Selepas kepergian Jen dan Hana, Ismaya kini termenung sendiri. Tuhan, apalagi ini?
Haruskah ia melepaskan pekerjaannya? Karena kali ini rasanya Ismaya betul-betul sudah tidak mampu lagi bertahan. Perlakuan Pak Manajer yang membuatnya terus-terusan dikasihani adalah alasan terkuatnya untuk segera resign.
Hingga saat ini. Karena sekarang alasannya mengundurkan diri bertambah satu, Jen dan Hana.
Terlalu sibuk dengan kemungkinan aksi melarikan dirinya, Ismaya tidak menyadari keberadaan Ian di dapur, memandanginya.
"Kamu penakut."
Ismaya mencari sumber suara yang mengagetkannya barusan, awalnya bingung namun sedetik kemudian ia marah. Tidak terima.
Ian yang sedari tadi tidak sengaja mencuri dengar percakapan antara ketiga staff-nya, memutuskan untuk tetap berada di tempatnya sampai Jen dan Hana meninggalkan Ismaya sendirian. Sekarang ada satu orang lagi yang mengetahui rahasia gadis itu.
"Jangan ikut campur."
"Tapi saya sudah dengar. Menurut saya kamu penakut."
Ismaya kali ini tidak dapat menahan emosinya lagi, segera saja ia menghampiri Ian yang sedari tadi bersandar di pinggiran pintu. Tanpa basa-basi, Ismaya menampar Ian sekuat yang ia bisa.
Ian merasakan sakit di pipinya, namun ia sudah menduga Ismaya akan melakukan itu. Kembali dengan tajam ditatapnya mata Ismaya yang kini menatapnya penuh kebencian.
"Kamu tidak berani menghadapi mereka? Hanya karena mereka tahu rahasiamu?"
"Sudah kubilang, JANGAN IKUT CAMPUR!" suara Ismaya kali ini meninggi, mengisi kekosongan dapur atau bahkan restoran yang untungnya masih belum buka.
"Saya sudah mengetahui rahasiamu, jadi saya berhak ikut campur." kata Ian. "Lagipula, menghindari saya adalah syarat kamu untuk bisa bekerja dengan tenang disini. Tapi saya tidak akan membiarkan itu terjadi. Jadi, cobalah hindari saya. Saya akan membiarkan kamu mencoba."
Setelah berkata seperti itu, Ian menatap Ismaya lembut, satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ismaya sendirian.
***
Ismaya akhirnya mampu untuk menyelesaikan tugas prep bahan-bahan yang akan diolah menjadi hidangan untuk para pelanggan. Pengalamannya membantu-bantu di dapur telah membuatnya hafal di luar kepala setiap detil yang dibutuhkan untuk menyempurnakan sebuah masakan. Dan ia cukup bangga dengan hasil kerjanya.
Saking asyiknya bekerja, Ismaya tidak sadar kalau jam istirahat makan siang sudah berlalu lima belas menit dan kini hanya tersisa setengahnya. Pekerjaan yang tanggung apabila ditinggalkan membuat Ismaya asyik sendiri bekerja di dapur. Ia mungkin tidak akan berhenti kalau saja Ian tidak menarik tangannya.
Ck. Ada apa lagi?
"Ada apa? Saya sedang sibuk."
"Berhenti bekerja. Kamu butuh makan."
"Makan bisa nanti." Ismaya masih jengkel dengan perkataan Ian tadi pagi, namun pria itu nampaknya mampu menyimpan rapat-rapat rahasia Ismaya. Karena hingga matahari naik setinggi-tingginya seperti sekarang ini, semua masih berjalan seperti seharusnya.
Aku yang mengacuhkan orang-orang begitupun sebaliknya.
"Kamu bisa kelaparan dan pingsan nanti. Saya tidak mau direpotkan."
"Saya tidak akan pingsan!" suara Ismaya meninggi sedikit, masih saja menolak untuk menatap Ian.
"Tapi kamu akan kelaparan. Dan itu akan merepotkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
Любовные романыHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...