Draft 39

5.3K 221 10
                                    

Mendengar Sasha berbisik lirih memanggil namanya, Edward semula ingin melakukan sapaan. Untuk mencairkan suasana yang terasa canggung saat ini dan sebagai pembuka percakapan yang akan ia mulai. Namun saat melihat wajah Sasha, perhatiannya teralih dan melupakan niatnya semula.

"Sasha, wajahmu," kata Edward seraya mengangkat salah satu tangannya untuk menyentuh pipi Sasha.

Sasha mengerti dengan sangat baik kenapa Edward bereaksi seperti itu. Di hari sebelumnya, Phillip memberikan sebuah tamparan di salah satu pipinya. Dikarenakan oleh kelelahan fisik dan psikis yang mendera Sasha, ia tidak berpikir untuk menanggulangi hal tersebut. Dengan mengompres pipinya dengan es ataupun membalurkan salep.

Hingga kini salah satu pipi Sasha terlihat memerah dan membengkak. Meski tidak seburuk pipi Edward yang setidaknya mendapatkan tamparan dua kali di tempat yang sama oleh dirinya sendiri.

Tidak ingin memperbesar keadaannya yang sebenarnya tidaklah begitu buruk, Sasha memalingkan kepala untuk menghindari sentuhan Edward. Tidak lupa untuk mengubah topik pembicaraan ke hal ini. "Ada urusan apa kamu datang menemuiku, Edward?"

Sasha dengan sengaja menyingkap beberapa pertanyaan atas kedatangan pria itu ke tempat ini. Sasha tidak ingin menghabiskan waktu untuk bertanya pada Edward, bagaimana pria itu tahu ia berada di sini atau bagaimana pria itu pergi ke tempat ini. Karena Sasha tahu dengan pasti jawaban atas pertanyaan itu. Tidak lain tidak bukan adalah Phillip.

Sasha yakin dengan pasti bahwa sang ayah terlibat atas kedatangan Edward ke tempat ini.

Edward yang mendapatkan pertanyaan begitu lugas dari Sasha, memandangi perempuan itu selama beberapa saat. Sebelum berkata, "Boleh aku masuk?"

Sasha tidak menjawab pertanyaan itu. Hanya menepi untuk mengisyaratkan bahwa ia menyetujui apa yang Edward pinta. Dikarenakan telah dipersilakan, Edward tanpa ragu untuk masuk dan berjalan ke ruang duduk hanya hanya beberapa langkah dari pintu utama. Sasha pun dengan diam mengikuti pria itu dari belakang.

Setelah baik Edward atau Sasha duduk di salah satu kursi. Tanpa memakan banyak waktu, Edward mulai membuka pembicaraan mereka. Hanya saja Edward membukanya dengan kalimat yang tidak Sasha perkirakan sebelumnya. "Sasha, kamu memblokir nomorku?"

Pertanyaan itu mengundang raut heran di wajah Sasha. Bukan hanya dikarenakan ia tidak menyangka Edward akan menanyakan hal tersebut, Sasha pun tidak mengerti kenapa Edward berpikir seperti itu. Untuk mencerminkan apa yang dirasa, Sasha mengeluarkan kata singkat yang sangat Efektif.

"Hah?"

Meski hanya mendapat respons pendek dari Sasha, Edward mengerti alasan kenapa Sasha bereaksi seperti itu. Ia pun menjelaskan, "Aku tidak dapat menghubungimu."

Sasha terdiam selama beberapa saat untuk memahami perkataan Edward. Lalu, ia pun memahami alasan Edward melemparkan pertanyaan sebelumnya dan juga penyebabnya. "Jika kamu tidak dapat menghubungiku kemarin, itu dikarenakan ponselku mati kehabisan daya."

Bersamaan dengan Sasha mengatakan itu, ia merasa sebuah kelegaan dan rasa hangat. Mengetahui bahwa asumsinya yang terbentuk dikarenakan harapan yang ia miliki bukan sebuah delusi. Meski pun sisi sinisnya menertawakan reaksi yang ia miliki saat ini. Dikarena betapa mudahnya terbuai oleh tindakan sederhana yang dilakukan oleh Edward.

Edward menatap Sasha, berspekulasi mengenai apa yang perempuan itu katakan. Namun setelah menyakini bahwa Sasha tidak memiliki alasan untuk berbohong mengenai hal tersebut, Edward tidak mengungkit lebih jauh.

Ia pun memulai pembicaraan yang membuatnya dengan segera membicarakan hal tersebut dengan Sasha. "Sasha, kamu tahu mengenai rumor akan berkaitan denganku juga dirimu yang saat ini beredar?"

"Iya, aku tahu." Sasha dengan mudah memberikan jawaban.

Sebuah keheningan menyeruak di antara Sasha dan Edward. Menghadirkan kecanggungan yang tidak menyenangkan di antara mereka. Namun Sasha tidak ada niat untuk membuka mulut demi mengakhiri situasi yang saat ini terjadi.

Edward yang sepertinya mengetahui bahwa dirinyalah yang memiliki tanggung jawab untuk memecah keheningan, kembali berbicara. "Ayahmu menemuiku untuk membicarakan masalah tersebut denganku."

Sasha yang sebelumnya sudah diberitahu oleh Phillip tentu saja mengetahui hal tersebut. Hanya saja Sasha masih memilih untuk diam dan membiarkan Edward meneruskan perkataannya.

"Ayahmu memintaku untuk menikah denganmu, Sasha," kata Edward pada akhirnya.

Sasha yang sebelumnya bungkam, kini membuka mulutnya. "Dan kedatanganmu ke sini menemuiku dikarenakan kamu ingin menolak ide yang diajukan oleh ayahku dan memintaku untuk melakukan hal yang sama?"

Terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Sasha, Edward tertegun selama beberapa saat. Sebelum dengan segera ia membantah apa yang Sasha pikirkan atas kedatangannya. "Bukan seperti itu, Sasha."

Dibawah tatapan Sasha yang kini mengarah lekat padanya, Edward melanjutkan. "Ayahmu membicarakan ide tersebut padaku. Aku pikir, dengan situasi yang saat ini berlangsung, solusi yang diberikan oleh ayahmu merupakan tindakan terbaik."

"Jadi kamu menyetujui ide tersebut?" tanya Sasha. Memperjelas maksud dari perkataan Edward.

Ditanya seperti itu, membuat Edward menatap lurus ke arah Sasha. Sebelum balik bertanya alih-alih menjawab apa yang Sasha tanyakan padanya. "Dan kamu, Sasha apa kamu menyetujui ide tersebut?"

"Aku tidak memiliki alasan kenapa aku harus keberatan dengan ide tersebut." Untuk pertama kalinya Sasha mengeluarkan jawaban yang berbeda saat diberikan pertanyaan apakah ia keberatan akan ide menikah dengan Edward. Pada sebelumnya Sasha hanya mengatakan bahwa jika ia keberatan, hal itu tidak akan mengubah apa pun.

Sasha pun melanjutkan, "Seperti yang sebelumnya kamu katakan, pernikahan antara kita berdua adalah solusi terbaik untuk menanggulangi situasi yang berlangsung. Dari perkataanmu sebelumnya, boleh kusimpulkan bahwa kamu menyetujui ide ini?"

Dikarenakan sebelumnya Sasha belum mendapatkan jawaban jelas dari Edward, ia pun bertanya kembali. Kali ini Edward tidak lagi menghindar. Ia pun menjawab dengan singkat dan jelas. "Ya, Sasha. Aku menyetujui ide yang ayahmu ajukan padaku."

Mendengar apa yang ia inginkan, tidak membuat Sasha secara otomatis menyambut hangat hal tersebut. Sasha terdiam selama beberapa saat, sampai kemudian ia pun berkata, "Edward, aku tidak bisa memungkiri bahwa jika kamu menolak rencana ini, maka aku akan terkena dampak buruk dari keadaan yang saat ini berlangsung.

"Reputasi yang kumiliki saat ini pastilah sudah hancur. Selama beberapa tahun orang-orang akan mengenalku sebagai 'salah satu perempuan yang naik ke tempat tidur Edward marton', sampai mereka menemukan skandal baru yang sama atau lebih besar. Atau mungkin predikat itu akan menempel selamanya.

"Tapi Berbeda dengan kondisiku yang mendapatkan sisi buruk atas apa yang beredar, kamu—nyaris, tidak berpengaruh sama sekali." Sasha mengutarakan fakta dengan gamblang mengenai besar perbedaan situasi yang mereka hadapi, meski sama-sama terlibat.

"Aku tidak melihat adanya alasan kenapa kamu menyetujui ide yang ayahku ajukan. Terkecuali satu hal. Kamu setuju karena merasa kasihan padaku?" cercah Sasha dengan nada datar, bertolak belakang dengan pertanyaannya yang tajam, "jika memang itu alasanmu, Edward, aku harap kamu memikirkannya kembali. Aku sama sekali tidak menginginkan rasa kasihan yang kamu miliki."

Erotica – Draft 39 | 06 April 2023

Terima kasih atas semua dukungan kalian yang membaca cerita saya, baik berkomentar, vote, mengikuti saya, memasukan cerita ini ke daftar bacaan, bahkan mempromosikannya.

Maaf karena saya tidak dapat mengucapkan rasa terima kasih satu per satu atas semua itu, juga tidak membalas komentar-komentar tersebut secara personal. Tapi saya membaca semuanya (baik komentar ataupun pemberitahuan) dan sangat berterima kasih atas dukungan-dukungan tersebut.

Ayo kirimkan komentar menarik kalian pada bagian ini, agar pada berikutnya cerita didedikasikan untukmu. Jangan lupa untuk men-follow atau vote untuk mendukung terus cerita ini.

Peluk dan cium dari saya untuk kalian semua,
Carramella

EroticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang