Draft 2

186K 3.2K 67
                                    

Dengan tangannya Sasha menghapus sisa lelehan di pipi, lalu mencoba mengancingkan kembali kemeja yang telah terbuka. Hal itu cukup sulit dilakukan karena tangan Sasha bergetar hebat akibat pelecehan yang baru saja ia alami. Belum satu kancing pun terkait, Edward mengintrupsi Sasha dengan berkata, “Tidak perlu kau kancingkan. Biarkan saja sepert itu.”

Sasha tidak mengacuhkan Edward dan terus mengaitkan kancing untuk menutupi tubuhnya. Sikap keras kepala Sasha membuat Edward kesal hingga menghampiri dan merenggut kemeja yang Sasha kenakan hingga semua kancing terlepas. Memperlihatkan kembali bagian atas tubuh Sasha.

Sasha menatap Edward dengan tatapan tajam penuh amarah yang bercampur dengan rasa terhina. Merefleksikan perasaan Sasha sesungguhnya atas perlakukan Edward semenjak ia datang. Namun Edward masih bertindak santai seakan tidak terjadi apa pun.

“Sekarang kau tidak perlu memusingkan pakaianmu lagi.” Edward menggandeng tangan Sasha ke meja kerjanya yang terdapat sebuah laptop dalam keadaan menyala. Yang semula Edward gunakan untuk membaca tulisan Sasha. “Perbaiki tulisanmu.”

Dengan rasa amarah yang semakin menjadi Sasha menarik kursi dengan gerakan kasar. Sasha tidak mengeluh atau mengumpati Edward meskipun sangat ingin. Karena Sasha tahu ia tidak mungkin bisa menang dengan situasi seperti ini. Baru saja Sasha akan duduk, Edward menarik tangannya hingga ia berdiri lagi.

“Aku tidak bisa menulis dengan keadaan berdiri!” raung Sasha yang kesal atas sikap Edward yang tidak jelas. Pria itu yang menyuruh Sasha menulis, tapi ia juga yang membuat Sasha tidak bisa menulis.

Edward duduk di kursi yang semula akan diduduki Sasha, detik berikutnya tubuh Sasha sudah ada di atas pangkuan Edward.

Sasha tersentak ketika bokongnya bersentuhan dengan benda keras dan menonjol. Sasha memang belum pernah berhubungan intim, tapi ia tahu benda padat yang saat ini menekan bagian bawah tubuhnya adalah kejantanan Edward yang mengeras.

“Edward, lepaskan aku!” kata Sasha yang dengan perasaan tidak nyaman mencoba menjauh agar tidak perlu bersentuhan dengan bagian tubuh Edward yang palin intim.

Usaha Sasha tidak berhasil karena tangan Edward mencekal pinggang Sasha hingga ia tidak bisa lari ke mana pun. Tapi Sasha masih saja bergerak, berharap setidak-tidaknya ia tidak perlu berada dalam posisi yang begitu mesum. Akibatnya malah membuat kejantanan Edward semakin mengeras akibat gesekan yang ditimbulkan gerakan Sasha.

“Menulislah!” perintah Edward dengan nada serak.

Malu. Risih. Juga—meski Sasha tidak mau mengakui—bergairah dengan keadaan yang tengah berlangsung saat ini membuat wajah Sasha memerah. Sasha sulit untuk berkonsentrasi, tapi ia mencoba menuliskan apa yang kini berkecambuk dalam dirinya.

Tangan Sasha gemetar saat menekan tombol huruf untuk merangkaikan kata. Tiap kalimat yang Sasha buat tersusun rapi dalamm halaman yang tertera di layar. Pada saat itu tangan Edward dengan nakal menyusup ke dalam bra Sasha dan meremas payudaranya.

“Ugh!” eluh Sasha dan dengan segera mencoba menjauhkan tangan Edward yang sedang bermain dengan puncak dadanya.

Tapi tangan Edward masih bertahan di sana dan dengan tangan lainnya ia melepas bra Sasha hingga payudara Sasha tidak tertutup apa pun lagi. Memperlihatkan bagaimana puncaknya mencuat yang menunjukan keterangsangan Sasha.

“Teruslah menulis, Sasha.”

Dengan enggan Sasha kembali menulis. Sementara Edward bermain-main dengan kedua belah payudara Sasha. Membelai, meremas, hingga menarik puncak dada yang berwarna merah muda, semua Edward lakukan membuat Sasha semakin sulit untuk terus menulis.

EroticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang