dengan alis menyatu. Aku? Dia berbicara denganku?

"Suruh Seungcheol oppa saja," jawabku santai.

Dan ayah langsung melempar tatapan cepat-panggil-atau-kita-tidak-makan. Uh, menyebalkan!

Dengan amat sangat terpaksa aku pergi ke kamarku lalu berdiri di balkon yang berhadapan langsung dengan kamar Wonwoo.

Aku jadi sadar untuk yang keratusan kali kalau rumah kami memang sangat dekat.

"Om!" teriakku.

Kalian pasti bertanya; kenapa aku memanggilnya om? Well, dia dua tahun lebih tua dariku, dan dia sahabat kental si Seungcheol. Yah, aku malas memanggilnya oppa, jadi kupanggil om saja.

Lagipula dia tidak pernah protes. Berarti dia tidak keberatan, kan?

Pintu transparan itu bergeser dan nampaklah Wonwoo yang sudah empat hari ini kutinggal ke Jeju.

"Sudah pulang?" tanyanya.

Aku memutar bola mataku kesal. "Belum, aku masih berenang di laut. Ya sudahlah om! Kalau belum terus aku ini siapa?" kesalku.

"Apa ibu menyuruhku makan disana? Aku akan segera kesana."

Dan dia pergi dari kamarnya. Dia aneh ya. Tanya sendiri, jawab sendiri. Untung saja aku sudah mengenalnya sejak aku masih pipis di celana, kalau tidak... jangan harap dia selamat!

Aku memutuskan untuk kembali ke meja makan sebelum cacing di perutku makin meronta. Dari tangga aku bisa melihat Seungcheol sudah duduk di samping ibu dan...

Wonwoo?! Dia berteleportasi atau bagaimana? Ckck, dia pasti sangat kelaparan. Maklum, tidak ada yang masak di rumahnya. Orang tuanya pergi ke Jepang, pembantunya pulang kampung ke Busan. Kasihan juga si om.

"Kemana saja sih, kita lapar tahu!"

Aku menatap Seungcheol kesal. Untung ada ayah, kalau tidak sudah kutonjok perutnya dengan tanganku.

"Ibu, aku pergi ke Itaewon tadi dan aku membeli ini untuk kalian bertiga."

Wonwoo menyerahkan sekotak gingseng pada ayah, galbi pada ibu dan pizza hanwoo pada Seungcheol. Lah, aku?

"Om! Untukku?"

"Ada di rumah. Ambil sendiri."

Aku berdecak kesal. Dasar!

"Lah, bilang saja kau mau berduaan dengan adikku. Modus."

Aku mendengar si om cekikikan pelan. "Ketahuan," lirihnya.

Apaan sih? Aku menatap Wonwoo datar. Sudahlah, malas menafsirkan ucapannya.

Akupun segera makan masakan ibu dengan sangat lahap. Lima menit kemudian, mataku malah beralih menatap Wonwoo. Uh, selalu saja si om yang jadi raja.

Ibu meletakkan lauk di atas mangkuk nasinya, ayah menuangkan air di gelasnya, Seungcheol mengajaknya bicara. Aku? Anak tiri saja masih lebih beruntung dariku.

"Kalian tidak rindu padaku? Kan yang pergi aku, kenapa dia yang dimanja," rengekku.

Seungcheol menatapku jijik. 'Dasar bayi besar yang manja', gumamnya. Aku mendelik. Choi Seungcheol!

"Kau kan bersenang-senang di Jeju, nak. Lagian tumben anak ibu manja? Biasanya juga nolak kalau ibu taruh lauk di mangkukmu."

Aku bisa melihat si Seungcheol tertawa puas di seberang sana. Tidak ada suaranya sih, tapi menyebalkan juga ya kalau dilihat.

"Tapi kan--"

"Ayah ibu, selesai makan aku pinjam Saerin ya? Biar aku yang manjakan dia."

Ayah dan ibu mengangguk dengan semangat empat-limanya. Dimanjakan om Wonwoo? Iyuh, shireo!

"Yakin adikku itu mau? Memang kau punya apa di rumah?"

"Cake coklat, pizza hanwoo ekstra keju, soda dua liter dan--"

"Call! Aku mau!" potongku. Duh, siapa sih yang akan menolak makanan sebanyak itu? Pizza hanwoo ekstra keju lagi. Mau mau!

"Kok banyak sih? Hati-hati nanti dia makin gemuk. Kalau tinggi sih masih oke, lah dia kan boncel."

"Seungcheol, jangan begitu pada adikmu!" bela ayah.

Aku tersenyum miring. Lupakan Seungcheol, yang penting makan enak!

Aku kembali menyuapkan nasi ke mulutku. Awalnya sih masih enak-enak saja, sampai sebuah suara di sampingku berhasil buat aku tersedak hebat.

"Mau boncel kek, gemuk kek, kalau sudah cinta mau bagaimana lagi?"

Aku menatapnya dengan mata memerah. Gila, tersedaknya di tenggorokan tapi efeknya sampai mata. Jeon Wonwoo hebat!

"Maksudmu apa, nak?" tanya ibu setengah bingung.

Wonwoo memegang tangan ibu dan ayah yang ada di atas meja lalu berkata, "kalau ayah, ibu dan Seungcheol mengizinkan, aku mau memanjakan Saerin seumur hidup."

Oh ghad, sekarang bukan mataku saja yang memerah.

"Jangan sok imut. Pipinya nggak perlu dimerah-merahin."

Choi Seungcheol! Kubunuh kau!

***

Haiii siapa nih yang nangis kejer liat no fun masuk tracklist album very nice? Wkwk semoga bukan aku ajaa😂

Hahaa, fast update kah? Maklum idenya masih anget, semangatnya masih membara buat nulis wonwoo as😁

Oyaa, req kalian uda aku tampung gengs, tp maap kalo gak sesuai ekspetasi(?) Maap juga kalo suatu hari req kalian gaada disini. Otakku kadang lemah tuk memikirkan semuanya /abaikan/

Makasih semuanyaa, dari tiga ceritaku, aku paling seneng sama readersnya wonwoo as. Kalian sangat membara kawan-kawan. Walau ff ini absurd, aneh, geje, lebay, cheesy,jgn lupa voment yaa. Gomawooo /kecup dari wonuu/😘😘

Wonwoo AsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang